Objek Vital Nasional, Kemenperin-Polri Jaga Aktivitas Kawasan Industri
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berikhtiar mendorong penumbuhan sektor manufaktur yang berbasis pada pengembangan wilayah atau klaster industri. Hal ini demi memacu pemerataan ekonomi terutama di luar Jawa.
"Langkah ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo agar investasi industri tidak di Jawa terus, sehingga akan tercipta Indonesia sentris," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Airlangga menjelaskan, pembangunan kawasan industri di luar Jawa difokuskan pada penumbuhan sektor manufaktur yang mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku atau sumber daya alam setempat. Selain itu, adanya investasi di wilayah luar Jawa, membuat penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa dari ekspor cukup signifikan.
"Misalnya kawasan industri di Dumai, Riau, untuk pengolahan kelapa sawit. Ekspor CPO dari sana sangat besar, mendekati 20 juta ton per tahun. Kemudian di Sei Mangkei dan Kuala Tanjung, Sumatra Utara, basisnya adalah industri aluminium. Di Aceh dan Bontang yang berbasis gas, menghasilkan produk turunan seperti pupuk. Sedangkan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah berbasis smelter nikel," paparnya.
Airlangga meggambarkan, lima tahun lalu, Indonesia hanya mengekspor nickel ore (bijih nikel) sebanyak 4 juta ton dengan harga USD60 per ton. Kini, dengan adanya industri smelter nikel di Morowali, telah menghasilkan stainless steel yang harganya di atas USD2.000.
"Jadi yang awalnya nilai ekspor sekitar USD240 juta, sekarang menjadi USD5 miliar. Ini yang namanya nilai tambah," ungkapnya.
Melalui kawasan industri Morowali, investasi pun terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar USD3,4 miliar menjadi USD5 miliar di tahun 2018.
"Jumlah penyerapan tenaga kerja di sana terbilang sangat besar hingga 30 ribu orang, dengan komposisi 27 ribu tenaga kerja lokal dan 3 ribu tenaga kerja China. Jadi, tidak benar kalau banyak tenaga kerja asing," imbuhnya.
Sementara itu, dari kawasan Jawa Barat, mampu mencatatkan nilai ekspor nonmigas sebesar USD27,79 miliar pada Januari-November 2018 atau naik 4,08% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kontribusi terbesarnya,sektor industri otomotif dan permesinan dengan nilai USD10,83 miliar. Jumlah tenaga kerja sektor industri di Jabar mencapai 4,35 juta orang.
Wilayah Jawa Tengah, kinerja ekspor dari industri manufakturnya menembus angka USD6,4 miliar sepanjang tahun 2018, meningkat dari tahun sebelumnya USD5,7 miliar. Sumbangsih terbesar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil yang mencapai USD2,83 miliar. Total tenaga kerja sektor industri di Jateng sebanyak 3,78 juta orang.
Airlangga menyampaikan, kawasan industri menjadi salah satu objek vital nasional yang perlu dapat pengamanan untuk menjaga keberlangsungan aktivitasnya. Oleh karena itu, Kemenperin dan Polri berkoordinasi dalam menciptakan sistem yang standar serta melakukan pembinaan dan pelatihan.
Hingga tahun 2018, sudah ada 75 perusahaan dan 21 kawasan yang ditetapkan sebagai objek vital nasional sektor industri (OVNI).
"Upaya strategis ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif guna mendorong industri agar terus menambah investasi dan ekspansi. Kalau ini tercipta dengan baik, mendorong kesejahteraan masyarakat. Jadi yang penting adalah orang bisa bekerja dan punya daya beli," tegasnya.
Untuk menggenjot daya saing industri nasional di kencah global, Kemenperin telah menyiapkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
"Dalam World Economic Forum kemarin, disampaikan industri 4.0 tidak bisa dihindari. Itu menjadi perubahan peradaban, dari nondigital menjadi digitalisasi. Bahkan dengan digitalisasi, globalisasi bisa dibangun dengan nuansa lokal atau glokalisasi," terangnya.
Selanjutnya, Kemenperin turut meningkatkan kompetensi tenaga kerja industri melalui pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi. "Kami terus meluncurkan program link and match antara SMK dengan industri. Tahun ini, setelah menjangkau Sulawesi Selatan, akan kembali digelar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan target melibatkan 2.600 SMK dan 750 industri," tandasnya.
"Langkah ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo agar investasi industri tidak di Jawa terus, sehingga akan tercipta Indonesia sentris," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Airlangga menjelaskan, pembangunan kawasan industri di luar Jawa difokuskan pada penumbuhan sektor manufaktur yang mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku atau sumber daya alam setempat. Selain itu, adanya investasi di wilayah luar Jawa, membuat penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa dari ekspor cukup signifikan.
"Misalnya kawasan industri di Dumai, Riau, untuk pengolahan kelapa sawit. Ekspor CPO dari sana sangat besar, mendekati 20 juta ton per tahun. Kemudian di Sei Mangkei dan Kuala Tanjung, Sumatra Utara, basisnya adalah industri aluminium. Di Aceh dan Bontang yang berbasis gas, menghasilkan produk turunan seperti pupuk. Sedangkan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah berbasis smelter nikel," paparnya.
Airlangga meggambarkan, lima tahun lalu, Indonesia hanya mengekspor nickel ore (bijih nikel) sebanyak 4 juta ton dengan harga USD60 per ton. Kini, dengan adanya industri smelter nikel di Morowali, telah menghasilkan stainless steel yang harganya di atas USD2.000.
"Jadi yang awalnya nilai ekspor sekitar USD240 juta, sekarang menjadi USD5 miliar. Ini yang namanya nilai tambah," ungkapnya.
Melalui kawasan industri Morowali, investasi pun terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar USD3,4 miliar menjadi USD5 miliar di tahun 2018.
"Jumlah penyerapan tenaga kerja di sana terbilang sangat besar hingga 30 ribu orang, dengan komposisi 27 ribu tenaga kerja lokal dan 3 ribu tenaga kerja China. Jadi, tidak benar kalau banyak tenaga kerja asing," imbuhnya.
Sementara itu, dari kawasan Jawa Barat, mampu mencatatkan nilai ekspor nonmigas sebesar USD27,79 miliar pada Januari-November 2018 atau naik 4,08% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kontribusi terbesarnya,sektor industri otomotif dan permesinan dengan nilai USD10,83 miliar. Jumlah tenaga kerja sektor industri di Jabar mencapai 4,35 juta orang.
Wilayah Jawa Tengah, kinerja ekspor dari industri manufakturnya menembus angka USD6,4 miliar sepanjang tahun 2018, meningkat dari tahun sebelumnya USD5,7 miliar. Sumbangsih terbesar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil yang mencapai USD2,83 miliar. Total tenaga kerja sektor industri di Jateng sebanyak 3,78 juta orang.
Airlangga menyampaikan, kawasan industri menjadi salah satu objek vital nasional yang perlu dapat pengamanan untuk menjaga keberlangsungan aktivitasnya. Oleh karena itu, Kemenperin dan Polri berkoordinasi dalam menciptakan sistem yang standar serta melakukan pembinaan dan pelatihan.
Hingga tahun 2018, sudah ada 75 perusahaan dan 21 kawasan yang ditetapkan sebagai objek vital nasional sektor industri (OVNI).
"Upaya strategis ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif guna mendorong industri agar terus menambah investasi dan ekspansi. Kalau ini tercipta dengan baik, mendorong kesejahteraan masyarakat. Jadi yang penting adalah orang bisa bekerja dan punya daya beli," tegasnya.
Untuk menggenjot daya saing industri nasional di kencah global, Kemenperin telah menyiapkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
"Dalam World Economic Forum kemarin, disampaikan industri 4.0 tidak bisa dihindari. Itu menjadi perubahan peradaban, dari nondigital menjadi digitalisasi. Bahkan dengan digitalisasi, globalisasi bisa dibangun dengan nuansa lokal atau glokalisasi," terangnya.
Selanjutnya, Kemenperin turut meningkatkan kompetensi tenaga kerja industri melalui pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi. "Kami terus meluncurkan program link and match antara SMK dengan industri. Tahun ini, setelah menjangkau Sulawesi Selatan, akan kembali digelar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan target melibatkan 2.600 SMK dan 750 industri," tandasnya.
(ven)