Pengembangan Sektor Manufaktur Bisa Menjadi Motor Pertumbuhan Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai sektor manufaktur Indonesia memiliki tantangan sekaligus peluang untuk menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
Direktur Riset Indef, Berly Martawardaya, mengatakan potensi sektor manufaktur perlu dikembangkan lebih luas. Pasalnya, tren industrialiasi di Indonesia sedang menurun. "Tren industrialiasi kita menurun, berada pada titik 19,9% di tahun 2018," ungkapnya di Jakarta pada Rabu (8/5/2019).
Lanjut dia, sektor manufaktur merupakan hal penting karena sektor ini menyerap tenaga kerja hingga latar belakang pendidikan rendah sehingga bisa mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial.
"Selain itu, sektor ini punya multiplier dan linkage lintas sektor, uang besar ditambah dengan potensi transfer teknologi dan keterampilan," sambung Berly.
Pengembangan industri manufaktur yang berorientasi ekspor bisa menghasilkan devisa sehingga menstabilkan nilai tukar rupiah. Menurut dia, saat ini, nilai ekspor manufaktur Indonesia lebih rendah di Asia Tenggara dibandingkan Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Ketika diklasifikasikan, ekspor manufaktur Indonesia termasuk mayoritas low-tech dibawah India. Investor manufaktur yang high-tech belum tertarik untuk berinvestasi di Indonesia dan secara umum ekonomi Indonesia relatif tertutup.
Berly menerangkan permasalahan pokok manufaktur berdasarkan temuan asal adalah prosedural impor bahan baku yang terhambat, pengurusan perizinan buka pabrik maupun usaha di Indonesia sangat ribet dan tidak mudah. Sehingga perlu adanya revisi UU tenaga kerja, tenaga kerja yang masih kurang kompetitif, dan sejauh ini infrastruktur Indonesia masih kalah dari kompetitor.
"One-stop service (OSS) kita juga tidak berguna, berbeda dengan Malaysia. Banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, namun terhambat oleh prosedural yang tidak praktis," imbuhnya.
Indef menjelaskan bahwa sektor industri Indonesia sangat strategis dan berperan jangka panjang tapi masih berada dibawah potensi. Pemerintah perlu menarik investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) sektor industri khususnya yang berorientasi ekspor dan perlu upaya benchmarking insentif fiskal dengan negara ASEAN.
Di sisi lain, pemerintah harus mempermudah impor bahan baku untuk menjadikan Indonesia pusat produksi regional.
Direktur Riset Indef, Berly Martawardaya, mengatakan potensi sektor manufaktur perlu dikembangkan lebih luas. Pasalnya, tren industrialiasi di Indonesia sedang menurun. "Tren industrialiasi kita menurun, berada pada titik 19,9% di tahun 2018," ungkapnya di Jakarta pada Rabu (8/5/2019).
Lanjut dia, sektor manufaktur merupakan hal penting karena sektor ini menyerap tenaga kerja hingga latar belakang pendidikan rendah sehingga bisa mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial.
"Selain itu, sektor ini punya multiplier dan linkage lintas sektor, uang besar ditambah dengan potensi transfer teknologi dan keterampilan," sambung Berly.
Pengembangan industri manufaktur yang berorientasi ekspor bisa menghasilkan devisa sehingga menstabilkan nilai tukar rupiah. Menurut dia, saat ini, nilai ekspor manufaktur Indonesia lebih rendah di Asia Tenggara dibandingkan Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Ketika diklasifikasikan, ekspor manufaktur Indonesia termasuk mayoritas low-tech dibawah India. Investor manufaktur yang high-tech belum tertarik untuk berinvestasi di Indonesia dan secara umum ekonomi Indonesia relatif tertutup.
Berly menerangkan permasalahan pokok manufaktur berdasarkan temuan asal adalah prosedural impor bahan baku yang terhambat, pengurusan perizinan buka pabrik maupun usaha di Indonesia sangat ribet dan tidak mudah. Sehingga perlu adanya revisi UU tenaga kerja, tenaga kerja yang masih kurang kompetitif, dan sejauh ini infrastruktur Indonesia masih kalah dari kompetitor.
"One-stop service (OSS) kita juga tidak berguna, berbeda dengan Malaysia. Banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, namun terhambat oleh prosedural yang tidak praktis," imbuhnya.
Indef menjelaskan bahwa sektor industri Indonesia sangat strategis dan berperan jangka panjang tapi masih berada dibawah potensi. Pemerintah perlu menarik investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) sektor industri khususnya yang berorientasi ekspor dan perlu upaya benchmarking insentif fiskal dengan negara ASEAN.
Di sisi lain, pemerintah harus mempermudah impor bahan baku untuk menjadikan Indonesia pusat produksi regional.
(ven)