Tahun 2019 Momentum Tepat Pemerintah Gencarkan IPO BUMN
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2019 dinilai oleh pengamat ekonomi sebagai momentum bagus untuk pemerintah mendorong perusahaan BUMN go publik atau melantai di pasar modal (IPO). Perusahaan BUMN yang paling merugi harus menjadi prioritas agar dapat segera memiliki tata kelola atau Good Corporate Governance (GCG) yang lebih baik.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, ada banyak hal positif yang akan dinilai masyarakat apabila pemerintah mendorong perusahaan BUMN go publik di tahun 2019. Terutama saat ini stigma masyarakat tentang BUMN hanyalah sapi perah pemerintah dan lebih banyak mencatatkan kerugian dibandingkan pelaku swasta sektor yang sama. Salah satu contohnya adalah PLN yang terus menderita kerugian hingga kuartal ketiga 2018 lalu.
“Kalau masuk bursa, keputusan direksi tidak mudah diintervensi karena ada tata kelola yang lebih transparan. Ini akan lebih bagus untuk semua direksi yang memimpin perusahaan BUMN kedepannya,” ungkap Enny di Jakarta.
Lebih lanjut dia mengatakan perusahaan BUMN yang go publik atau IPO di tahun politik justru akan sangat bagus bagi masyarakat dan citra pemerintah. Namun dia mengingatkan pemerintah jangan sekedar melakukan pencitraan karena dapat menjadi bumerang bagi pemerintah. “Itu bisa jadi nilai jual sangat bagus untuk pemerintah karena akan diapresiasi masyarakat. Tapi harus serius implementasi seperti apa. Bisa jadi bumerang kalau sekedar asal asalan lalu gagal,” ujarnya.
Sementara pengamat ekonomi dan Founder LBP Institute Lucky Bayu Purnomo juga melihat BUMN yang melantai di bursa akan jadi momentum positif di tahun politik. Ini adalah kesempatan emas karena kesempatan buat pemerintah dan kementerian BUMN menegaskan adanya niatan untuk membawa BUMN menjadi transparan dan lebih baik.
“Justru di tahun politik upaya penyelewengan lebih minim karena itu tahun konsolidasi. Dibandingkan tahun berjalannya pemerintahan. Contohnya dulu Krakatau Steel banyak temuan yang mencoreng proses transisinya masuk bursa,” ujar Lucky.
Dia juga mengatakan pemerintah harus prioritas pada sektor unggulan seperti perbankan, properti, konstruksi, dan perkebunan. Dia mencontohkan dulu Garuda Indonesia melakukan IPO di saat sektornya kurang diminati akibat harga minyak dunia tinggi. Akibatnya terjadi koreksi harga saat dilakukan IPO.
Kemudian juga saat ini kondisi makro ekonomi cukup bagus dengan indikator GDP di atas 5% yang diikuti perbaikan infrastruktur. Hal ini sentimen positif untuk momentum di 2019 karena target GDP di 2019 di level 5,19% hingga 5,25%. Masih ada ruang pertumbuhan GDP di 2019 karena selama 4 tahun terakhir angka GDP Indonesia di level 5% sedangkan dulu GDP di masa pemerintahan SBY mencapai 6,3%.
"Kita masih undervalue atau banyak ruang bertumbuh. Level IHSG juga masih di bawah angka tertingginya 6.679 sedangkan sekarang IHSG masih di bawah 6.200. Indikator kita positif di 2019,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, ada banyak hal positif yang akan dinilai masyarakat apabila pemerintah mendorong perusahaan BUMN go publik di tahun 2019. Terutama saat ini stigma masyarakat tentang BUMN hanyalah sapi perah pemerintah dan lebih banyak mencatatkan kerugian dibandingkan pelaku swasta sektor yang sama. Salah satu contohnya adalah PLN yang terus menderita kerugian hingga kuartal ketiga 2018 lalu.
“Kalau masuk bursa, keputusan direksi tidak mudah diintervensi karena ada tata kelola yang lebih transparan. Ini akan lebih bagus untuk semua direksi yang memimpin perusahaan BUMN kedepannya,” ungkap Enny di Jakarta.
Lebih lanjut dia mengatakan perusahaan BUMN yang go publik atau IPO di tahun politik justru akan sangat bagus bagi masyarakat dan citra pemerintah. Namun dia mengingatkan pemerintah jangan sekedar melakukan pencitraan karena dapat menjadi bumerang bagi pemerintah. “Itu bisa jadi nilai jual sangat bagus untuk pemerintah karena akan diapresiasi masyarakat. Tapi harus serius implementasi seperti apa. Bisa jadi bumerang kalau sekedar asal asalan lalu gagal,” ujarnya.
Sementara pengamat ekonomi dan Founder LBP Institute Lucky Bayu Purnomo juga melihat BUMN yang melantai di bursa akan jadi momentum positif di tahun politik. Ini adalah kesempatan emas karena kesempatan buat pemerintah dan kementerian BUMN menegaskan adanya niatan untuk membawa BUMN menjadi transparan dan lebih baik.
“Justru di tahun politik upaya penyelewengan lebih minim karena itu tahun konsolidasi. Dibandingkan tahun berjalannya pemerintahan. Contohnya dulu Krakatau Steel banyak temuan yang mencoreng proses transisinya masuk bursa,” ujar Lucky.
Dia juga mengatakan pemerintah harus prioritas pada sektor unggulan seperti perbankan, properti, konstruksi, dan perkebunan. Dia mencontohkan dulu Garuda Indonesia melakukan IPO di saat sektornya kurang diminati akibat harga minyak dunia tinggi. Akibatnya terjadi koreksi harga saat dilakukan IPO.
Kemudian juga saat ini kondisi makro ekonomi cukup bagus dengan indikator GDP di atas 5% yang diikuti perbaikan infrastruktur. Hal ini sentimen positif untuk momentum di 2019 karena target GDP di 2019 di level 5,19% hingga 5,25%. Masih ada ruang pertumbuhan GDP di 2019 karena selama 4 tahun terakhir angka GDP Indonesia di level 5% sedangkan dulu GDP di masa pemerintahan SBY mencapai 6,3%.
"Kita masih undervalue atau banyak ruang bertumbuh. Level IHSG juga masih di bawah angka tertingginya 6.679 sedangkan sekarang IHSG masih di bawah 6.200. Indikator kita positif di 2019,” jelasnya.
(akr)