Ini Alasan Sri Mulyani Patok Rupiah Rp15.000 per USD
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mematok nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp15.000 per USD pada RUU APBN 2019. Dan keputusan itu sudah disahkan DPR dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019.
Sri Mulyani mengungkapkan alasan nilai tukar rupiah dipatok Rp15.000 per USD. Hal ini dikarenakan adanya sentimen negatif dolar terhadap rupiah. Terutama kondisi ekonomi global masih mengancam sehingga menimbulkan keluarnya arus dana asing dari dalam negeri.
"Rupiah masih dalam posisi undervalued. Tekanan timbulkan sentimen negatif, meski ada potensi untuk stabil dan bertahan. Kita paham bahwa saat ini banyak bank sentral harus melakukan adjustment (suku bunga acuan)," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menilai penetapan nilai tukar kurs rupiah masih sangat aman dan tidak terlalu memberatkan. "Dalam kontes daya beli, kurs kita undervalue. Tapi indikator ini masih tetap aman," jelasnya.
Sementara itu, untuk pertumbuhan ekonomi di tahun depan ditargetkan sebesar 5,3%, begitu juga dengan inflasi yang sebesar 3,5%, tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan 5,3%, harga minyak mentah Indonesia USD70 per barel, dan lifting gas 1,25 juta barel setara minyak per hari.
Nilai tukar rupiah ini mengalami perubahan menjadi Rp15.000 per USD dari sebelumnya dalam Nota Keuangan RAPBN 2019 sebesar Rp14.400 per USD. Lifting minyak juga mengalami perubahan menjadi 775.000 barel per hari dari sebelumnya 750.000 barel per hari.
Sri Mulyani mengungkapkan alasan nilai tukar rupiah dipatok Rp15.000 per USD. Hal ini dikarenakan adanya sentimen negatif dolar terhadap rupiah. Terutama kondisi ekonomi global masih mengancam sehingga menimbulkan keluarnya arus dana asing dari dalam negeri.
"Rupiah masih dalam posisi undervalued. Tekanan timbulkan sentimen negatif, meski ada potensi untuk stabil dan bertahan. Kita paham bahwa saat ini banyak bank sentral harus melakukan adjustment (suku bunga acuan)," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menilai penetapan nilai tukar kurs rupiah masih sangat aman dan tidak terlalu memberatkan. "Dalam kontes daya beli, kurs kita undervalue. Tapi indikator ini masih tetap aman," jelasnya.
Sementara itu, untuk pertumbuhan ekonomi di tahun depan ditargetkan sebesar 5,3%, begitu juga dengan inflasi yang sebesar 3,5%, tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan 5,3%, harga minyak mentah Indonesia USD70 per barel, dan lifting gas 1,25 juta barel setara minyak per hari.
Nilai tukar rupiah ini mengalami perubahan menjadi Rp15.000 per USD dari sebelumnya dalam Nota Keuangan RAPBN 2019 sebesar Rp14.400 per USD. Lifting minyak juga mengalami perubahan menjadi 775.000 barel per hari dari sebelumnya 750.000 barel per hari.
(ven)