Fintech Harus Dorong Inklusi Keuangan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menilai kehadiran perusahaan teknologi finansial (financial technology/fintech) seharusnya mampu mendorong peningkatan inklusi keuangan di Tanah Air.
“Fintech ini kan harusnya mendorongkeinklusikeuang an, ke masyarakat yang belum di jamah atau terjamah oleh layanan keuangan. Diarahkan ke unbanked people, yang tidak punya akses ke layanan perbankan,” ujar Rudiantara dalam seminar bertajuk “Teknologi dan Inovasi Untuk Masa Depan Keuangan Islam” di Jakarta kemarin.
Menurut Rudiantara, saat ini fintech penyalur pinjaman (peer to peer lending) masih menyasar pasar eksisting alias masyarakat yang sudah memiliki akses terhadap perbankan atau sudah memiliki rekening bank.
“Sekarang kan kalau mau minjam dari fintech peer to peer lending, syaratnya ada apa? Ada akun bank kan. Kalau punya akun bank, berarti kan sudah punya akses ke perbankan, bisa dalam bentuk tabungan dan lain-lain,” kata Rudiantara.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah berencana memberikan subsidi bagi perusahaan fintech yang menjangkau masyarakat di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang mencakup 122 kabupaten. Dengan kehadiran fintech, diharapkan dapat mempermudah transaksi keuangan di wilayah-wilayah tersebut. Adapun subsidi yang akan diberikan pemerintah termasuk biaya pulsa sehingga akan semakin meringankan masyarakat.
“Kan kalau kita fintech, kita mau pinjam, kita masuk ke aplikasi, kan bayar pulsa, berkurang paket kita. Nah itu yang disubsidi untuk daerah-daerah yang remote. Agar penye lenggara fintech juga tidak hanya ber kum pul di masyarakat yang sudah punya akses keuangan,” jelasnya.
Dengan subsidi yang diberikan kepada fintech tersebut, diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat inklusi keuangan yang ditargetkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun ini sebesar 75%. “Saya dalam konteks transaksinya, kan menggunakan teknologi telekomunikasi. Nah di situnya saya pertimbangkan, saya sedang bicara soalnya, belum pasti. Saya pertimbangkan untuk subsidi agar lebih visibel, masyarakat di daerah pun merasa dibantu,” ujar Rudiantara.
Ketua Dewan Pembina Masyarakat Ekonomi Syariah Ma’ruf Amin mengatakan, kemajuan teknologi harus mampu dimanfaatkan secara maksimal untuk memajukan keuangan syariah, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariah dan kemaslahatan umat.
“Beberapa contoh perkembangan teknologi digital yang terkait dengan ekonomi keuangan syariah dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, misalnya sistem produksi dan rantai nilai dalam sektor industri halal, yang antara lain ditunjukkan pada tingkat efisiensi proses dengan adanya penerapan teknologi digital,” ujar Ma’ruf.
Sementara dari sisi keuangan, lanjutnya, aplikasi fintech yang diterapkan sesuai dengan prinsip dan nilai ekonomi syariah tidak hanya berjalan pada sektor keuangan syariah komersial, juga dapat mencakup implementasi pada keuangan sosial syariah seperti pengumpul an dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Menurut Ma’ruf Amin, ekonomi syariah harus menjadi pemicu bagi penguatan ekonomi nasional karena ekonomi syariah merupakan dasar dari pemberdayaan ekonomi umat.
“Antara pemberdayaan ekonomi umat dan ekonomi syariah itu saling menopang,” katanya. Dia menuturkan, ekonomi syariah akan kuat jika umat diberdayakan. Umat yang dimaksud tentunya adalah seluruh umat beragama yang saling berinteraksi dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ma’ruf Amin menilai, ekonomi umat bukanlah milik umat Islam semata. Ketika ekonomi umat dikembangkan dalam koridor umat Islam sebagai mayoritas, tidak berarti mengesampingkan umat minoritas.
“Mengembangkan ekonomi umat berarti memberdayakan semuanya, menitikberatkan pada pemerataan, keadilan sosial, dan kepedulian, guna memperkecil ketimpangan ekonomi saat ini,” ujar Ma’ruf. (Hafid Fuad/Ant)
“Fintech ini kan harusnya mendorongkeinklusikeuang an, ke masyarakat yang belum di jamah atau terjamah oleh layanan keuangan. Diarahkan ke unbanked people, yang tidak punya akses ke layanan perbankan,” ujar Rudiantara dalam seminar bertajuk “Teknologi dan Inovasi Untuk Masa Depan Keuangan Islam” di Jakarta kemarin.
Menurut Rudiantara, saat ini fintech penyalur pinjaman (peer to peer lending) masih menyasar pasar eksisting alias masyarakat yang sudah memiliki akses terhadap perbankan atau sudah memiliki rekening bank.
“Sekarang kan kalau mau minjam dari fintech peer to peer lending, syaratnya ada apa? Ada akun bank kan. Kalau punya akun bank, berarti kan sudah punya akses ke perbankan, bisa dalam bentuk tabungan dan lain-lain,” kata Rudiantara.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah berencana memberikan subsidi bagi perusahaan fintech yang menjangkau masyarakat di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang mencakup 122 kabupaten. Dengan kehadiran fintech, diharapkan dapat mempermudah transaksi keuangan di wilayah-wilayah tersebut. Adapun subsidi yang akan diberikan pemerintah termasuk biaya pulsa sehingga akan semakin meringankan masyarakat.
“Kan kalau kita fintech, kita mau pinjam, kita masuk ke aplikasi, kan bayar pulsa, berkurang paket kita. Nah itu yang disubsidi untuk daerah-daerah yang remote. Agar penye lenggara fintech juga tidak hanya ber kum pul di masyarakat yang sudah punya akses keuangan,” jelasnya.
Dengan subsidi yang diberikan kepada fintech tersebut, diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat inklusi keuangan yang ditargetkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun ini sebesar 75%. “Saya dalam konteks transaksinya, kan menggunakan teknologi telekomunikasi. Nah di situnya saya pertimbangkan, saya sedang bicara soalnya, belum pasti. Saya pertimbangkan untuk subsidi agar lebih visibel, masyarakat di daerah pun merasa dibantu,” ujar Rudiantara.
Ketua Dewan Pembina Masyarakat Ekonomi Syariah Ma’ruf Amin mengatakan, kemajuan teknologi harus mampu dimanfaatkan secara maksimal untuk memajukan keuangan syariah, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariah dan kemaslahatan umat.
“Beberapa contoh perkembangan teknologi digital yang terkait dengan ekonomi keuangan syariah dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, misalnya sistem produksi dan rantai nilai dalam sektor industri halal, yang antara lain ditunjukkan pada tingkat efisiensi proses dengan adanya penerapan teknologi digital,” ujar Ma’ruf.
Sementara dari sisi keuangan, lanjutnya, aplikasi fintech yang diterapkan sesuai dengan prinsip dan nilai ekonomi syariah tidak hanya berjalan pada sektor keuangan syariah komersial, juga dapat mencakup implementasi pada keuangan sosial syariah seperti pengumpul an dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Menurut Ma’ruf Amin, ekonomi syariah harus menjadi pemicu bagi penguatan ekonomi nasional karena ekonomi syariah merupakan dasar dari pemberdayaan ekonomi umat.
“Antara pemberdayaan ekonomi umat dan ekonomi syariah itu saling menopang,” katanya. Dia menuturkan, ekonomi syariah akan kuat jika umat diberdayakan. Umat yang dimaksud tentunya adalah seluruh umat beragama yang saling berinteraksi dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ma’ruf Amin menilai, ekonomi umat bukanlah milik umat Islam semata. Ketika ekonomi umat dikembangkan dalam koridor umat Islam sebagai mayoritas, tidak berarti mengesampingkan umat minoritas.
“Mengembangkan ekonomi umat berarti memberdayakan semuanya, menitikberatkan pada pemerataan, keadilan sosial, dan kepedulian, guna memperkecil ketimpangan ekonomi saat ini,” ujar Ma’ruf. (Hafid Fuad/Ant)
(nfl)