Belum Ada Kilang dan Pabrik Petrokimia Terbangun, Jokowi Galau
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) galau lantaran selama empat tahun pemerintahan, belum ada kilang dan pabrik petrokimia yang terbangun. Hal ini mengingat, produksi minyak dan gas di Tanah Air yang terus menurun.
Dia mengatakan, Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam sebanyak Indonesia telah memiliki pabrik petrokimia dan kilangnya pun jalan. Sementara Indonesia, hingga saat ini pabrik petrokimia yang ada hanya Chandra Asri.
"Presiden pun galau, karena sudah empat tahun jadi presiden belum ada yang jadi pembangunan kilang. Di Singapura, angin saja impor tapi petrokimia jalan, kilang jalan. Kita petrokimia berapa? Sekarang ada masuk dari Taiwan (rencana pabrik petrokimia) tapi kayak yoyo (maju mundur)," katanya dalam acara Pertamina Energi Forum di Hotel Raffles, Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Menurutnya, produksi minyak dan gas di Tanah Air terus mengalami penurunan lantaran sumur-sumur minyak yang ada sebagian besar sudah tua. Akibatnya, Indonesia banyak mengimpor minyak dan membuat neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) menjadi defisit.
"CAD kita sangat terpengaruh dengan impor minyak. CAD kita tahun ini akan dekat USD24 miliar tahun lalu USD17 miliar. Tujuannya adalah me-minimize impor oil kita karena CAD kita," tandasnya.
Dia mengatakan, Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam sebanyak Indonesia telah memiliki pabrik petrokimia dan kilangnya pun jalan. Sementara Indonesia, hingga saat ini pabrik petrokimia yang ada hanya Chandra Asri.
"Presiden pun galau, karena sudah empat tahun jadi presiden belum ada yang jadi pembangunan kilang. Di Singapura, angin saja impor tapi petrokimia jalan, kilang jalan. Kita petrokimia berapa? Sekarang ada masuk dari Taiwan (rencana pabrik petrokimia) tapi kayak yoyo (maju mundur)," katanya dalam acara Pertamina Energi Forum di Hotel Raffles, Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Menurutnya, produksi minyak dan gas di Tanah Air terus mengalami penurunan lantaran sumur-sumur minyak yang ada sebagian besar sudah tua. Akibatnya, Indonesia banyak mengimpor minyak dan membuat neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) menjadi defisit.
"CAD kita sangat terpengaruh dengan impor minyak. CAD kita tahun ini akan dekat USD24 miliar tahun lalu USD17 miliar. Tujuannya adalah me-minimize impor oil kita karena CAD kita," tandasnya.
(fjo)