Tarif Ojol Mahal Saatnya Beralih ke Transportasi Umum

Minggu, 12 Mei 2019 - 10:06 WIB
Tarif Ojol Mahal Saatnya...
Tarif Ojol Mahal Saatnya Beralih ke Transportasi Umum
A A A
JAKARTA - Umum Kenaikan tarif transportasi daring (online) terutama ojek sepeda motor yang berlaku sejak 1 Mei 2019 lalu dianggap memberatkan kalangan pengguna.

Sepertinya ini menjadi momentum yang tepat bagi masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi publik yang kini sedang dibenahi pemerintah. Keberadaan ojek online (ojol) saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan keseharian dan alternatif alat transportasi masyarakat guna menyiasati keterbatasan layanan angkutan umum selama ini.

Kemudahan dalam melakukan pemesanan serta kecepatan waktu tempuh menjadi faktor kunci banyaknya peminat ojek daring ini. Selain itu, kepastian dan murahnya tarif menjadi daya tarik yang mampu memikat masyarakat untuk beralih ke moda transportasi kekinian ini.

Makin populernya ojol serta untuk menekan perang tarif antar aplikator, pemerintah merasa perlu mengatur harga layanan transportasi daring. Keluarlah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.

Telah diteken pula Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 348 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.

Dalam peraturan tersebut, batas atas dan batas bawah tarif ojol diatur berdasarkan tiga zona. Zona 1 meliputi Jawa, Bali, dan Sumatera; Zona 2 Jabodetabek; dan Zona 3 Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lainnya.

Batas bawah tarif paling rendah ditetapkan sebesar Rp1.850 per km, sedangkan batas atas tarif paling tinggi ditetapkan Rp2.600 per km. Selain itu, ada pula biaya jasa minimal apabila jarak tempuh tidak sampai empat kilometer yaitu berkisar antara Rp8.000- Rp10.000.

Penetapan ketiga biaya tersebut merupakan biaya jasa yang sudah mendapat potongan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi. Untuk tahap awal, tarif ini berlaku di lima kota yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar.

Jika dihitung-hitung, harga yang dibebankan ke konsumen naik rata-rata sebesar 20%. Misalnya jika Anda bepergian dari Kawasan Pasar Baru ke Kuningan dengan jarak sekitar 8,5 km, dengan tarif lama Anda mesti membayar Rp20.400.

Namun, dengan tarif baru harga yang harus dibayar naik menjadi Rp25.500. Keputusan ini lantas menimbulkan pro dan kontra. Para driver ojol yang paling menyambut gembira karena pendapatan yang cenderung melonjak.

Sementara konsumen tampaknya banyak yang merasa terbebani, dan mulai terpikir untuk beralih menggunakan transportasi umum yang relatif terjangkau.

Apalagi saat ini telah dan sedang dibangun moda transportasi massal yang terintegrasi di Ibu Kota seperti MRT, LRT, Commuter Line, dan Transjakarta, serta angkutan umum lainnya.

Pengamat kebijakan transportasi Azas Tigor Nainggolan mengutarakan, beberapa kritik memang terlontar meminta agar ketetapan tarif baru tersebut direvisi atau ditinjau ulang.

Kaji ulang tersebut dikatakan perlu karena saat ini terjadi penurunan jumlah penumpang atau pengguna ojol. Akan tetapi, menurut dia, keluarnya aturan harga ojol oleh pemerintah sudah tepat yang didasarkan pada pertimbangan yang matang serta melibatkan sejumlah stakeholders.

Hal ini guna membangun layanan ojol yang berkeselamatan, akses, dan cepat. “Jadi, kritik atau penolakan dari masyarakat pengguna sendiri sebenarnya tidak ada.

Masyarakat pengguna ojol sadar bahwa tarif baru sudah wajar untuk menjawab kebutuhan layanan yang lebih baik dan berkeselamatan,” ujarnya ketika dihubungi KORAN SINDO, Jumat 10 Mei 2019.

Tarif baru, lanjut dia, memberi keadilan bagi pengguna terutama pengemudi ojol berupa pendapatan yang layak. Dengan begitu, para driver bisa merawat kendaraannya dan memberi layanan yang baik kepada penumpangnya.

Selanjutnya, para aplikator dan pengemudi seharusnya dengan kenaikan tarif baru ojol ini meningkatkan dan memperbaiki layanannya.

“Sebelumnya tarif yang dikenakan aplikator termasuk murah sehingga banyak driver yang kesulitan. Ada yang mencicil motor di leasing, malah ditarik karena tidak kuat bayar cicilan,” terang Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) itu.

Tigor menuturkan, kebutuhan masyarakat terhadap layanan ojol memang cukup tinggi karena menjawab kebutuhan alat transportasi dengan akses yang mudah, cepat, dan efektif.

Pilihan terhadap moda transportasi ini adalah karena kecepatan, ketepatan serta kemudah an mengakses, bukanlah melulu hanya karena tarifnya murah. Maka itu, lanjut dia, jika masyarakat merasa keberatan dengan tarif ojol yang baru ini maka dianjurkan untuk beralih keangkutan umum lainnya yang dirasa lebih murah dari tarif ojol.

“Ojol sekarang jadi pilihan alternatif bagi angkutan umum karena mudah dan cepat. Kalau dirugikan karena ongkosnya lebih mahal, masyarakat musti bijak pilih angkutan umum lain yang terjangkau,” tandasnya.

Pihak aplikator, kata Tigor, bisa meringankan beban masyarakat pengguna ojol tanpa mengurangi pendapatan pengemudi. Misalnya dengan menurunkan potongan komisi bagi pengemudi tidak lagi 20% perorder, tetapi cukup 5% saja perorder.

Selain itu, seharusnya para aplik ator lebih kreatif dalam mengelola bisnis layanan ojol dan tidak terus hanya memeras driver dan masyarakat.

“Potongan komisi tidak ada aturannya, jadi seenaknya saja diatur aplikator. Mereka duduk-duduk manis su dah dapat duit banyak, hanya berbekal teknologi dan aplikasi. Sementara driver ojol menderita,” tuturnya.

Dia mengatakan saat ini merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk membangun layanan angkutan umum yang baik, aman, dan nyaman serta terjangkau.

“Pemerintah jangan diam saja, kini waktunya berbenah untuk membangun transportasi publik yang mu dah, aman, dan terintegrasi dengan harga yang terjangkau, sehingga nyamannya mirip dengan kendaraan pribadi,” ucap Tigor.

Kenaikan tarif ojol ini terbukti langsung memengaruhi pengeluaran masyarakat. Hasil RISED (Research Institute of Socio-economic Development) menilai peraturan ini dinilai akan berdampak negatif bagi konsumen dan mitra pengemudi.

Lembaga riset tersebut menyatakan tarif ojol yang naik sesuai dengan ketetapan pemerintah dapat membuat konsumen pin dah dari ojol dan kembali menggunakan moda transportasi umum atau kendaraan pribadi.

Konsumen diketahui lebih baik mengorbankan waktu daripada menambah anggaran. RISED me lakukan survei pada 3.000 konsumen pengguna ojol yang tersebar di sembilan wilayah di Indonesia yang mewakili ketiga zona.

Waktu penelitian dimulai dari 29 April hingga 3 Mei 2019 dengan nilai margin of error survei berada di kisaran 1,83%. Berdasarkan riset tersebut, jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 7-10 km/hari di Zona I (Jawa non-Jabodetabek, Bali, dan Sumatera), 8-11 km/hari di Zona II (Jabodetabek), dan 6-9 km/hari di Zona III (wilayah sisanya).

Dengan skema tarif yang berpedoman pada peraturan dan jarak tempuh sejauh itu, berarti pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp4.000-Rp11.000/hari di Zona I, Rp6.000- Rp15.000/hari di Zona II, dan Rp5.000- Rp12.000/hari di Zona III.

Bertambahnya pengeluaran itu ditolak oleh 47,6% kelompok konsumen yang hanya mau mengalokasikan pengeluaran tambahan untuk ojol maksimal Rp4.000-Rp5.000/hari. Bahkan, 27,4% kelompok konsumen tidak mau menambah pengeluaran sama sekali.

Total persentase kedua kelompok tersebut mencapai 75% secara nasional. Jika diklasifikasikan berdasarkan zona maka besarannya adalah 67% di Zona I, 82% di Zona II, dan 66% di Zona III.

Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas menilai, suatu hal yang bagus apabila masyarakat memilih naik angkutan umum dibanding ojol ketika harganya semakin mahal.

Bahkan sebaiknya, pemerintah tak perlu ikut campur dengan penetapan skema tarif ojol, tetapi sejatinya memperbaiki sistem moda transportasi yang lebih layak dan terintegrasi bagi masyarakat.

“Ojol itu bukan transportasi utama tetapi hanya pelengkap yang sifatnya komplementer, sehingga bagus kalau masyarakat mulai memilih angkutan umum kembali daripada ojol,” ujarnya. Dia mengemukakan, penambahan layanan dan fasilitas terbaik bagi angkutan umum mutlak harus dibangun dan diperkuat.

Pemerintah paling tidak harus membuat kebijakan yang adil, ramah investor sekaligus meningkatkan peng awasan pada operator angkutan yang ada. Pembangunan moda angkutan umum nasional tidak boleh melupakan aspek keselamatan.

“Ojol itu hanya membuat ruwet, macet dan mengganggu lalu lintas. Kalau angkutan umum sudah nyaman dan terintegrasi, masyarakat juga tak segan untuk beralih ke transportasi massal,” kata Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran).

Terkait tingginya tarif ojol, Darmaningtyas menuturkan hal tersebut sebenarnya wajar dan normal. Harga tersebut merupakan biaya yang masuk akal setelah sebelumnya tergerus oleh program promo dan diskon yang diterapkan pihak operator.

Sama saja dengan tiket pesawat yang saat ini kembali ke harga normal, setelah adanya perang tarif murah. Keputusan ini tentunya juga dapat menambah kesejahteraan bagi pengemudi ojol.

“Kalau pengguna ojol bilang terlalu mahal, berarti dia egois dan pelit, tidak memikirkan kebutuhan para driver. Masa sebelumnya tarifnya hanya Rp1.400 sampai Rp1.600 per km, kalau sekarang lebih manusiawi,” tutur Darmaningtyas.

Sementara dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setyadi menyatakan masa uji coba tarif ojol diperpanjang hingga dua pekan ke depan.

Selama masa ini, pihaknya akan menggelar survei untuk mengukur persepsi dan opini masyarakat serta kepatuhan perusahaan penyedia aplikasi. Dengan begitu, penetapan tarif ojol secara nasional baru resmi berlaku setelah kementerian selesai melakukan evaluasi.

Survei bakal dilakukan selama 10 hari, dimulai Selasa (7 Mei) hingga 17 Mei 2019. “Sampai saat ini belum ada masyarakat yang mengadu dan protes dengan keputusan ini. Tunggu saja survei dari lembaga independen nanti seperti apa hasilnya. Diharapkan sebelum 20 Mei hasil survei bisa keluar sehingga menjadi feedback bagi kami,” ujarnya. (Rendra Hanggara)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0872 seconds (0.1#10.140)