Bantaeng Cover Asuransi 3.000 Hektar Padi dan 3.000 Ekor Sapi
A
A
A
JAKARTA - Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, saat ini gencar menjalankan program asuransi pertanian. Pasalnya, asuransi pertanian bertujuan memberi jaminan kepada petani yang gagal panen.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Bantaeng, Rahmania, menerangkan program asuransi pertanian ini dilakukan secara bertahap. Adapun asuransi yang diberikan untuk padi dan peternakan sapi.
"Untuk saat ini baru petani padi dan peternak sapi yang terakomodir. Untuk komoditas lainnya masih dalam tahap pengkajian," ujar Rahmania.
Rahmania menjelaskan, untuk petani padi, mencakup 3.000 hektar dengan asuransi Rp6 juta tiap hektar jika gagal panen. Asuransi itu untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan petani saat mengalami gagal panen, seperti terserang hama atau terdampak banjir.
"Kesertaan dalam asuransi tersebut disubsidi oleh Pemkab Bantaeng. Normalnya mereka harus membayar Rp200 ribu, tapi kini cukup membayar Rp36 ribu, karena Pemkab yang membayarkan subsidi Rp164 ribu," jelasnya.
Begitu juga dengan peternak sapi betina, juga bakal tersentuh oleh asuransi. Total ada 3.000 peternak yang tercover. Mereka bakal mendapat asuransi Rp10 juta jika sapinya mati. Namun dikhususkan untuk sapi betina, sebagai indukan yang bakal berkembang biak dan menghasilkan untuk masyarakat.
"Kalau (asuransi) sapi itu dikhususkan untuk sapi betina, biar bisa berkembang biak. Tapi jika mati, maka peternak dapat asuransi," jelas Rahmania.
Termasuk jika sapi ternaknya hilang, juga bakal tercover oleh asuransi. Meskipun hanya Rp8 juta. Itu disebabkan karena dianggap ada unsur kelalaian jika sapi ternaknya sampai hilang.
Program asuransi pertanian itu merupakan satu dari tiga program prioritas Bupati dan Wakil Bupati Bantaeng. Daftar penerima asuransi tersebut menurutnya saat ini telah terdata oleh Dinas Pertanian Bantaeng.
Tiga program itu adalah bantuan modal usaha produktif berbasis dusun dan RW, jaminan ketersediaan pupuk dan asuransi pertanian, serta gratis perlengkapan sekolah setiap tahun ajaran baru.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy mengakui, pemerintah saat ini masih fokus memberikan asuransi pada komoditas padi dan ternak sapi. Alasannya, dua usaha pertanian tersebut risikonya paling tinggi ketimbang yang lainnya.
"Komoditas pangan lain seperti jagung risikonya kecil terkena OPT, kekeringan dan banjir. Jadi kita cover yang terkena dampak besar seperti padi," kata Sarwo Edhy di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Sementara asuransi ternak sapi, kata Sarwo Edhy, bertujuan untuk mengamankan indukan yang selama ini banyak dipotong. Apalagi pemerintah sudah membuat peraturan pelarangan pemotongan betina produktif.
"Jadi yang kita targetkan adalah komoditas yang mudah terkena risiko," sambungnya.
Untuk asurani usaha tani padi (AUTP), pemerintah menargetkan bisa mengcover 1 juta hektar (ha) lahan petani. Luasan tersebut berdasarkan pengalaman lima tahun terakhir lahan pertanian padi yang terkena musibah, serangan OPT, banjir dan kekeringan.
Luas lahan padi yang terkena banjir dan kekeringan dalam lima tahun terakhir rata-rata 528 ribu ha dan terkena OPT sekitar 138 ribu ha.
"Kalau kita jumlahkan tiap tahun lahan tanaman padi yang terkena dampak perubahan iklim dan OPT mencapai 600 ribu hektar," beber Sarwo Edhy.
Untuk AUTP, tanaman yang bisa diganti adalah yang gagal panenya hingga 75% dari luas tanamnya. Petani hanya membayar premi 20%, sedangkan sisanya disubsidi pemerintah. Sedangkan untuk AUTS adalah ternak sapi yang hilang dan mati terkena penyakit. Untuk peternak hanya membayar premi sebesar Rp40 ribu.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Bantaeng, Rahmania, menerangkan program asuransi pertanian ini dilakukan secara bertahap. Adapun asuransi yang diberikan untuk padi dan peternakan sapi.
"Untuk saat ini baru petani padi dan peternak sapi yang terakomodir. Untuk komoditas lainnya masih dalam tahap pengkajian," ujar Rahmania.
Rahmania menjelaskan, untuk petani padi, mencakup 3.000 hektar dengan asuransi Rp6 juta tiap hektar jika gagal panen. Asuransi itu untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan petani saat mengalami gagal panen, seperti terserang hama atau terdampak banjir.
"Kesertaan dalam asuransi tersebut disubsidi oleh Pemkab Bantaeng. Normalnya mereka harus membayar Rp200 ribu, tapi kini cukup membayar Rp36 ribu, karena Pemkab yang membayarkan subsidi Rp164 ribu," jelasnya.
Begitu juga dengan peternak sapi betina, juga bakal tersentuh oleh asuransi. Total ada 3.000 peternak yang tercover. Mereka bakal mendapat asuransi Rp10 juta jika sapinya mati. Namun dikhususkan untuk sapi betina, sebagai indukan yang bakal berkembang biak dan menghasilkan untuk masyarakat.
"Kalau (asuransi) sapi itu dikhususkan untuk sapi betina, biar bisa berkembang biak. Tapi jika mati, maka peternak dapat asuransi," jelas Rahmania.
Termasuk jika sapi ternaknya hilang, juga bakal tercover oleh asuransi. Meskipun hanya Rp8 juta. Itu disebabkan karena dianggap ada unsur kelalaian jika sapi ternaknya sampai hilang.
Program asuransi pertanian itu merupakan satu dari tiga program prioritas Bupati dan Wakil Bupati Bantaeng. Daftar penerima asuransi tersebut menurutnya saat ini telah terdata oleh Dinas Pertanian Bantaeng.
Tiga program itu adalah bantuan modal usaha produktif berbasis dusun dan RW, jaminan ketersediaan pupuk dan asuransi pertanian, serta gratis perlengkapan sekolah setiap tahun ajaran baru.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy mengakui, pemerintah saat ini masih fokus memberikan asuransi pada komoditas padi dan ternak sapi. Alasannya, dua usaha pertanian tersebut risikonya paling tinggi ketimbang yang lainnya.
"Komoditas pangan lain seperti jagung risikonya kecil terkena OPT, kekeringan dan banjir. Jadi kita cover yang terkena dampak besar seperti padi," kata Sarwo Edhy di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Sementara asuransi ternak sapi, kata Sarwo Edhy, bertujuan untuk mengamankan indukan yang selama ini banyak dipotong. Apalagi pemerintah sudah membuat peraturan pelarangan pemotongan betina produktif.
"Jadi yang kita targetkan adalah komoditas yang mudah terkena risiko," sambungnya.
Untuk asurani usaha tani padi (AUTP), pemerintah menargetkan bisa mengcover 1 juta hektar (ha) lahan petani. Luasan tersebut berdasarkan pengalaman lima tahun terakhir lahan pertanian padi yang terkena musibah, serangan OPT, banjir dan kekeringan.
Luas lahan padi yang terkena banjir dan kekeringan dalam lima tahun terakhir rata-rata 528 ribu ha dan terkena OPT sekitar 138 ribu ha.
"Kalau kita jumlahkan tiap tahun lahan tanaman padi yang terkena dampak perubahan iklim dan OPT mencapai 600 ribu hektar," beber Sarwo Edhy.
Untuk AUTP, tanaman yang bisa diganti adalah yang gagal panenya hingga 75% dari luas tanamnya. Petani hanya membayar premi 20%, sedangkan sisanya disubsidi pemerintah. Sedangkan untuk AUTS adalah ternak sapi yang hilang dan mati terkena penyakit. Untuk peternak hanya membayar premi sebesar Rp40 ribu.
(ven)