Dolar AS Melonjak Karena Kekhawatiran Negosiasi AS-China
A
A
A
NEW YORK - Dolar Amerika Serikat ditutup melonjak pada perdagangan Senin waktu setempat, karena kekhawatiran perundingan dagang AS-China tidak menghasilkan kesepakatan hingga batas waktu Maret mendatang.
Kekhawatiran ini semakin menambah suram prospek ekonomi global. Ketidakpastian global ini membuat permintaan investor akan greenback--julukan dolar AS--menguat karena statusnya sebagai mata uang safe haven.
Pembicaraan AS dan China di Beijing pada pekan ini menjadi fokus utama investor. Melansir dari Reuters, Selasa (12/2/2019), investor berharap ada prospek kesepakatan dagang bukan mengharapkan perpanjangan batas waktu negosiasi.
Pasalnya, "kesepakatan" dagang bukan hanya China akan membeli lebih banyak produk AS, melainkan Pemerintahan Donald Trump juga mempermasalahkan hak kekayaan intelektual dan masalah transfer teknologi.
"Jadi masalahnya bukan hanya China akan membeli lebih banyak produk AS, tapi juga ada masalah kekayaan intelektual dan masalah transfer teknologi. Dan saat ini belum ada kemajuan soal pembicaraan itu," kata Juan Prada, ahli strategi mata uang di Barclays di New York.
Amerika Serikat terus menekan China soal tuntutan agar mereka mereformasi dan melindungi kekayaan intelektual perusahaan AS yang ada di Negeri Tirai Bambu.
Belum adanya kata kesepakatan, membuat dolar AS bergema di pasar mata uang, dimana indeks USD melawan enam mata uang utama, naik sebesar 0,43% ke level 97,06.
Hal ini mendorong euro ke level terendah sejak 14 Desember, yaitu di USD1,127. Dolar AS pun menguat menjadi 110,37 yen Jepang, dan berotot menjadi USD1,286 terhadap poundsterling Inggris.
Ketidakpastian global juga menguatkan permintaan mata uang safe haven lainnya seperti franc Swiss dan yen Jepang. "Permintaan safe haven meningkat, seperti dolar AS, franc Swiss dan yen Jepang, dimana mereka telah terapresiasi sejak awal bulan ini," kata Thu Lan Nguyen, ahli strategi valuta asing di Commerzbank.
Adapun pasar China yang baru kembali dibuka pada Senin lalu, setelah libur sepekan merayakan Tahun Baru Imlek, bertahan di level 6,7907.
Kekhawatiran ini semakin menambah suram prospek ekonomi global. Ketidakpastian global ini membuat permintaan investor akan greenback--julukan dolar AS--menguat karena statusnya sebagai mata uang safe haven.
Pembicaraan AS dan China di Beijing pada pekan ini menjadi fokus utama investor. Melansir dari Reuters, Selasa (12/2/2019), investor berharap ada prospek kesepakatan dagang bukan mengharapkan perpanjangan batas waktu negosiasi.
Pasalnya, "kesepakatan" dagang bukan hanya China akan membeli lebih banyak produk AS, melainkan Pemerintahan Donald Trump juga mempermasalahkan hak kekayaan intelektual dan masalah transfer teknologi.
"Jadi masalahnya bukan hanya China akan membeli lebih banyak produk AS, tapi juga ada masalah kekayaan intelektual dan masalah transfer teknologi. Dan saat ini belum ada kemajuan soal pembicaraan itu," kata Juan Prada, ahli strategi mata uang di Barclays di New York.
Amerika Serikat terus menekan China soal tuntutan agar mereka mereformasi dan melindungi kekayaan intelektual perusahaan AS yang ada di Negeri Tirai Bambu.
Belum adanya kata kesepakatan, membuat dolar AS bergema di pasar mata uang, dimana indeks USD melawan enam mata uang utama, naik sebesar 0,43% ke level 97,06.
Hal ini mendorong euro ke level terendah sejak 14 Desember, yaitu di USD1,127. Dolar AS pun menguat menjadi 110,37 yen Jepang, dan berotot menjadi USD1,286 terhadap poundsterling Inggris.
Ketidakpastian global juga menguatkan permintaan mata uang safe haven lainnya seperti franc Swiss dan yen Jepang. "Permintaan safe haven meningkat, seperti dolar AS, franc Swiss dan yen Jepang, dimana mereka telah terapresiasi sejak awal bulan ini," kata Thu Lan Nguyen, ahli strategi valuta asing di Commerzbank.
Adapun pasar China yang baru kembali dibuka pada Senin lalu, setelah libur sepekan merayakan Tahun Baru Imlek, bertahan di level 6,7907.
(ven)