Menkeu: Pelambatan Ekonomi Dunia Tantangan Nyata Bagi Indonesia
Menkeu: Pelambatan Ekonomi Dunia Tantangan Nyata Bagi Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan hasil pertemuan KTT G20 di Jepang yang antara lain membahas risiko pelambatan ekonomi global. Pelambatan pertumbuhan ekonomi global menurutnya berdampak nyata bagi Indonesia.
"Risiko ekonomi global juga menjadi lebih nyata. Sinyalnya mereka akan lebih terbuka dari sisi direction," ujar Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Dia pun menjelaskan mengenai dampak perang dagang Amerika Serikat dan China yang semakin tajam. Menurut Menkeu, hal ini akan mempengaruhi sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Kemarin pada pertemuan G20 di Jepang sebelum pertemuan tingkat leaders di Osaka pada akhir bulan ini harusnya ada semacam jembatan antara Amerika, China dan negara-negara lain. Namun posisinya belum berubah. Ketegangan dari konflik perdagangan ini dari sisi retorika maupun action masih sama, bahkan ada kecenderungan lebih tajam," katanya.
Menurut Sri Mulyani, China saat ini menginginkan penyelesaian konflik dilakukan secara multilateral. Hal ini dapat dilakukan dalam kerangka yang selama ini sudah ada. Sedangkan Amerika, kata dia, bersikeras tetap menggunakan pendekatan bilateral.
"Harapan bahwa kedua pihak ada pertemuan dan mencapai kesepakatan masih jauh. China menganggap mereka telah melakukan apa yang diminta AS selama ini, namun belum cukup. Dalam keseluruhan pembahasan di G20, risiko global itu mungkin terealisasi," jelasnya.
"Risiko ekonomi global juga menjadi lebih nyata. Sinyalnya mereka akan lebih terbuka dari sisi direction," ujar Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Dia pun menjelaskan mengenai dampak perang dagang Amerika Serikat dan China yang semakin tajam. Menurut Menkeu, hal ini akan mempengaruhi sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Kemarin pada pertemuan G20 di Jepang sebelum pertemuan tingkat leaders di Osaka pada akhir bulan ini harusnya ada semacam jembatan antara Amerika, China dan negara-negara lain. Namun posisinya belum berubah. Ketegangan dari konflik perdagangan ini dari sisi retorika maupun action masih sama, bahkan ada kecenderungan lebih tajam," katanya.
Menurut Sri Mulyani, China saat ini menginginkan penyelesaian konflik dilakukan secara multilateral. Hal ini dapat dilakukan dalam kerangka yang selama ini sudah ada. Sedangkan Amerika, kata dia, bersikeras tetap menggunakan pendekatan bilateral.
"Harapan bahwa kedua pihak ada pertemuan dan mencapai kesepakatan masih jauh. China menganggap mereka telah melakukan apa yang diminta AS selama ini, namun belum cukup. Dalam keseluruhan pembahasan di G20, risiko global itu mungkin terealisasi," jelasnya.
(fjo)
Explore More