Produktivitas Rendah Penyebab Pertumbuhan Ekonomi Masih Lemah
A
A
A
JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) dan Kementerian PPN/Bappenas merilis sejumlah faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga belum bisa mencapai impian sebesar 7%.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan dalam membangun pertumbuhan ekonomi, tidak bisa hanya mengandalkan pada basis pertanian, sumber daya alam, manufaktur dan industri jasa yang sederhana. Hal tersebut sulit untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi.
Bambang menjelaskan, produktivitas yang rendah menjadi penyebab mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum bisa menyentuh level 7%.
Dalam laporan ADB, menggarisbawahi tentang pentingnya peningkatan produktivitas di Indonesia. Hal ini untuk mendukung diversifikasi produk industri, menciptakan kaitan kuat antara perusahaan besar dengan usaha kecil dan menengah, juga antara perusahaan domestik dengan pasar internasional.
"Bila Indonesia ingin jadi negara ekonomi dengan penghasilan menengah ke atas dalam 15 tahun mendatang, kita harus meningkatkan produktivitas. Terutama dalam bidang industri, membangun sektor manufaktur yang canggih menjadi penting agar pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih optimal dalam jangka menengah dan panjang," ujar Bambang di Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Lanjut dia, dengan mengembangkan kegiatan manufaktur yang canggih serta bernilai tambah yang tinggi, ini bisa membuat Indonesia mencapai penghasilan yang lebih tinggi pula.
Menurut mantan Menteri Keuangan ini, saat ini, sektor manufaktur Indonesia belum terdiversifikasi. Hanya mengekspor jenis produk yang relatif sedikit. Indonesia masih mengandalkan ekspor berbasis sumber daya alam yang belum diproses dan manufaktur yang sederhana. Sangat berbeda dengan produk bernilai tinggi yang diekspor oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan China, yaitu mesin, bahan kimia, atau elektronik.
Dan kendati beberapa perusahaan Indonesia sudah terhubung dengan rantai nilai global, sambung dia, namun kebanyakan hanya sebagai pemasok sumber daya alam. Selain itu, porsi lapangan kerja manufaktur dalam lapangan kerja keseluruhan saat ini lebih rendah dibandingkan dengan perekonomian Asia berpenghasilan tinggi puluhan tahun lalu. Sekitar 99% dari perusahaan manufaktur di Indonesia berukuran mikro atau kecil, sedangkan sektor makanan menjadi pemberi kerja terbesar di Indonesia.
Karena itu, Bappenas dan ADB berkomitmen mencapai Asia Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada 1966 atas inisiasi Jepang, ADB saat ini memiliki 67 negara anggota, 48 negara diantaranya berada di kawasan Asia Pasifik.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan dalam membangun pertumbuhan ekonomi, tidak bisa hanya mengandalkan pada basis pertanian, sumber daya alam, manufaktur dan industri jasa yang sederhana. Hal tersebut sulit untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi.
Bambang menjelaskan, produktivitas yang rendah menjadi penyebab mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum bisa menyentuh level 7%.
Dalam laporan ADB, menggarisbawahi tentang pentingnya peningkatan produktivitas di Indonesia. Hal ini untuk mendukung diversifikasi produk industri, menciptakan kaitan kuat antara perusahaan besar dengan usaha kecil dan menengah, juga antara perusahaan domestik dengan pasar internasional.
"Bila Indonesia ingin jadi negara ekonomi dengan penghasilan menengah ke atas dalam 15 tahun mendatang, kita harus meningkatkan produktivitas. Terutama dalam bidang industri, membangun sektor manufaktur yang canggih menjadi penting agar pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih optimal dalam jangka menengah dan panjang," ujar Bambang di Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Lanjut dia, dengan mengembangkan kegiatan manufaktur yang canggih serta bernilai tambah yang tinggi, ini bisa membuat Indonesia mencapai penghasilan yang lebih tinggi pula.
Menurut mantan Menteri Keuangan ini, saat ini, sektor manufaktur Indonesia belum terdiversifikasi. Hanya mengekspor jenis produk yang relatif sedikit. Indonesia masih mengandalkan ekspor berbasis sumber daya alam yang belum diproses dan manufaktur yang sederhana. Sangat berbeda dengan produk bernilai tinggi yang diekspor oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan China, yaitu mesin, bahan kimia, atau elektronik.
Dan kendati beberapa perusahaan Indonesia sudah terhubung dengan rantai nilai global, sambung dia, namun kebanyakan hanya sebagai pemasok sumber daya alam. Selain itu, porsi lapangan kerja manufaktur dalam lapangan kerja keseluruhan saat ini lebih rendah dibandingkan dengan perekonomian Asia berpenghasilan tinggi puluhan tahun lalu. Sekitar 99% dari perusahaan manufaktur di Indonesia berukuran mikro atau kecil, sedangkan sektor makanan menjadi pemberi kerja terbesar di Indonesia.
Karena itu, Bappenas dan ADB berkomitmen mencapai Asia Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada 1966 atas inisiasi Jepang, ADB saat ini memiliki 67 negara anggota, 48 negara diantaranya berada di kawasan Asia Pasifik.
(ven)