Otoritas Jasa Keuangan Percepat Likuiditas Pasar Modal
A
A
A
JAKARTA - Pasar modal Indonesia mulai menerapkan percepatan penyelesaian transaksi bursa saham dari sebelumnya pada hari bursa ke-3 (T+3) menjadi hari bursa ke-2 setelah hari pelaksanaan transaksi bursa (T+2).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, program percepatan transaksi bursa T+2 ini merupakan upaya pengembangan pasar modal Indonesia agar bisa berdaya saing global dengan tetap memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.
Pelaksanaan transaksi bursa T+2, menurut Hoesen, memiliki tujuan meningkatkan likuiditas melalui percepatan reinvestment dari modal investor maupun efisiensi operasional serta menambah kapasitas transaksi perusahaan efek.
“Hal ini sudah menyesuaikan dengan internasional best practice dalam peningkatan efisiensi penyelesaian transaksi bursa dan implementasi T+2 dipasar modal global, seperti Jerman, Hong Kong, India, Korea Selatan, Rusia, Taiwan, dan Thailand,” kata Hoesen di Jakarta, kemarin.
OJK juga meyakini, jika transaksi perdagangan yang terjadi di pasar modal tidak akan terpengaruh oleh implementasi percepatan penyelesaian transaksi di bursa saham dari sebelumnya pada hari bursa ke 3 (T+3) menjadi hari bursa ke 2 setelah transaksi bursa (T+2). Menurut Hoesen, banyak faktor memengaruhi transaksi perdagangan di pasar modal.
Pernyataan tersebut juga menepis isu yang menyebutkan jika transaksi perdagangan cenderung menurun ketika terjadi perubahan penyelesaian transaksi. “Menurut saya, faktornya banyak trading value turun atau tidak. Ini kan market masih jalan, kita belum tahu apa di akhir,” katanya.
Hoesen menyebutkan, jika saat ini pemerintah masih fokus memantau potensi risiko operasional yang terjadi dari perubahan tersebut mulai dari level SRO, broker, emiten, hingga investor. “Sekarang ini saatnya bagi kami melihat kemungkinan-kemungkinan adanya operational risk yang terjadi di broker, SRO, emiten, dan investor, termasuk bank kustodian,” ujarnya.
Disisilain, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga akan memantau penggabungan sistem yang terjadi di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) maupun antar perusahaan efek dan bank kustodian.
Sebagai informasi, pengaturan pelaksanaan penjualan efek secara paksa (forced sell ) merupakan bagian dari pokok peraturan transaksi bursa T+2. Pengaturan pelaksanaan forced sell oleh perantara pedagang efek pada saat dana menunjukkan saldo negatif memiliki penyesuaian.
Penyesuaian tersebut, kata dia, berupa kewajiban perantara pedagang efek menginformasikan kepada nasabah. Semula paling lambat pada T+4 disesuaikan menjadi paling lambat T+3 atau satu hari setelah tanggal penyelesaian yang disepakati untuk transaksi di luar Bursa.
Selanjutnya kewajiban perantara pedagang efek melakukan penjualan efek secara paksa atas efek nasabah pada T+4 atau dua hari setelah tanggal penyelesaian disepakati untuk transaksi di luar bursa, jika nasabah belum memenuhi kewajiban.
“Poinnya bukan masalah value-nya, saat ini sebagai masa transisi yang penting bagi kita tidak ada settlement yang gagal 28-29 karena masalah operasional. Mekanisme sudah ada, kalau gagal dikonversi jadi Alternate Cash Settlement (ACS) 125% dari tertinggi,” katanya.
Sebelumnya, BEI menjelaskan, jika broker gagal memberikan kewajiban sahamnya pada saat penyelesaian transaksi atau T+2 dapat dikenakan sanksi ACS 125% dari harga tertinggi atas efek yang jatuh tempo penyelesaiannya pada tanggal yang sama.
Ditempat sama, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menambahkan, pihaknya saat ini tengah menyosialisasikan kepada pelaku pasar internasional.
Untuk sosialisasi domestik sudah dianggap berjalan baik. “Sosialisasi ini saya rasa sudah berjalan baik untuk domestik, tetapi belum semua untuk asing, karena mereka memiliki custody dibeberapane gara. Jadi ada kekhawatiran karena perbedaan waktu infonya tidak sampai kepada mereka,” ujarnya.
Untuk manajemen risiko, Laksono menyebut telah menyiapkan securities lending and borrowing, menyiapkan dana pensiun dana asuransi yang besar, serta meminta bantuan pada lembaga pemegang saham institusi besar untuk membantu di pasar tunai apabila terjadi gagal serah.
“Yang jadi masalahkan mungkin hanya gagal serah. Kalau gagal bayar, uang mudah dicari. Itu tindakan-tindakan yang kita lakukan securities lending and borrowing dan meminta bantuan pemegang-pemegang saham institusi besar untuk membantu di pasar tunai,” katanya.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, program percepatan transaksi bursa T+2 ini merupakan upaya pengembangan pasar modal Indonesia agar bisa berdaya saing global dengan tetap memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.
Pelaksanaan transaksi bursa T+2, menurut Hoesen, memiliki tujuan meningkatkan likuiditas melalui percepatan reinvestment dari modal investor maupun efisiensi operasional serta menambah kapasitas transaksi perusahaan efek.
“Hal ini sudah menyesuaikan dengan internasional best practice dalam peningkatan efisiensi penyelesaian transaksi bursa dan implementasi T+2 dipasar modal global, seperti Jerman, Hong Kong, India, Korea Selatan, Rusia, Taiwan, dan Thailand,” kata Hoesen di Jakarta, kemarin.
OJK juga meyakini, jika transaksi perdagangan yang terjadi di pasar modal tidak akan terpengaruh oleh implementasi percepatan penyelesaian transaksi di bursa saham dari sebelumnya pada hari bursa ke 3 (T+3) menjadi hari bursa ke 2 setelah transaksi bursa (T+2). Menurut Hoesen, banyak faktor memengaruhi transaksi perdagangan di pasar modal.
Pernyataan tersebut juga menepis isu yang menyebutkan jika transaksi perdagangan cenderung menurun ketika terjadi perubahan penyelesaian transaksi. “Menurut saya, faktornya banyak trading value turun atau tidak. Ini kan market masih jalan, kita belum tahu apa di akhir,” katanya.
Hoesen menyebutkan, jika saat ini pemerintah masih fokus memantau potensi risiko operasional yang terjadi dari perubahan tersebut mulai dari level SRO, broker, emiten, hingga investor. “Sekarang ini saatnya bagi kami melihat kemungkinan-kemungkinan adanya operational risk yang terjadi di broker, SRO, emiten, dan investor, termasuk bank kustodian,” ujarnya.
Disisilain, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga akan memantau penggabungan sistem yang terjadi di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) maupun antar perusahaan efek dan bank kustodian.
Sebagai informasi, pengaturan pelaksanaan penjualan efek secara paksa (forced sell ) merupakan bagian dari pokok peraturan transaksi bursa T+2. Pengaturan pelaksanaan forced sell oleh perantara pedagang efek pada saat dana menunjukkan saldo negatif memiliki penyesuaian.
Penyesuaian tersebut, kata dia, berupa kewajiban perantara pedagang efek menginformasikan kepada nasabah. Semula paling lambat pada T+4 disesuaikan menjadi paling lambat T+3 atau satu hari setelah tanggal penyelesaian yang disepakati untuk transaksi di luar Bursa.
Selanjutnya kewajiban perantara pedagang efek melakukan penjualan efek secara paksa atas efek nasabah pada T+4 atau dua hari setelah tanggal penyelesaian disepakati untuk transaksi di luar bursa, jika nasabah belum memenuhi kewajiban.
“Poinnya bukan masalah value-nya, saat ini sebagai masa transisi yang penting bagi kita tidak ada settlement yang gagal 28-29 karena masalah operasional. Mekanisme sudah ada, kalau gagal dikonversi jadi Alternate Cash Settlement (ACS) 125% dari tertinggi,” katanya.
Sebelumnya, BEI menjelaskan, jika broker gagal memberikan kewajiban sahamnya pada saat penyelesaian transaksi atau T+2 dapat dikenakan sanksi ACS 125% dari harga tertinggi atas efek yang jatuh tempo penyelesaiannya pada tanggal yang sama.
Ditempat sama, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menambahkan, pihaknya saat ini tengah menyosialisasikan kepada pelaku pasar internasional.
Untuk sosialisasi domestik sudah dianggap berjalan baik. “Sosialisasi ini saya rasa sudah berjalan baik untuk domestik, tetapi belum semua untuk asing, karena mereka memiliki custody dibeberapane gara. Jadi ada kekhawatiran karena perbedaan waktu infonya tidak sampai kepada mereka,” ujarnya.
Untuk manajemen risiko, Laksono menyebut telah menyiapkan securities lending and borrowing, menyiapkan dana pensiun dana asuransi yang besar, serta meminta bantuan pada lembaga pemegang saham institusi besar untuk membantu di pasar tunai apabila terjadi gagal serah.
“Yang jadi masalahkan mungkin hanya gagal serah. Kalau gagal bayar, uang mudah dicari. Itu tindakan-tindakan yang kita lakukan securities lending and borrowing dan meminta bantuan pemegang-pemegang saham institusi besar untuk membantu di pasar tunai,” katanya.
(don)