LBH Jakarta Ogah Buka Data Korban Pinjaman Online ke OJK

Jum'at, 14 Desember 2018 - 16:12 WIB
LBH Jakarta Ogah Buka Data Korban Pinjaman Online ke OJK
LBH Jakarta Ogah Buka Data Korban Pinjaman Online ke OJK
A A A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyerahkan data korban pinjaman online (financial technology peer to peer lending/fintech P2P), untuk bisa segera ditindaklanjuti dan diselesaikan. Sayangnya, LBH Jakarta belum mau menyerahkan 1.330 data korban yang menyampaikan aduan kepada mereka tersebut.

Pengacara Publik LBH Jakarta Jeanny Sirait beralasan bahwa pihaknya dalam formulir pengaduan telah menyatakan akan merahasiakan data korban. Dia beralasan, jika tidak dirahasiakan, maka dia mengaku LBH Jakarta tidak ada bedanya dengan penyelenggara pinjaman online yang menyebarkan data pribadi milik peminjam (borrower).

"Berdasarkan pada pertemuan hari ini poinnya adalah OJK, Satgas dan segala pihak yang hadir di sana tadi. Meminta data pengaduan 1.330 pengadu yang sudah datang ke LBH Jakarta berdasarkan pada hal tersebut kami menegaskan bahwa, kami belum bisa memberikan data tersebut," katanya di Gedung Wisma Mulia, Jakarta, Jumat (14/12/2018).

Dia mengaku akan terlebih dahulu meminta izin kepada korban pinjaman online yang mengadu kepada mereka. Apalagi, lanjutnya, OJK sendiri sejatinya telah menerima ribuan pengaduan dari korban pinjaman online.

Sayangnya, kata Jeanny, yang menjawab aduan tersebut adalah mesin penjawab. Sehingga dia beranggapan, tidak ada upaya penyelesaian dari OJK.

"Bahkan kami punya bukti bahwa pengaduan yang diajukan oleh korban itu ditolak oleh OJK. Jadi kami harus bilang bahwa OJK berkutat pada pengaduan-pengaduan yang sebenarnya tidak ada tindak lanjut, perlu diketahui juga bahwa LBH Jakarta membuka pos pengaduan online karena bukannya korban tidak pernah mengadu ke OJK, pernah tapi mereka merasa tidak ada penyelesaian yang mereka peroleh dari OJK," tuturnya.

Selain itu, sambung dia, keengganan pihaknya untuk memberikan data korban kepada OJK bukan hanya karena berkaitan dengan korban yang mengalami pelanggaran HAM saja. Melainkan, memang adda sistem yang harus diubah dari OJK.

"Kalau tidak mekanisme yang berubah tahun depan dengan perkembangan financial technology peer to peer lending yang katanya akan menjadi dua kali lipat dari. Kalau tadi dibilang Rp25 triliun tahun depan bisa jadi Rp50 triliun atau dua kali lipat, maka jangan-jangan korbannya nanti bisa dua kali lipat juga yang ngadu di LBH Jakarta dan itu dalam waktu tiga minggu," tandasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5169 seconds (0.1#10.140)