Pasokan Energi Nasional Topang Revolusi Industri 4.0
A
A
A
Indonesia masih membutuhkan pasokan energi yang stabil dalam merealisasikan peta jalan revolusi industri gelombang keempat atau Revolusi Industri 4.0. Pasokan energi melalui kelistrikan saat ini masih ditopang sebagian besar oleh batu bara. Selama ini peran komoditas nasional sangat besar dalam menopang ekspor.
Tercatat penjualan batu bara nasional sejak Januari hingga November 2018 telah mencapai 97,87% dari total penjualan sepanjang 2017. Volume ekspor batu bara Indonesia Januari-November 2018 tumbuh 7,22% menjadi 312,3 juta ton dari periode yang sama tahun sebelumnya. Meningkatnya ekspor ke Thailand (26,5%), Filipina (19,14%), serta Vietnam (87,5%), mampu menopang kinerja ekspor batu bara nasional.
Demikian pula nilai ekspornya periode Januari-November 2018 tumbuh 16,71% menjadi USD18,9 miliar atau setara Rp265 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah tersebut telah mencapai 97,87% total penjualan sepanjang 2017. Tumbuhnya ekspor ini seiring naiknya harga batu bara di pasar internasional hingga USD119,57/metrik ton pada Juli 2018. Adapun pasar ekspor batubara Indonesia terbesar adalah India, yang mencapai 99,14 juta ton.
Diikuti China sebesar 44,8 juta ton di urutan kedua dan Korea Selatan 33,3 juta ton di posisi ketiga tujuan pasar ekspor batu bara nasional. Saat ini beberapa sektor manufaktur di Indonesia sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0 di mana proses produksinya melalui sistem robotik dan mengintegrasikan kemampuan internet. Sektor manufaktur nasional akan menuju perubahan besar dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Konsekuensinya, pendekatan dan kemampuan baru diperlukan untuk membangun sistem produksi yang inovatif dan berkelanjutan. Dalam rangka memasuki era industri 4.0 di mana peran digital lebih ditonjolkan, pasokan ketenagalistrikan tentunya menjadi hal krusial yang mendukung berjalannya era industri tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan mendukung Revolusi Industri 4.0 dengan memastikan ketersediaan dan keandalan listrik terus terjaga dengan baik.
Di antaranya melalui pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang adil dan merata demi peningkatan rasio elektrifikasi nasional. “Listrik masih mendominasi dari seluruh aspek kehidupan, jadi listrik adalah hal utama. Saat ini suka tidak suka kita masuk era digitalisasi. Bagaimana kita bicara memasuki era industri 4.0 apabila listriknya tidak ada?” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Andy N Sommeng di Jakarta belum lama ini.
Untuk itu, Kementerian ESDM terus memastikan ketahanan dan keandalan listrik di Indonesia, di antaranya dengan membangun infrastruktur kelistrikan. Andy menyampaikan bahwa pemerintah mendukung kemajuan industri dengan menjaga kestabilan harga listrik. “Sampai 2019 harga listrik kita tidak naik karena kita ingin competitiveness industri kita naik dengan harga listrik yang affordable ,” tambah Andy.
Kementerian ESDM saat ini mengupayakan efisiensi-efisiensi di bidang ketenagalistrikan demi stabilnya harga listrik guna mendukung perkembangan industri. Berkembangnya teknologi panel surya atau photovoltaic (PV) dengan peningkatan efisiensi panel mampu berdampak positif bagi penurunan biaya produksi dan pengoperasian listrik, bahkan ke depan atap rumah bisa merangkap menjadi panel surya penghasil listrik.
Di sisi lain, kalangan usaha komoditas batu bara di dalam negeri mengaku siap dan mengikuti regulasi dari pemerintah yang berkaitan dengan penerapan ke arah industri 4.0 yang digulirkan pemerintah. Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Batu Bara Indonesia, Hendra Sinadia mengatakan, implementasi industri 4.0 telah berproses khususnya pada kebijakan ekspor dan impor komoditas batu bara.
Namun, masih banyak hal yang harus diperbaiki dari kebijakan tersebut melalui sistem digitalisasi elektronik. “Kalau di sektor komoditas batu bara sudah mulai penerapan atau prosesnya. Misalnya ada aplikasi e-PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak elektronik), tapi kadang-kadang masih belum maksimal sehingga ada royalti yang harus kami bayarkan lewat e-PNBP, ketika ngadat kembali lagi ke manual,” ujarnya kepada KORAN SINDO.
Dia menilai, dengan sistem digitalisasi elektronik proses ke arah industri 4.0 telah berjalan. Hal tersebut memudahkan eksportir dari sisi keadministrasian. “Karenanya, akan banyak pangkas birokrasi yang dilewati dengan cara input data perusahaan, termasuk pembayaran dari sisi administrasi dan royalti eksportir kepada pemerintah,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemerintah telah melakukan berbagai sosialisasi menuju ke era industri 4.0 dengan sistem digitalisasi kepada kalangan usaha eksportir batu bara. “Saya kira dibutuhkan soft infrastruktur yang kuat agar kendalakendala input data ke depan server tidak ada masalah atau hambatan,” pungkasnya.
Kalangan eksportir batu bara hanya membutuhkan penyesuaian dari regulasiregulasi yang dibuat pemerintah. Termasuk penerapan dan implementasi industri 4.0. Singkatnya, regulasi ataupun standar prosedur yang dibuat pemerintah akan dimaksimalkan oleh usaha komoditas batu bara untuk mencapai hasil bersama yang efisien dan menguntungkan kedua pihak.
Tercatat penjualan batu bara nasional sejak Januari hingga November 2018 telah mencapai 97,87% dari total penjualan sepanjang 2017. Volume ekspor batu bara Indonesia Januari-November 2018 tumbuh 7,22% menjadi 312,3 juta ton dari periode yang sama tahun sebelumnya. Meningkatnya ekspor ke Thailand (26,5%), Filipina (19,14%), serta Vietnam (87,5%), mampu menopang kinerja ekspor batu bara nasional.
Demikian pula nilai ekspornya periode Januari-November 2018 tumbuh 16,71% menjadi USD18,9 miliar atau setara Rp265 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah tersebut telah mencapai 97,87% total penjualan sepanjang 2017. Tumbuhnya ekspor ini seiring naiknya harga batu bara di pasar internasional hingga USD119,57/metrik ton pada Juli 2018. Adapun pasar ekspor batubara Indonesia terbesar adalah India, yang mencapai 99,14 juta ton.
Diikuti China sebesar 44,8 juta ton di urutan kedua dan Korea Selatan 33,3 juta ton di posisi ketiga tujuan pasar ekspor batu bara nasional. Saat ini beberapa sektor manufaktur di Indonesia sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0 di mana proses produksinya melalui sistem robotik dan mengintegrasikan kemampuan internet. Sektor manufaktur nasional akan menuju perubahan besar dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Konsekuensinya, pendekatan dan kemampuan baru diperlukan untuk membangun sistem produksi yang inovatif dan berkelanjutan. Dalam rangka memasuki era industri 4.0 di mana peran digital lebih ditonjolkan, pasokan ketenagalistrikan tentunya menjadi hal krusial yang mendukung berjalannya era industri tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan mendukung Revolusi Industri 4.0 dengan memastikan ketersediaan dan keandalan listrik terus terjaga dengan baik.
Di antaranya melalui pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang adil dan merata demi peningkatan rasio elektrifikasi nasional. “Listrik masih mendominasi dari seluruh aspek kehidupan, jadi listrik adalah hal utama. Saat ini suka tidak suka kita masuk era digitalisasi. Bagaimana kita bicara memasuki era industri 4.0 apabila listriknya tidak ada?” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Andy N Sommeng di Jakarta belum lama ini.
Untuk itu, Kementerian ESDM terus memastikan ketahanan dan keandalan listrik di Indonesia, di antaranya dengan membangun infrastruktur kelistrikan. Andy menyampaikan bahwa pemerintah mendukung kemajuan industri dengan menjaga kestabilan harga listrik. “Sampai 2019 harga listrik kita tidak naik karena kita ingin competitiveness industri kita naik dengan harga listrik yang affordable ,” tambah Andy.
Kementerian ESDM saat ini mengupayakan efisiensi-efisiensi di bidang ketenagalistrikan demi stabilnya harga listrik guna mendukung perkembangan industri. Berkembangnya teknologi panel surya atau photovoltaic (PV) dengan peningkatan efisiensi panel mampu berdampak positif bagi penurunan biaya produksi dan pengoperasian listrik, bahkan ke depan atap rumah bisa merangkap menjadi panel surya penghasil listrik.
Di sisi lain, kalangan usaha komoditas batu bara di dalam negeri mengaku siap dan mengikuti regulasi dari pemerintah yang berkaitan dengan penerapan ke arah industri 4.0 yang digulirkan pemerintah. Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Batu Bara Indonesia, Hendra Sinadia mengatakan, implementasi industri 4.0 telah berproses khususnya pada kebijakan ekspor dan impor komoditas batu bara.
Namun, masih banyak hal yang harus diperbaiki dari kebijakan tersebut melalui sistem digitalisasi elektronik. “Kalau di sektor komoditas batu bara sudah mulai penerapan atau prosesnya. Misalnya ada aplikasi e-PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak elektronik), tapi kadang-kadang masih belum maksimal sehingga ada royalti yang harus kami bayarkan lewat e-PNBP, ketika ngadat kembali lagi ke manual,” ujarnya kepada KORAN SINDO.
Dia menilai, dengan sistem digitalisasi elektronik proses ke arah industri 4.0 telah berjalan. Hal tersebut memudahkan eksportir dari sisi keadministrasian. “Karenanya, akan banyak pangkas birokrasi yang dilewati dengan cara input data perusahaan, termasuk pembayaran dari sisi administrasi dan royalti eksportir kepada pemerintah,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemerintah telah melakukan berbagai sosialisasi menuju ke era industri 4.0 dengan sistem digitalisasi kepada kalangan usaha eksportir batu bara. “Saya kira dibutuhkan soft infrastruktur yang kuat agar kendalakendala input data ke depan server tidak ada masalah atau hambatan,” pungkasnya.
Kalangan eksportir batu bara hanya membutuhkan penyesuaian dari regulasiregulasi yang dibuat pemerintah. Termasuk penerapan dan implementasi industri 4.0. Singkatnya, regulasi ataupun standar prosedur yang dibuat pemerintah akan dimaksimalkan oleh usaha komoditas batu bara untuk mencapai hasil bersama yang efisien dan menguntungkan kedua pihak.
(don)