OJK Minta Fintech Bermanfaat bagi Perekonomian Nasional
A
A
A
SOLO - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan perkembangan financial technology (fintech) yang sangat pesat bisa dimanfaatkan untuk kepentingan perekonomian nasional. Praktiknya juga harus mengutamakan kepentingan masyarakat dengan aspek perlindungan konsumen.
Ketua DK OJK Wimboh Santoso mengatakan perkembangan fintech adalah keniscayaan, untuk itu OJK mengarahkannya agar bermanfaat untuk perekonomian nasional dan kepentingan masyarakat luas serta mengutamakan perlindungan terhadap masyarakat.
"Indonesia memiliki modal besar mengembangkan fintech yaitu populasi milenial dan masyarakat kelas menengah yang mencapai 45 juta orang, serta total pengguna internet yang mencapai 150 juta," kata Wimboh saat membuka seminar "Fintech Goes To Campus – Kolaborasi Milenial dan Fintech Menyongsong Revolusi Industri 4.0" di Universitas Sebelas Maret, Solo, Sabtu (9/3/2019).
Menurut Wimboh, perkembangan fintech seharusnya bisa memiliki banyak manfaat di Indonesia mengingat tingkat inklusi keuangan nasional yang masih rendah, jumlah penduduk yang besar dan demografi penduduk yang tersebar. Di Indonesia tingkat inklusi keuangan pada tahun 2016 sebesar 67,8%.
Sementara, menurut hasil riset Bank Dunia, 20% kenaikan inklusi keuangan melalui adopsi layanan keuangan digital akan menyediakan tambahan 1,7 juta pekerjaan, bahkan lebih di negara berkembang.
Untuk mendorong manfaat fintech, OJK telah menyediakan kerangka pengaturan dan pengawasan yang memberikan fleksibilitas ruang inovasi namun tanpa mengorbankan prinsip-prinsip transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness (TARIF), melalui penyediaan payung hukum inovasi keuangan digital dan pengaturan per produk seperti layanan inovasi keuangan keuangan digital, layanan digital banking, peer to peer lending dan equity crowdfunding.
Khusus untuk layanan peer to peer lending, OJK juga telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menetapkan standar (code of conduct) dengan menggunakan pendekatan disiplin pasar yang berlaku bagi anggotanya dan menyediakan Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab, yang memberikan panduan etika serta perilaku bertanggung jawab bagi anggota AFPI.
Perkembangan fintech P2P Lending hingga januari 2019 tercatat; akumulasi pinjaman Rp25,9 triliun, outstanding pinjaman Rp5,7 triliun, perusahaan terdaftar atau berizin 99 perusahaan, jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120.
Untuk membangun perlindungan bagi masyarakat pengguna fintech P2P lending OJK terus meminta agar masyarakat hanya bertransaksi melalui fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin OJK.
Masyarakat diminta menghindari fintech ilegal yang oleh Satgas Waspada Investasi telah berhasil dideteksi dan jumlahnya mencapai 803 entitas. Satgas Waspada Investasi sudah meminta Kemkominfo untuk menutup fintech illegal tersebut.
OJK juga meminta bagi masyarakat yang sudah menjadi korban fintech illegal untuk segera melaporkannya ke pihak Kepolisian.
OJK juga bersama AFPI telah membangun dan menegakkan standar pengawasan berbasis market conduct yang menekankan fungsi perlindungan konsumen.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, yang hadir turut mendorong UNS menjadi pelaku startup Fintech dengan melakukan studi-tiru menciptakan jurusan di bidang startup. Salah satu bidang yang bisa digeluti startup misalnya logistik yang potensial lantaran 23,3% belanja ekonomi Indonesia untuk logistik.
"Biasanya pola biasa setelah A maka akan dilakukan B dan C lalu D. Banyak korporasi BUMN yang melakukan demikian. Tapi yang dibutuhkan startup itu pola pikirnya terserah mau yang mana duluan, mau E duluan atau D dulu yang penting A jadi dulu," jelas Rudiantara.
Ketua DK OJK Wimboh Santoso mengatakan perkembangan fintech adalah keniscayaan, untuk itu OJK mengarahkannya agar bermanfaat untuk perekonomian nasional dan kepentingan masyarakat luas serta mengutamakan perlindungan terhadap masyarakat.
"Indonesia memiliki modal besar mengembangkan fintech yaitu populasi milenial dan masyarakat kelas menengah yang mencapai 45 juta orang, serta total pengguna internet yang mencapai 150 juta," kata Wimboh saat membuka seminar "Fintech Goes To Campus – Kolaborasi Milenial dan Fintech Menyongsong Revolusi Industri 4.0" di Universitas Sebelas Maret, Solo, Sabtu (9/3/2019).
Menurut Wimboh, perkembangan fintech seharusnya bisa memiliki banyak manfaat di Indonesia mengingat tingkat inklusi keuangan nasional yang masih rendah, jumlah penduduk yang besar dan demografi penduduk yang tersebar. Di Indonesia tingkat inklusi keuangan pada tahun 2016 sebesar 67,8%.
Sementara, menurut hasil riset Bank Dunia, 20% kenaikan inklusi keuangan melalui adopsi layanan keuangan digital akan menyediakan tambahan 1,7 juta pekerjaan, bahkan lebih di negara berkembang.
Untuk mendorong manfaat fintech, OJK telah menyediakan kerangka pengaturan dan pengawasan yang memberikan fleksibilitas ruang inovasi namun tanpa mengorbankan prinsip-prinsip transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness (TARIF), melalui penyediaan payung hukum inovasi keuangan digital dan pengaturan per produk seperti layanan inovasi keuangan keuangan digital, layanan digital banking, peer to peer lending dan equity crowdfunding.
Khusus untuk layanan peer to peer lending, OJK juga telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menetapkan standar (code of conduct) dengan menggunakan pendekatan disiplin pasar yang berlaku bagi anggotanya dan menyediakan Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab, yang memberikan panduan etika serta perilaku bertanggung jawab bagi anggota AFPI.
Perkembangan fintech P2P Lending hingga januari 2019 tercatat; akumulasi pinjaman Rp25,9 triliun, outstanding pinjaman Rp5,7 triliun, perusahaan terdaftar atau berizin 99 perusahaan, jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120.
Untuk membangun perlindungan bagi masyarakat pengguna fintech P2P lending OJK terus meminta agar masyarakat hanya bertransaksi melalui fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin OJK.
Masyarakat diminta menghindari fintech ilegal yang oleh Satgas Waspada Investasi telah berhasil dideteksi dan jumlahnya mencapai 803 entitas. Satgas Waspada Investasi sudah meminta Kemkominfo untuk menutup fintech illegal tersebut.
OJK juga meminta bagi masyarakat yang sudah menjadi korban fintech illegal untuk segera melaporkannya ke pihak Kepolisian.
OJK juga bersama AFPI telah membangun dan menegakkan standar pengawasan berbasis market conduct yang menekankan fungsi perlindungan konsumen.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, yang hadir turut mendorong UNS menjadi pelaku startup Fintech dengan melakukan studi-tiru menciptakan jurusan di bidang startup. Salah satu bidang yang bisa digeluti startup misalnya logistik yang potensial lantaran 23,3% belanja ekonomi Indonesia untuk logistik.
"Biasanya pola biasa setelah A maka akan dilakukan B dan C lalu D. Banyak korporasi BUMN yang melakukan demikian. Tapi yang dibutuhkan startup itu pola pikirnya terserah mau yang mana duluan, mau E duluan atau D dulu yang penting A jadi dulu," jelas Rudiantara.
(fjo)