Sri Mulyani Bertekad Sembuhkan Indonesia dari Utang
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyadari bahwa utang Indonesia hingga saat ini cukup tinggi, dimana berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) hingga akhir September 2018 mencapai Rp4.416,37 triliun. Lantaran hal tersebut, mantan Direktur Bank Dunia itu bertekad untuk menyembuhkan utang Indonesia yang sangat tinggi.
"Saya padahal ingin sekali nyembuhin utang, sebab fiskal kita sebagai instrumen mengikuti ekonomi. Sehingga jadi makin disiplin," ujar Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (26/10/2018).(Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Amunisi Negara Berkembang Habis Akibat Krisis 2008Dia pun mengungkapkan, dalam Undang-undang (UU) APBN bahwa utang merupakan suatu instrumen bukan tujuan. APBN bisa surplus ataupun defisit, tergantung pada kondisi ekonomi karena APBN bukanlah objek atau tujuan tetapi alat mencapai tujuan.
“Kalau yang ingin dicapai masyarakat adil makmur, kesejahteraan ekonomi, kemudian bagaimana mendesain APBN mengikuti itu (tujuannya). Bukan hanya APBN dan tidak boleh utang, justru itu bisa menjadi salah,” terang dia.
Sementara itu sebelumnya, Sri Mulyani sempat memaparkan bahwa pada periode 2012 hingga 2014 kenaikan utang pemerintah sebesar Rp799,8 triliun. Sementara periode 2015-2017 tambahan utangnya Rp1.329,9 triliun. Ia juga menjabarkan bahwa kenaikan utang itu untuk hal produktif.
Seperti periode 2012-2014, belanja infrastruktur hanya Rp456,1 triliun. Sementara pada periode 2015-2017 naik drastis menjadi Rp904,6 triliun. Tak hanya itu, belanja pendidikan dari sebelumnya Rp983,1 triliun naik 118% menjadi Rp1.167,1 triliun. Tak hanya itu, transfer ke daerah pada periode 2012-2014 hanya sekitar Rp88 triliun. Sementara pada periode 2015-2017 lompat menjadi Rp315,9 triliun.
"Saya padahal ingin sekali nyembuhin utang, sebab fiskal kita sebagai instrumen mengikuti ekonomi. Sehingga jadi makin disiplin," ujar Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (26/10/2018).(Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Amunisi Negara Berkembang Habis Akibat Krisis 2008Dia pun mengungkapkan, dalam Undang-undang (UU) APBN bahwa utang merupakan suatu instrumen bukan tujuan. APBN bisa surplus ataupun defisit, tergantung pada kondisi ekonomi karena APBN bukanlah objek atau tujuan tetapi alat mencapai tujuan.
“Kalau yang ingin dicapai masyarakat adil makmur, kesejahteraan ekonomi, kemudian bagaimana mendesain APBN mengikuti itu (tujuannya). Bukan hanya APBN dan tidak boleh utang, justru itu bisa menjadi salah,” terang dia.
Sementara itu sebelumnya, Sri Mulyani sempat memaparkan bahwa pada periode 2012 hingga 2014 kenaikan utang pemerintah sebesar Rp799,8 triliun. Sementara periode 2015-2017 tambahan utangnya Rp1.329,9 triliun. Ia juga menjabarkan bahwa kenaikan utang itu untuk hal produktif.
Seperti periode 2012-2014, belanja infrastruktur hanya Rp456,1 triliun. Sementara pada periode 2015-2017 naik drastis menjadi Rp904,6 triliun. Tak hanya itu, belanja pendidikan dari sebelumnya Rp983,1 triliun naik 118% menjadi Rp1.167,1 triliun. Tak hanya itu, transfer ke daerah pada periode 2012-2014 hanya sekitar Rp88 triliun. Sementara pada periode 2015-2017 lompat menjadi Rp315,9 triliun.
(akr)