Bos SKK Migas Minta Potensi Lapangan Migas Tua Dikembangkan
A
A
A
JAKARTA - Kebutuhan energi di Indonesia, khususnya bahan bakar berbasis fosil diakui terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi dan berkembangnya ekonomi. Hal itu menimbulkan risiko berupa tingginya impor jika tak mampu diimbangi peningkatan produksi di dalam negeri.
Hal itu diungkapkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas) Amien Sunaryadi di sela acara diskusi dan peluncuran buku bertajuk "Making Money from Mature Fields: The Spirit of Indonesia's Oil & Gas Producers" di Jakarta, Rabu (7/11/2018).
"Indonesia ini agak berisiko, populasi naik terus, discovery (migas) kecil-kecil. Akibatnya impor naik terus, akhirnya rupiah yang kena (dampaknya)," ujar Amien.
Karena itu, kata dia, tantangan saat ini adalah bagaimana mendongkrak produksi minyak di dalam negeri. Sementara, sambung dia, untuk meningkatkan produksi dari lapangan migas baru butuh waktu dan biaya tak sedikit.
"Jadi yang praktis seperti apa? Kita ini 47% lapangan migasnya termasuk lapangan mature yang umurnya di atas 25 tahun. Karakter lapangan tua ini produksinya turun, sementara cost naik terus. Ini tantangannya, bagaimana men-duit-kan lapangan mature ini," tandasnya.
Untuk itu, kata dia, produsen migas harus jeli mencari lapangan tua yang cadangan tersisanya (remaining reserve) masih cukup besar. Kemudian, sambung dia, produsen harus kreatif agar recovery rate dari lapangan tersebut dapat ditingkatkan.
Dia mencontohkan PT Pertamina EP (PEP) yang mampu mendongkrak recovery rate lapangan Sukowati hingga 50%. Hasilnya, lapangan ini mampu menyumbangkan produksi terbesar dari lapangan-lapangan lain yang dikelola oleh anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut.
"Jadi di-matching-kan antara lapangan yang recovery rate-nya masih kecil dengan cara mengangkat minyaknya ke permukaan. Coba cari yang paling efisien," tandasnya.
Amien menambahkan, hal itu sangat dimungkinkan karena Indonesia tidak kekurangan sumber daya yang handal di sektor migas. Dari sisi teknologi pun saat ini menurutnya sudah mendukung.
"Cari orang yg mengerti, lihat ke lapangan dan coba. Ini artinya butuh insinyur yang mengerti dan mau datang ke lapangan. Recovery Rate kita pasti bisa naik kalau SDM-nya baik. Lapangan Ada, SDM ada, teknologi ada. Hanya tinggal how to manage people," tandasnya.
Hal itu diungkapkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas) Amien Sunaryadi di sela acara diskusi dan peluncuran buku bertajuk "Making Money from Mature Fields: The Spirit of Indonesia's Oil & Gas Producers" di Jakarta, Rabu (7/11/2018).
"Indonesia ini agak berisiko, populasi naik terus, discovery (migas) kecil-kecil. Akibatnya impor naik terus, akhirnya rupiah yang kena (dampaknya)," ujar Amien.
Karena itu, kata dia, tantangan saat ini adalah bagaimana mendongkrak produksi minyak di dalam negeri. Sementara, sambung dia, untuk meningkatkan produksi dari lapangan migas baru butuh waktu dan biaya tak sedikit.
"Jadi yang praktis seperti apa? Kita ini 47% lapangan migasnya termasuk lapangan mature yang umurnya di atas 25 tahun. Karakter lapangan tua ini produksinya turun, sementara cost naik terus. Ini tantangannya, bagaimana men-duit-kan lapangan mature ini," tandasnya.
Untuk itu, kata dia, produsen migas harus jeli mencari lapangan tua yang cadangan tersisanya (remaining reserve) masih cukup besar. Kemudian, sambung dia, produsen harus kreatif agar recovery rate dari lapangan tersebut dapat ditingkatkan.
Dia mencontohkan PT Pertamina EP (PEP) yang mampu mendongkrak recovery rate lapangan Sukowati hingga 50%. Hasilnya, lapangan ini mampu menyumbangkan produksi terbesar dari lapangan-lapangan lain yang dikelola oleh anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut.
"Jadi di-matching-kan antara lapangan yang recovery rate-nya masih kecil dengan cara mengangkat minyaknya ke permukaan. Coba cari yang paling efisien," tandasnya.
Amien menambahkan, hal itu sangat dimungkinkan karena Indonesia tidak kekurangan sumber daya yang handal di sektor migas. Dari sisi teknologi pun saat ini menurutnya sudah mendukung.
"Cari orang yg mengerti, lihat ke lapangan dan coba. Ini artinya butuh insinyur yang mengerti dan mau datang ke lapangan. Recovery Rate kita pasti bisa naik kalau SDM-nya baik. Lapangan Ada, SDM ada, teknologi ada. Hanya tinggal how to manage people," tandasnya.
(fjo)