Penjualan Apartemen Redup, Investor Lebih Tertarik SBN dan Deposito
A
A
A
JAKARTA - Geliat investasi di sektor properti, khususnya apartemen sepanjang 2018 nampak redup. Terlihat dari pertumbuhan jumlah pasokan hunian apartemen tidak sejalan dengan jumlah penyerapannya.
Senior Associate Director Research Colliers Ferry Salanto menjelaskan, rendahnya minat investasi pada hunian apartemen didorong imbal hasil yang ditawarkan tak lebih besar dari produk investasi surat berharga dan deposito. Hal ini berdampak pada tingkat penjualan apartemen yang terus redup.
Pasalnya, sukuk ritel yang diterbitkan pemerintah, salah satunya seri SBR004 menawarkan imbal hasil 7,10%, kemudian ada Surat Berharga Negara (SBN), salah satunya seri ORI15 yang menawarkan imbal hasil 7,00%. Serta, produk deposito baik bertenor 1 bulan hingga 1 tahun menawarkan imbal hasil 6,50%. Padahal imbal hasil yang ditawarkan dari apartemen hanya sebesar 5,50%.
"Penjualan apartemen kenapa enggak bagus-bagus? Karena yield-nya (imbal hasil) tidak lebih besar dari sukuk ritel, SBN, atau deposito. Yield apartemen dari tahun ke tahun terus menurun," ujar Ferry di Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Pada tahun 2013 imbal hasil apartemen mencapai 10,20%, saat itu lebih tinggi dari deposito yang hanya 6,39%. Namun terus menurun, hingga akhirnya di 2018 jadi 5,50%, jauh lebih rendah dari imbal hasil obligasi yang kini sebesar 6,20%.
Bergesernya gaya hidup masyarakat dari investasi properti, juga terlihat dari tren meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) setiap tahunnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pada 5 tahun terakhir jumlah DPK tumbuh 9,2%. "Ini mengindikasikan orang lebih cenderung menabung daripada mebelanjakan uangnya ke bentuk properti," kata Ferry.
Meski demikian, diakui Ferry, kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) oleh Bank Indonesia (BI) jadi salah satu penolong yang mendorong pertumbuhan pemebelian apartemen. "Positifnya, revisi LTV mendorong pembelian apartemen lebih banyak lagi," ujarnya.
Berdasarkan laporan Colliers International Indonesia, konsultan realestat, sepanjang tahun 2018 terdapat 17.524 unit apartemen, jumlah ini meningkat 116% dibanding pasokan di tahun 2017. Padahal rata-rata tingkat serapan hunian apartemen 86,9%, cenderung stagnan meski jumlah proyek baru tak banyak dan beberapa stimulus telah diberikan pemerintah. Adapun secara tahunan, pasokan hunian apartemen tumbuh 9,2% year on year (yoy), sedangkan tingkat serapannya hanya 1% yoy.
Senior Associate Director Research Colliers Ferry Salanto menjelaskan, rendahnya minat investasi pada hunian apartemen didorong imbal hasil yang ditawarkan tak lebih besar dari produk investasi surat berharga dan deposito. Hal ini berdampak pada tingkat penjualan apartemen yang terus redup.
Pasalnya, sukuk ritel yang diterbitkan pemerintah, salah satunya seri SBR004 menawarkan imbal hasil 7,10%, kemudian ada Surat Berharga Negara (SBN), salah satunya seri ORI15 yang menawarkan imbal hasil 7,00%. Serta, produk deposito baik bertenor 1 bulan hingga 1 tahun menawarkan imbal hasil 6,50%. Padahal imbal hasil yang ditawarkan dari apartemen hanya sebesar 5,50%.
"Penjualan apartemen kenapa enggak bagus-bagus? Karena yield-nya (imbal hasil) tidak lebih besar dari sukuk ritel, SBN, atau deposito. Yield apartemen dari tahun ke tahun terus menurun," ujar Ferry di Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Pada tahun 2013 imbal hasil apartemen mencapai 10,20%, saat itu lebih tinggi dari deposito yang hanya 6,39%. Namun terus menurun, hingga akhirnya di 2018 jadi 5,50%, jauh lebih rendah dari imbal hasil obligasi yang kini sebesar 6,20%.
Bergesernya gaya hidup masyarakat dari investasi properti, juga terlihat dari tren meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) setiap tahunnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pada 5 tahun terakhir jumlah DPK tumbuh 9,2%. "Ini mengindikasikan orang lebih cenderung menabung daripada mebelanjakan uangnya ke bentuk properti," kata Ferry.
Meski demikian, diakui Ferry, kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) oleh Bank Indonesia (BI) jadi salah satu penolong yang mendorong pertumbuhan pemebelian apartemen. "Positifnya, revisi LTV mendorong pembelian apartemen lebih banyak lagi," ujarnya.
Berdasarkan laporan Colliers International Indonesia, konsultan realestat, sepanjang tahun 2018 terdapat 17.524 unit apartemen, jumlah ini meningkat 116% dibanding pasokan di tahun 2017. Padahal rata-rata tingkat serapan hunian apartemen 86,9%, cenderung stagnan meski jumlah proyek baru tak banyak dan beberapa stimulus telah diberikan pemerintah. Adapun secara tahunan, pasokan hunian apartemen tumbuh 9,2% year on year (yoy), sedangkan tingkat serapannya hanya 1% yoy.
(akr)