Tekan Defisit Neraca Dagang, Kemenperin Akan Genjot Produksi Green Fuel

Minggu, 19 Mei 2019 - 14:01 WIB
Tekan Defisit Neraca...
Tekan Defisit Neraca Dagang, Kemenperin Akan Genjot Produksi Green Fuel
A A A
JAKARTA - Guna menekan defisit neraca perdagangan akibat impor sektor migas, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mendongkrak produksi bahan bakar hijau (green fuel) seperti biodiesel B20 dan B30. Bahan bakar diesel campuran minyak nabati dan minyak bumi itu diharapkan mengurangi impor bahan bakar fosil yang menekan neraca perdagangan.

"Sekarang pemerintah memitigasinya dari sektor industri adalah penggunaan biofuel, bahkan pemerintah akan mendorong penggunaan green fuel, green diesel, green gasoline dan green avtur. Tetapi berproduksi itu membutuhkan waktu, jadi tidak ada yang instan," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (19/5/2019).

Menurut Airlangga, Indonesia memiliki sumber minyak nabati yang besar yaitu minyak kelapa sawit. Artinya, kata dia, dari sisi bahan baku penggunaan bahan bakar nabati (BBN) untuk menekan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sangat memungkinkan.

"Penggunaan fuel yang dicampur minyak nabati diharapkan mampu menghemat devisa negara dan kuota impor migas akan berkurang. Karea itu kami sudah meminta pada pelaku usaha agar mendukung penuh penggunaan biodiesel," ujarnya.

Upaya lain, sambung Airlangga, adalah pengembangan kendaraan listrik yang juga dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian BBM serta mengurangi ketergantungan pada impor. Hal ini, kata dia, berpotensi menghemat devisa sekitar Rp789 triliun.

Terkait dengan itu, kata Airlangga, Indonesia juga memiliki cadangan bijih nikel yang melimpah sebagai bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Hal ini menurutnya sekaligus juga menjadi daya tarik investasi bagi perusahaan asing yang ingin memperluas produksi.

Airlangga mengatakan, Indonesia akan memiliki pabrik yang memproduksi material energi baru dari nikel laterit melalui investasi PT QMB New Energy Materials di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, yang ditargetkan akan beroperasi pada pertengahan tahun 2020.

Proyek industri smelter berbasis teknologi hydrometallurgy tersebut akan memenuhi kebutuhan bahan baku baterai lithium generasi kedua nikel kobalt yang dapat digunakan untuk kendaraan listrik. Total investasi yang ditanamkan sebesar USD700 juta dan akan menghasilkan devisa senilai USD800 juta per tahun.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0885 seconds (0.1#10.140)