Lima Tahun ke Depan, Pangsa Pasar Keuangan Syariah Ditargetkan 20%
A
A
A
SURABAYA - Bank Indonesia (BI) menargetkan pangsa pasar keuangan syariah dapat mencapai 20% dalam lima tahun ke depan. Hingga saat ini, pangsa pasar industri keuangan syariah di Indonesia baru mencapai sekitar 8,47%.
"Itu bukan perbankan saja, tapi pasar modal syariah, pembiayaan syariah dan dana-dana sosial seperti zakat, wakaf dan lainnya," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat konferensi pers Strengthening National Economic Growth dalam rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (11/12/2018).
BI juga akan meluncurkan Sukuk Bank Indonesia yang bertujuan untuk menambah alternatif instrumen pasar uang syariah yang tradable sehingga dapat menjadi solusi jangka pendek kebutuhan likuiditas perbankan.
Menurut dia, instrumen Sukuk tersebut akan melengkapi instrumen moneter syariah BI yang ada saat ini seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS), reverse repo syariah, dan repo SBSN. Sukuk Bank Indonesia ini nantinya akan mensejajarkan BI dengan bank sentral-bank sentral lain yang telah terlebih dahulu menerbitkan Sukuk bank sentral seperti Bank Negara Malaysia, Central Bank of Bahrain, dan Central Bank of Jordan.
"Sukuk BI sangat penting, karena kalau pemerintah menerbitkan sukuk jangka panjang dan bisa digunakan underlying dari sukuk jangka pendek ini dalam sektor keuangan maka perputarannya semakin besar," paparnya.
Selain itu, pembiayaan infrastruktur juga bisa dibiayai dengan instrumen keuangan sukuk. Dengan memperbanyak instrumen keuangan dan perputaran serta memperbesar sektor ekonomi di berbagai hal itu maka pangsa pasar sektor syariah diyakini bisa mencapai di 20% dalam lima tahun yang akan datang.
Perry juga menyatakan, pengembangan kemandirian ekonomi pesantren dapat mendukung pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia. Terdapat tiga program dalam pengembangan ekonomi pesantren, pertama pengembangan berbagai unit usaha berpotensi yang memanfaatkan kerja sama antarpesantren.
Kedua, mendorong terjalinnya kerja sama bisnis antar pesantren melalui penyediaan virtual market produk usaha pesantren sekaligus business matching. Ketiga, pengembangan holding pesantren dan penyusunan standarisasi laporan keuangan untuk pesantren dengan nama SANTRI (Sistem Akuntansi Pesantren Indonesia) yang dapat digunakan oleh setiap unit usaha pesantren.
Pesantren di Indonesia merupakan sebuah keunikan dan keunggulan dibandingkan negara lain dalam hal pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Pasalnya, pesantren di Indonesia tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, namun memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam mencapai kemandirian ekonomi.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menambahkan, program kemandirian pesantren yang ditempuh didasari oleh kekuatan pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia yaitu, SDM pesantren, daya juang pesantren yang tinggi dan konsep pemberdayaan ekonomi pesantren.
"Dengan kekuatan tersebut, kunci kemandirian pesantren adalah pada pendirian unit usaha dan komunikasi bisnis antar pesantren," kata Dody.
Selain itu, pesantren juga sudah memiliki akar kemandirian ekonomi yang kuat dan mampu menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, sambung dia, manfaat ekonomi pesantren akan lebih optimal jika kemampuan wiraswata para santri terus ditingkatkan.
"Pesantren itu daya juangnya tidak bisa dipertanyakan dan kemampuan bersiang sudah teruji. Tinggal kemampuan kewirausahaan dan harus ditingkatkan," ungkap dia. Dengan demikian, melalui program pengembangan kemandirian pesantren diharapkan dapat mendorong pesantren sebagai penggerak utama dalam ekosistem halal value chain.
"Itu bukan perbankan saja, tapi pasar modal syariah, pembiayaan syariah dan dana-dana sosial seperti zakat, wakaf dan lainnya," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat konferensi pers Strengthening National Economic Growth dalam rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (11/12/2018).
BI juga akan meluncurkan Sukuk Bank Indonesia yang bertujuan untuk menambah alternatif instrumen pasar uang syariah yang tradable sehingga dapat menjadi solusi jangka pendek kebutuhan likuiditas perbankan.
Menurut dia, instrumen Sukuk tersebut akan melengkapi instrumen moneter syariah BI yang ada saat ini seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS), reverse repo syariah, dan repo SBSN. Sukuk Bank Indonesia ini nantinya akan mensejajarkan BI dengan bank sentral-bank sentral lain yang telah terlebih dahulu menerbitkan Sukuk bank sentral seperti Bank Negara Malaysia, Central Bank of Bahrain, dan Central Bank of Jordan.
"Sukuk BI sangat penting, karena kalau pemerintah menerbitkan sukuk jangka panjang dan bisa digunakan underlying dari sukuk jangka pendek ini dalam sektor keuangan maka perputarannya semakin besar," paparnya.
Selain itu, pembiayaan infrastruktur juga bisa dibiayai dengan instrumen keuangan sukuk. Dengan memperbanyak instrumen keuangan dan perputaran serta memperbesar sektor ekonomi di berbagai hal itu maka pangsa pasar sektor syariah diyakini bisa mencapai di 20% dalam lima tahun yang akan datang.
Perry juga menyatakan, pengembangan kemandirian ekonomi pesantren dapat mendukung pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia. Terdapat tiga program dalam pengembangan ekonomi pesantren, pertama pengembangan berbagai unit usaha berpotensi yang memanfaatkan kerja sama antarpesantren.
Kedua, mendorong terjalinnya kerja sama bisnis antar pesantren melalui penyediaan virtual market produk usaha pesantren sekaligus business matching. Ketiga, pengembangan holding pesantren dan penyusunan standarisasi laporan keuangan untuk pesantren dengan nama SANTRI (Sistem Akuntansi Pesantren Indonesia) yang dapat digunakan oleh setiap unit usaha pesantren.
Pesantren di Indonesia merupakan sebuah keunikan dan keunggulan dibandingkan negara lain dalam hal pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Pasalnya, pesantren di Indonesia tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, namun memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam mencapai kemandirian ekonomi.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menambahkan, program kemandirian pesantren yang ditempuh didasari oleh kekuatan pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia yaitu, SDM pesantren, daya juang pesantren yang tinggi dan konsep pemberdayaan ekonomi pesantren.
"Dengan kekuatan tersebut, kunci kemandirian pesantren adalah pada pendirian unit usaha dan komunikasi bisnis antar pesantren," kata Dody.
Selain itu, pesantren juga sudah memiliki akar kemandirian ekonomi yang kuat dan mampu menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, sambung dia, manfaat ekonomi pesantren akan lebih optimal jika kemampuan wiraswata para santri terus ditingkatkan.
"Pesantren itu daya juangnya tidak bisa dipertanyakan dan kemampuan bersiang sudah teruji. Tinggal kemampuan kewirausahaan dan harus ditingkatkan," ungkap dia. Dengan demikian, melalui program pengembangan kemandirian pesantren diharapkan dapat mendorong pesantren sebagai penggerak utama dalam ekosistem halal value chain.
(fjo)