Bank Indonesia Menjaga Kecukupan Likuiditas Perbankan

Rabu, 30 Januari 2019 - 22:08 WIB
Bank Indonesia Menjaga...
Bank Indonesia Menjaga Kecukupan Likuiditas Perbankan
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) terus menjaga agar likuditas perbankan tetap cukup dan terus melakukan berbagai instrumen lewat operasi moneter untuk menjaga ketersediaan likuiditas baik rupiah maupun valuta asing (valas). Maka dari itu, BI telah merelaksasi aturan giro wajib minimum (GWM) rata-rata (averaging) dan rasio penyangga likuditas makroprudensial (PLM) dimana untuk GWM averaging semula sebesar 2%, kini setelah relaksasi menjadi 3%.

"Likuiditas itu harus kita jaga agar cukup. Jadi tidak boleh kurang dan tidak boleh berlebih. Setiap bank itu pasti kami monitor dan pantau terus," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo saat menghadiri acara 'Dialog Ekonomi Perbankan Bersama Gubernur BI' di Jakarta, Rabu (30/1/2019).

Sedangkan rasio PLM juga dilonggarkan dari 2% menjadi 4%. Selain itu, PLM bisa digunakan sebagai underlying repo ke BI. Lebih lanjut Ia memaparkan, relaksasi ini bertujuan agar bank semakin fleksibel dalam mengelola likuiditas. Dengan demikian, perbankan bisa mengatur likuiditasnya menjadi lebih baik. "Kami naikan suku bunga dan kendorkan likuiditas. OJK meningkatkan efisiensi sehingga memang risiko NPL turun," ungkap dia.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai, sebenarnya likuditas khusus dana perbankan untuk kredit yang menjadi permasalahan. Likuiditas itu memiliki policy dan bank-bank buku 4 yang paling berat untuk mendapatkan sumber dana. Sehingga, nantinya akan ada perebutan dana yang berakibat adanya perebutan likuiditas.

"Jadi bank buku 4 paling berat sekali untuk mendapatkan sumber dana sehingga nanti akan ada perebutan. Ini akibatnya suku bunga yang harusnya tidak naik jadi naik karena perebutan likuiditas," beber Aviliani.

Dengan demikian, hal tersebut akan menyebabkan penurunan Net Interest Margin (NIM). "Karena bagaimana pun dengan likuiditas yang mahal pastinya suku bunga mahal. Dan kalau mahal akan dampak terhadap nego-an bunga dan orang yang punya banyak dana akan untung," katanya.

Dengan ketatnya likuditas, ada bank-bank yang LDR nya dari dulu tidak mau sampai ke angka 90% dan di jaga pada angka 80%. Menurut Aviliani, menjelang 10 tahun kedepan nantinya perbankan akan memegang dana masyarakat sekitar 55%. Sedangkan sisanya 45% pada non bank.

"Hasil survei membuktikan anak Milenial akan menempatkan uang bukan di bank tapi di reksa dana, fintech untuk diputarkan dengan yield lebih tinggi," ungkap Aviliani.

Selain itu, kedepan akan ada perubahan termasuk sistem pembayaran seperti gopay, dana OVO dan lain-lain. Sehingga, hal tersebut yang membuat masyarakat melakukan pembayaran bukan di debit ataupun kartu kredit melainkan dari situ (OVO, Gopay dll).

"Itu akan mengurangi pendapatan bank. Dan kedepan bank tantangannya berat karena mereka harus berekosistem. Bank juga harus berkolaborasi dengan fintech dan sistem pembayaran lain," imbuhnya.

Maka dari itu, perbankan harus memiliki kreatifitas dalam memasarkan produk dan jasa keuangan. Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng menyatakan, secara keseluruhan tahun 2018 ekonomi Indonesia masih tumbuh dan berkembang.

Menurut dia, negara Indonesia belum punah justru Indonesia masih berpotensi untuk terus maju. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang masih di angka 5,17% dengan inflasi terkendali sebesar 3,5 plus minus 1%. "Dengan mengendalikan inflasi yang baik, tentunya ini memberikan impact pada daya beli masyarakat," ujar dia.

Dari sisi kurs, nilai tukar rupiah memang beberapa waktu terakhir ada gejolak. Masalah yang paling mendasar adalah supply dan demand. Akan tetapi, yang harus diperbaiki adalah reformasi struktural dengan membangun kembali industri yang menciptkan lapangan kerja di ekspor.

"Belakangan ini, setelah Bank Indonesia melakukan beberapa kebijakan menaikan suku bunga, dolar perlahan mulai masuk. Lalu portofolio investasi juga sudah mulai masuk sehingga memperkuat supply dolar Indonesia," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1256 seconds (0.1#10.140)