Kandidat Kontroversial Trump di Posisi Tertinggi Bank Dunia
A
A
A
WASHINGTON - Pilihan Donald Trump untuk menduduki kursi Presiden Bank Dunia, David Malpass telah secara resmi ditunjuk untuk menjalankan peran tersebut pada, Jumat (5/4) lalu. Malpass sendiri akan mulai melaksanakan tugas barunya pada Selasa (9/4/2019) jelang pelaksanaan Pertemuan Musim Semi Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Malpass dikenal sebagai seorang loyalis Trump dan telah menjadi penasihat ekonomi senior untuk presiden AS selama masa kampanye pemilihannya 2016. Penunjukannya telah memicu perdebatan, karena beberapa orang khawatir bahwa Malpass yang juga kerap disebut sebagai seorang kritikus bank dunia, akan berusaha untuk mengurangi peran lembaga tersebut. (Baca Juga: Trump Jagokan Kritikus David Malpass untuk Pimpin Bank Dunia
Seperti dilansir BBC, pada Februari lalu para pejabat Gedung Putih mengatakan Malpass, seorang Republik yang sudah lama akan menjadi "pembaru pro-pertumbuhan". Terkait pemilihannya, Malpass mengaku dirinya "merasa terhormat" dengan penunjukan itu. "Tujuan kami dalam menghilangkan kemiskinan ekstrem dan mencapai kemakmuran bersama lebih relevan dari sebelumnya," katanya.
Mantan ekonom Bear Sterns itu telah melayangkan kritik tajam pada Bank Dunia di masa lalu, serta lembaga multilateral lainnya seperti Dana Moneter Internasional (IMF), yang menurut Malpass dinilai karena "mengganggu" dan "mengakar".
Ogah Bertarung
Untuk menjadi presiden Bank Dunia, Malpass memenangkan persetujuan dengan suara bulat dari dewan eksekutif lembaga, yang memiliki 25 anggota. Amerika Serikat memegang 16% kekuasaan dewan pemilih dan secara tradisional selalu memilih siapa yang menjadi pemimpin Bank Dunia. Selanjutnya China adalah pemegang saham terbesar ketiga Bank Dunia setelah Jepang, dengan sekitar 4,5% dari kekuatan suara.
Profesor Christopher Kilby, seorang ahli ekonomi bantuan luar negeri di Universitas Villanova dekat Philadelphia, mengatakan kemungkinan China dan pemegang saham lainnya tidak menolak penunjukan Malpass karena mereka "mengakui bahwa mereka tidak mungkin berhasil menggelincirkan calon dari AS"
"Karena mereka telah melihat Presiden Trump menghukum mereka yang menentangnya, sehingga mereka tidak mau melawan AS," kata Prof Kilby.
Di masa lalu China juga tidak mencari lebih banyak kekuatan dalam Bank Dunia karena beberapa tujuannya, termasuk mempromosikan hak-hak masyarakat adat, tidak sejalan dengan kebijakan dalam negeri dan luar negeri Tiongkok, jelas Prof Kilby.
Pilihan Kontroversial AS
Secara turun temurun, AS selalu memilih Presiden Bank Dunia, Eropa memilih direktur pelaksana IMF, dan Jepang melakukan hal yang sama untuk Bank Pembangunan Asia. Prof Kilby menerangkan, pilihan AS yang lebih kontroversial untuk peran presiden Bank Dunia adalah ketika menujuk neokonservatif Paul Wolfowitz sebagai kandidat, namun ia masih mendapatkan peran itu.
Wolfowitz, yang menjabat posisi itu pada periode 1 Juni 2005 dan 30 Juni 2007, dipandang sebagai kekuatan pendorong di belakang konflik pimpinan-AS di Irak. "Untuk alasan ini dan lainnya, Wolfowitz tidak dapat diterima oleh orang-orang Eropa dan ada penolakan balik, termasuk calon lain, untuk sementara waktu," kata Prof Kilby.
"Tetapi ketika tanggal pemilihan semakin dekat, kekhawatiran bahwa ini akan mengancam hak Eropa untuk memilih kepala IMF membuat negara-negara Eropa mundur dan menerima pilihan AS," tambahnya.
Malpass dikenal sebagai seorang loyalis Trump dan telah menjadi penasihat ekonomi senior untuk presiden AS selama masa kampanye pemilihannya 2016. Penunjukannya telah memicu perdebatan, karena beberapa orang khawatir bahwa Malpass yang juga kerap disebut sebagai seorang kritikus bank dunia, akan berusaha untuk mengurangi peran lembaga tersebut. (Baca Juga: Trump Jagokan Kritikus David Malpass untuk Pimpin Bank Dunia
Seperti dilansir BBC, pada Februari lalu para pejabat Gedung Putih mengatakan Malpass, seorang Republik yang sudah lama akan menjadi "pembaru pro-pertumbuhan". Terkait pemilihannya, Malpass mengaku dirinya "merasa terhormat" dengan penunjukan itu. "Tujuan kami dalam menghilangkan kemiskinan ekstrem dan mencapai kemakmuran bersama lebih relevan dari sebelumnya," katanya.
Mantan ekonom Bear Sterns itu telah melayangkan kritik tajam pada Bank Dunia di masa lalu, serta lembaga multilateral lainnya seperti Dana Moneter Internasional (IMF), yang menurut Malpass dinilai karena "mengganggu" dan "mengakar".
Ogah Bertarung
Untuk menjadi presiden Bank Dunia, Malpass memenangkan persetujuan dengan suara bulat dari dewan eksekutif lembaga, yang memiliki 25 anggota. Amerika Serikat memegang 16% kekuasaan dewan pemilih dan secara tradisional selalu memilih siapa yang menjadi pemimpin Bank Dunia. Selanjutnya China adalah pemegang saham terbesar ketiga Bank Dunia setelah Jepang, dengan sekitar 4,5% dari kekuatan suara.
Profesor Christopher Kilby, seorang ahli ekonomi bantuan luar negeri di Universitas Villanova dekat Philadelphia, mengatakan kemungkinan China dan pemegang saham lainnya tidak menolak penunjukan Malpass karena mereka "mengakui bahwa mereka tidak mungkin berhasil menggelincirkan calon dari AS"
"Karena mereka telah melihat Presiden Trump menghukum mereka yang menentangnya, sehingga mereka tidak mau melawan AS," kata Prof Kilby.
Di masa lalu China juga tidak mencari lebih banyak kekuatan dalam Bank Dunia karena beberapa tujuannya, termasuk mempromosikan hak-hak masyarakat adat, tidak sejalan dengan kebijakan dalam negeri dan luar negeri Tiongkok, jelas Prof Kilby.
Pilihan Kontroversial AS
Secara turun temurun, AS selalu memilih Presiden Bank Dunia, Eropa memilih direktur pelaksana IMF, dan Jepang melakukan hal yang sama untuk Bank Pembangunan Asia. Prof Kilby menerangkan, pilihan AS yang lebih kontroversial untuk peran presiden Bank Dunia adalah ketika menujuk neokonservatif Paul Wolfowitz sebagai kandidat, namun ia masih mendapatkan peran itu.
Wolfowitz, yang menjabat posisi itu pada periode 1 Juni 2005 dan 30 Juni 2007, dipandang sebagai kekuatan pendorong di belakang konflik pimpinan-AS di Irak. "Untuk alasan ini dan lainnya, Wolfowitz tidak dapat diterima oleh orang-orang Eropa dan ada penolakan balik, termasuk calon lain, untuk sementara waktu," kata Prof Kilby.
"Tetapi ketika tanggal pemilihan semakin dekat, kekhawatiran bahwa ini akan mengancam hak Eropa untuk memilih kepala IMF membuat negara-negara Eropa mundur dan menerima pilihan AS," tambahnya.
(akr)