Peran Penting Industri Manufaktur Genjot Investasi dan Ekspor
A
A
A
JAKARTA - Industri manufaktur berperan penting dalam upaya menggenjot nilai investasi dan ekspor sehingga menjadi sektor andalan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen merevitalisasi industri manufaktur melalui pelaksanaan peta jalan Making Indonesia 4.0 agar siap memasuki era revolusi industri 4.0.
“Saat ini, sektor industri berkontribusi terhadap PDB sebesar 20% kemudian untuk perpajakan sekitar 30% dan ekspor hingga 74%. Capaian ini yang terbesar disumbangkan dari lima sektor manufaktur di dalam Making Indonesia 4.0,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto pada Diskusi Outlook Perekonomian Indonesia 2019 di Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Kelima sektor yang dimaksud itu, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronika. Sambung Airlangga menyampaikan, bahwa quickwins peningkatan ekspor bisa dilakukan melalui pengembangan ekspor produk hortikultura seperti pengalengan buah-buahan dan ekspor buah segar yang dilakukan di Lampung dan akan direplikasi di daerah lain.
"Selain itu, otomotif juga punya kapasitas yang potensial. Ini memerlukan regulasi," kata Menperin.
Menperin menegaskan, pemerintah bertekad untuk terus menciptkan iklim bisnis yang kondusif dan memberikan kemudahan perizinan usaha agar dapat lebih menarik investasi. Sepanjang tahun 2018, diproyeksi penanaman modal dari sektor industri manufaktur mencapai Rp226,18 triliun.
“Kalau kita lihat, beberapa provinsi pertumbuhan ekonominya mampu lebih tinggi dari pertumbuhan nasional. Misalnya, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara, karena di daerah tersebut ada kawasan industri. Ini di luar Jawa Timur. Jadi, ada output industri,” paparnya.
Selain itu, terang dia aktivitas industri senantiasa konsisten memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian baik di daerah maupun nasional. Misalnya, peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa negara. Hal ini tidak terlepas dari peran peningkatan investasi sektor manufaktur.
“Indonesia saat ini masih menjadi negara tujuan utama untuk investasi. Ada beberapa investor yang sudah menyatakan minatnya ingin masuk, seperti dari Eropa dan Asia. Jadi, akan ada penambahan kapasitas baru di sektor industri otomotif, alas kaki, dan garmen,” tandasnya.
“Saat ini, sektor industri berkontribusi terhadap PDB sebesar 20% kemudian untuk perpajakan sekitar 30% dan ekspor hingga 74%. Capaian ini yang terbesar disumbangkan dari lima sektor manufaktur di dalam Making Indonesia 4.0,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto pada Diskusi Outlook Perekonomian Indonesia 2019 di Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Kelima sektor yang dimaksud itu, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronika. Sambung Airlangga menyampaikan, bahwa quickwins peningkatan ekspor bisa dilakukan melalui pengembangan ekspor produk hortikultura seperti pengalengan buah-buahan dan ekspor buah segar yang dilakukan di Lampung dan akan direplikasi di daerah lain.
"Selain itu, otomotif juga punya kapasitas yang potensial. Ini memerlukan regulasi," kata Menperin.
Menperin menegaskan, pemerintah bertekad untuk terus menciptkan iklim bisnis yang kondusif dan memberikan kemudahan perizinan usaha agar dapat lebih menarik investasi. Sepanjang tahun 2018, diproyeksi penanaman modal dari sektor industri manufaktur mencapai Rp226,18 triliun.
“Kalau kita lihat, beberapa provinsi pertumbuhan ekonominya mampu lebih tinggi dari pertumbuhan nasional. Misalnya, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara, karena di daerah tersebut ada kawasan industri. Ini di luar Jawa Timur. Jadi, ada output industri,” paparnya.
Selain itu, terang dia aktivitas industri senantiasa konsisten memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian baik di daerah maupun nasional. Misalnya, peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa negara. Hal ini tidak terlepas dari peran peningkatan investasi sektor manufaktur.
“Indonesia saat ini masih menjadi negara tujuan utama untuk investasi. Ada beberapa investor yang sudah menyatakan minatnya ingin masuk, seperti dari Eropa dan Asia. Jadi, akan ada penambahan kapasitas baru di sektor industri otomotif, alas kaki, dan garmen,” tandasnya.
(akr)