Pekerja Sawit Minta Pemerintah Serius Perjuangkan Sawit di UE
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Eksekutif Jejaring/Serikat Pekerja Buruh Sawit Indonesia (JAPBUSI) Nursanna Marpaung menilai, kebijakan Uni Eropa (UE) yang melarang penggunaan sawit sebagai bahan baku biofuel dinilai berpotensi mengancam kelangsungan hidup pekerja sektor sawit.
Bagi Indonesia, kata Nursanna, sektor sawit punya peran penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, menumbuhkan kesempatan kerja produktif serta menjamin kepastian adanya kerja layak untuk semua orang. Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Saat ini pekerja di Industri sawit baik swasta maupun negara mencapai 3,75 juta orang. Selain itu, terdapat 2,2 juta petani sawit. Secara total jumlah pekerja yang terlibat rantai pasok sawit bisa mencapai 16,2 juta orang.
"Untuk itu, pemerintah perlu sungguh-sungguh memperjuangkan sektor ini dalam berbagai forum lobby internasional. Pasalnya, nasib 16,2 juta pekerja sangat tergantung pada perjuangan lobby ke Uni Eropa," kata Nursanna dalam keterangan tertulis, Selasa (30/4/2019).
Ketua bidang ketenagakerjaan GAPKI Sumarjono Saragih mengatakan, pihaknya selalu mengedepan dialog sosial, termasuk bipartrit dan tripartrit dalam penyelesaian perselisihan. GAPKI, kata Sumarjono, sangat terbuka terhadap semua masukan dari para pemangku kepentingan di tingkat nasional maupun internasional untuk berbagi informasi, pengetahuan terkait tata kelola sawit berkelanjutan.
Tidak hanya unsur pengusaha dan pekerja, GAPKI juga mengajak pemerintah aktif untuk memperbaiki serta meningkatkan kondisi tenaga kerja dan petani sawit Indonesia melalui regulasi-regulasi yang mengatur secara khusus tentang ketenagakerjaan sektor perkebunan kelapa sawit.
"Kami siap bekerja sama dengan semua pihak untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kerja di Industri sawit. Melalui kerja sama ini nantinya dapat berguna untuk mendorong kontribusi industri sawit dalam agenda pembangunan berkelanjutan," kata Sumarjono.
Bagi Indonesia, kata Nursanna, sektor sawit punya peran penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, menumbuhkan kesempatan kerja produktif serta menjamin kepastian adanya kerja layak untuk semua orang. Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Saat ini pekerja di Industri sawit baik swasta maupun negara mencapai 3,75 juta orang. Selain itu, terdapat 2,2 juta petani sawit. Secara total jumlah pekerja yang terlibat rantai pasok sawit bisa mencapai 16,2 juta orang.
"Untuk itu, pemerintah perlu sungguh-sungguh memperjuangkan sektor ini dalam berbagai forum lobby internasional. Pasalnya, nasib 16,2 juta pekerja sangat tergantung pada perjuangan lobby ke Uni Eropa," kata Nursanna dalam keterangan tertulis, Selasa (30/4/2019).
Ketua bidang ketenagakerjaan GAPKI Sumarjono Saragih mengatakan, pihaknya selalu mengedepan dialog sosial, termasuk bipartrit dan tripartrit dalam penyelesaian perselisihan. GAPKI, kata Sumarjono, sangat terbuka terhadap semua masukan dari para pemangku kepentingan di tingkat nasional maupun internasional untuk berbagi informasi, pengetahuan terkait tata kelola sawit berkelanjutan.
Tidak hanya unsur pengusaha dan pekerja, GAPKI juga mengajak pemerintah aktif untuk memperbaiki serta meningkatkan kondisi tenaga kerja dan petani sawit Indonesia melalui regulasi-regulasi yang mengatur secara khusus tentang ketenagakerjaan sektor perkebunan kelapa sawit.
"Kami siap bekerja sama dengan semua pihak untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kerja di Industri sawit. Melalui kerja sama ini nantinya dapat berguna untuk mendorong kontribusi industri sawit dalam agenda pembangunan berkelanjutan," kata Sumarjono.
(fjo)