Revolusi Industri 4.0 Bakal Dongkrak Kinerja Hingga 50%
A
A
A
JAKARTA - Revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan pada model bisnis baru di sektor manufaktur, yang dinilai mampu meningkatkan kinerja hingga 20-50% lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini karena melalui pemanfaatan teknologi digital secara terintegrasi.
“Jadi, tentunya penerapan industri 4.0 diyakini akan memacu produktivitas dan kualitas sehingga produk yang dihasilkan lebih inovatif dan kompetitif,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto sesuai keterangan resmi di Jakarta, Jumat (25/1/2019)
Saat itu, Menperin menjadi narasumber pada workshop mengenai strategi bisnis dan dampak global dari Future Factory 4.0dalam rangkaian kegiatan 2019 World Economic Forum Annual Meeting di Davos, Swiss. Salah satu fokus pembahasannya adalah upaya peningkatan penggunaan teknologi di industri manufaktur.
Adapun lima teknologi utama yang menopang pembangunan sistem industri 4.0, yaitu Internet of Things, ArtificialIntelligence, Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3DPrinting. “Penerapan industri 4.0 merupakan upaya untuk melakukan otomatisasi dan digitalisasi pada proses produksi,” terangnya.
Langkah tersebut mendorong pengembangan pabrik masa depan di era industri 4.0 atau Future Factory 4.0.Ini menjadi inisiatif yang bertujuan membantu perusahaan-perusahaan manufaktur, termasuk industri kecil dan menengah (IKM), untuk beradaptasi dengan tekanan persaingan global dan perkembanganteknologi terbaru.
“Inisiatif ini akan membantu industri untuk memenuhi permintaan konsumen global yang meningkat terhadap produk yang lebih ramah lingkungan, lebih sesuai dan lebih berkualitas melalui transisi industri dengan lebih sedikit limbah dan penggunaan sumber daya yang lebih baik,” paparnya.
Guna memaksimalkan pemanfaatan teknologi terkini, perlu mengidentifikasi keterampilan baru yang dibutuhkan serta mendukung upaya peningkatan kemampuan dan pendidikan SDM industri. Untuk itu, pemerintah berkomitmen menyiapkan formulasi percepatan penerapan industri 4.0 melalui insentif pajak (untuk sektor yang berinvestasi di penelitian dan pengembangan teknologi), pelatihan manajer dan ahli, fasilitas untuk IKM, program percontohan, dan pendirian pusat inovasi industri 4.0.
Selanjutnya, diperlukan penguatan kemitraan yang sinergi antara pemerintah dengan swasta. Selain itu,dibutuhkan kegiatan penelitian dan pengembangan yang lebih aktif guna menciptakan proses manufaktur berteknologi tinggi, kemudian peralatan dan sistem manufaktur yang adaptif dan cerdas, desain pabrik yang efisien, serta manajemen data untuk meningkatkan produksi.
Menperin menambahkan, revolusi industri 4.0 juga telah mengubah operasi menjadi inovasi dan mendorong paradigma produktivitas baru di sektor manufaktur. “Mau tidak mau, kalau kita bicara future production, bicara pula tentang memperluas pasar ekspor. Kalau kita bicara pasar ekspor, berarti globalisasi,” ungkapnya.
Dalam hal ini, sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, Kementerian Perindustrian terus menggenjot kinerja industri yang berorientasi ekspor. Sektor yang menjadi prioritas, di antaranya yang akan menjadi pionir penerapan industri 4.0, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronika.
“Indonesia sudah memprioritaskan pada industri yang berorientasi ekspor di lima sektor tersebut sesuai Making Indonesia 4.0. Jadi, lima sektor itu memang diminati oleh berbagai negara, tentu ini bagian dari global supply chain yang dihasilkan dari Indonesia,” tuturnya.
Kemenperin mencatat, industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor nasional hingga 73%. Nilai ekspor industri pengolahan nonmigas diproyeksi menembus USD130,74 miliar pada tahun 2018. Capaian ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar USD125,10 miliar.
“Jadi, tentunya penerapan industri 4.0 diyakini akan memacu produktivitas dan kualitas sehingga produk yang dihasilkan lebih inovatif dan kompetitif,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto sesuai keterangan resmi di Jakarta, Jumat (25/1/2019)
Saat itu, Menperin menjadi narasumber pada workshop mengenai strategi bisnis dan dampak global dari Future Factory 4.0dalam rangkaian kegiatan 2019 World Economic Forum Annual Meeting di Davos, Swiss. Salah satu fokus pembahasannya adalah upaya peningkatan penggunaan teknologi di industri manufaktur.
Adapun lima teknologi utama yang menopang pembangunan sistem industri 4.0, yaitu Internet of Things, ArtificialIntelligence, Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3DPrinting. “Penerapan industri 4.0 merupakan upaya untuk melakukan otomatisasi dan digitalisasi pada proses produksi,” terangnya.
Langkah tersebut mendorong pengembangan pabrik masa depan di era industri 4.0 atau Future Factory 4.0.Ini menjadi inisiatif yang bertujuan membantu perusahaan-perusahaan manufaktur, termasuk industri kecil dan menengah (IKM), untuk beradaptasi dengan tekanan persaingan global dan perkembanganteknologi terbaru.
“Inisiatif ini akan membantu industri untuk memenuhi permintaan konsumen global yang meningkat terhadap produk yang lebih ramah lingkungan, lebih sesuai dan lebih berkualitas melalui transisi industri dengan lebih sedikit limbah dan penggunaan sumber daya yang lebih baik,” paparnya.
Guna memaksimalkan pemanfaatan teknologi terkini, perlu mengidentifikasi keterampilan baru yang dibutuhkan serta mendukung upaya peningkatan kemampuan dan pendidikan SDM industri. Untuk itu, pemerintah berkomitmen menyiapkan formulasi percepatan penerapan industri 4.0 melalui insentif pajak (untuk sektor yang berinvestasi di penelitian dan pengembangan teknologi), pelatihan manajer dan ahli, fasilitas untuk IKM, program percontohan, dan pendirian pusat inovasi industri 4.0.
Selanjutnya, diperlukan penguatan kemitraan yang sinergi antara pemerintah dengan swasta. Selain itu,dibutuhkan kegiatan penelitian dan pengembangan yang lebih aktif guna menciptakan proses manufaktur berteknologi tinggi, kemudian peralatan dan sistem manufaktur yang adaptif dan cerdas, desain pabrik yang efisien, serta manajemen data untuk meningkatkan produksi.
Menperin menambahkan, revolusi industri 4.0 juga telah mengubah operasi menjadi inovasi dan mendorong paradigma produktivitas baru di sektor manufaktur. “Mau tidak mau, kalau kita bicara future production, bicara pula tentang memperluas pasar ekspor. Kalau kita bicara pasar ekspor, berarti globalisasi,” ungkapnya.
Dalam hal ini, sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, Kementerian Perindustrian terus menggenjot kinerja industri yang berorientasi ekspor. Sektor yang menjadi prioritas, di antaranya yang akan menjadi pionir penerapan industri 4.0, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronika.
“Indonesia sudah memprioritaskan pada industri yang berorientasi ekspor di lima sektor tersebut sesuai Making Indonesia 4.0. Jadi, lima sektor itu memang diminati oleh berbagai negara, tentu ini bagian dari global supply chain yang dihasilkan dari Indonesia,” tuturnya.
Kemenperin mencatat, industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor nasional hingga 73%. Nilai ekspor industri pengolahan nonmigas diproyeksi menembus USD130,74 miliar pada tahun 2018. Capaian ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar USD125,10 miliar.
(akr)