Kenapa Dolar AS Tak Goyang di Tengah Isu Mata Uang Baru BRICS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dedolarisasi yang digaungkan BRICS dan juga sejumlah negara, hingga kini belum mampu menggoyahkan posisi dolar AS . Mata uang Amerika Serikat (USD) tetap menjadi mata uang cadangan utama dunia, ketika negara-negara BRICS yang digadang-dagang jadi pesaing kuat, belum mampu mengurangi ketergantungan global pada dolar.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Atlantic Council's GeoEconomics Center mengatakan, dolar terus mendominasi kepemilikan cadangan devisa, faktur perdagangan, dan transaksi mata uang secara global. Lalu peran Dolar AS sebagai mata uang cadangan global utama diproyeksi tetap aman dalam jangka pendek dan menengah.
Dominasi dolar belakangan ini semakin kuat seiring kokohnya ekonomi AS, saat kebijakan moneter yang lebih ketat dan risiko geopolitik terus meningkat. Bahkan dolar AS masih mendominasi saat fragmentasi ekonomi memperkuat dorongan dedolarisasi oleh negara-negara BRICS untuk beralih ke mata uang internasional dan cadangan lainnya.
Laporan Atlantic Council mengatakan, sanksi Barat terhadap Rusia yang diberlakukan oleh kelompok negara maju atau G7 setelah invasi Moskow ke Ukraina telah mempercepat upaya negara-negara BRICS untuk mengembangkan mata uang baru. Namun BRICS dinilai belum membuat kemajuan berarti dalam upaya membuat mata uang pesaing dolar AS.
BRICS yang awalnya hanya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan, kini semakin meluas dengan masuknya Afrika Selatan, Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab sebagai member baru sejak awal tahun 2024.
Atlantic Council mengatakan Sistem Pembayaran Antar Bank Lintas Batas (CIPS) China menambahkan 62 peserta langsung dalam 12 bulan hingga Mei 2024, atau meningkat 78%. Sehingga totalnya menjadi 142 peserta langsung dan 1.394 peserta tidak langsung.
Negosiasi seputar sistem pembayaran intra-BRICS masih dalam tahap awal, tetapi perjanjian bilateral dan multilateral dalam kelompok dapat membentuk dasar untuk platform pertukaran mata uang. "Namun, perjanjian ini tidak mudah diskalakan, karena dinegosiasikan secara individual," kata laporan tersebut.
Sementara itu China tercatat sangat aktif mendukung likuiditas renminbi melalui jalur swap dengan mitra dagangnya, tetapi pangsa renminbi sebagai cadangan mata uang asing global disebut mengalami penurunan menjadi 2,3% dari posisi puncak di tahun 2022 yakni 2,8%.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Atlantic Council's GeoEconomics Center mengatakan, dolar terus mendominasi kepemilikan cadangan devisa, faktur perdagangan, dan transaksi mata uang secara global. Lalu peran Dolar AS sebagai mata uang cadangan global utama diproyeksi tetap aman dalam jangka pendek dan menengah.
Dominasi dolar belakangan ini semakin kuat seiring kokohnya ekonomi AS, saat kebijakan moneter yang lebih ketat dan risiko geopolitik terus meningkat. Bahkan dolar AS masih mendominasi saat fragmentasi ekonomi memperkuat dorongan dedolarisasi oleh negara-negara BRICS untuk beralih ke mata uang internasional dan cadangan lainnya.
Laporan Atlantic Council mengatakan, sanksi Barat terhadap Rusia yang diberlakukan oleh kelompok negara maju atau G7 setelah invasi Moskow ke Ukraina telah mempercepat upaya negara-negara BRICS untuk mengembangkan mata uang baru. Namun BRICS dinilai belum membuat kemajuan berarti dalam upaya membuat mata uang pesaing dolar AS.
BRICS yang awalnya hanya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan, kini semakin meluas dengan masuknya Afrika Selatan, Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab sebagai member baru sejak awal tahun 2024.
Atlantic Council mengatakan Sistem Pembayaran Antar Bank Lintas Batas (CIPS) China menambahkan 62 peserta langsung dalam 12 bulan hingga Mei 2024, atau meningkat 78%. Sehingga totalnya menjadi 142 peserta langsung dan 1.394 peserta tidak langsung.
Negosiasi seputar sistem pembayaran intra-BRICS masih dalam tahap awal, tetapi perjanjian bilateral dan multilateral dalam kelompok dapat membentuk dasar untuk platform pertukaran mata uang. "Namun, perjanjian ini tidak mudah diskalakan, karena dinegosiasikan secara individual," kata laporan tersebut.
Sementara itu China tercatat sangat aktif mendukung likuiditas renminbi melalui jalur swap dengan mitra dagangnya, tetapi pangsa renminbi sebagai cadangan mata uang asing global disebut mengalami penurunan menjadi 2,3% dari posisi puncak di tahun 2022 yakni 2,8%.