Penyelesaian BLBI Kepada BDNI Dinilai Sudah Tuntas
A
A
A
JAKARTA - Penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dinilai sudah tuntas karena telah dilakuan pembayaran tunai dan penyerahan aset-aset berupa saham-saham perusahaan kepada Pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Itu telah dipenuhi oleh Sjamsul Nursalim berdasarkan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) pada tahun 1999," ujar pakar hukum Otto Hasibuan di Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sehingga, lanjut dia, apa yang terjadi sesudahnya sama sekali tidak ada kaitan dan bukan lagi urusan Sjamsul Nursalim.
Karena itu, kata Otto, kasus Syafruddin Arsyad Temenggung sangat berlainan dan tidak bisa dikaitkan dengan Sjamsul Nursalim. Karena Sjamsul Nursalim telah terikat pada janji pemerintah dalam surat Release and Discharge (R&D) pada 25 Mei 1999 yang diberikan kepadanya. R&D diberikan oleh pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan dan BPPN pada masa Glenn MS Yusuf.
Sedangkan kasus Syafruddin Arsyad Temenggung terkait dengan penghapusan hutang petambak dan Surat Keterangan Lunas (SKL), dimana Sjamsul Nursalim tidak terlibat sama sekali.
Menurut Otto yang juga kuasa hukum Sjamsul Nursalim, kasus penerbitan SKL tahun 2004 sesungguhnya tidak berpengaruh sama sekali karena Sjamsul Nursalim telah menerima R&D dari pemerintah di tahun 1999. Dimana pemerintah membebaskan dan melepaskannya dari setiap kewajiban lebih lanjut atas penyelesaian pembayaran BLBI.
Pemerintah juga mengakui dan setuju tidak akan memulai atau melakukan tuntutan hukum apapun atau menjalankan hak hukum apapun yang dimiliki, bilamana ada, terhadap Sjamsul Nursalim atas segala hal yang berkaitan dengan BLBI.
"Perlu diketahui, BDNI telah diambil alih oleh BPPN sejak 4 April 1998. Piutang pada petambak adalah aset yang melekat pada BDNI, maka sejak bank itu diambil alih, Sjamsul Nursalim tidak memiliki kuasa atau kendali apapun terhadap BDNI maupun aset-asetnya, semuanya sepenuhnya berada dalam penguasaan dan pengelolaan BPPN. Oleh karenanya kalau di kemudian hari dihapuskan ataupun dijual pemerintah sudah tidak mungkin bisa dikaitkan lagi kepada Sjamsul Nursalim," papar Otto.
Syarat dan ketentuan dalam MSAA juga disiapkan sepenuhnya oleh BPPN dan para konsultannya. Termasuk semua perhitungan aset dan kewajiban BDNI pada saat bank tersebut dibekukan operasinya pada 21 Agustus 1998. "Syamsul Nursalim hanya menerima semua kondisi yang ditetapkan dalam MSAA," tutupnya.
"Itu telah dipenuhi oleh Sjamsul Nursalim berdasarkan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) pada tahun 1999," ujar pakar hukum Otto Hasibuan di Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sehingga, lanjut dia, apa yang terjadi sesudahnya sama sekali tidak ada kaitan dan bukan lagi urusan Sjamsul Nursalim.
Karena itu, kata Otto, kasus Syafruddin Arsyad Temenggung sangat berlainan dan tidak bisa dikaitkan dengan Sjamsul Nursalim. Karena Sjamsul Nursalim telah terikat pada janji pemerintah dalam surat Release and Discharge (R&D) pada 25 Mei 1999 yang diberikan kepadanya. R&D diberikan oleh pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan dan BPPN pada masa Glenn MS Yusuf.
Sedangkan kasus Syafruddin Arsyad Temenggung terkait dengan penghapusan hutang petambak dan Surat Keterangan Lunas (SKL), dimana Sjamsul Nursalim tidak terlibat sama sekali.
Menurut Otto yang juga kuasa hukum Sjamsul Nursalim, kasus penerbitan SKL tahun 2004 sesungguhnya tidak berpengaruh sama sekali karena Sjamsul Nursalim telah menerima R&D dari pemerintah di tahun 1999. Dimana pemerintah membebaskan dan melepaskannya dari setiap kewajiban lebih lanjut atas penyelesaian pembayaran BLBI.
Pemerintah juga mengakui dan setuju tidak akan memulai atau melakukan tuntutan hukum apapun atau menjalankan hak hukum apapun yang dimiliki, bilamana ada, terhadap Sjamsul Nursalim atas segala hal yang berkaitan dengan BLBI.
"Perlu diketahui, BDNI telah diambil alih oleh BPPN sejak 4 April 1998. Piutang pada petambak adalah aset yang melekat pada BDNI, maka sejak bank itu diambil alih, Sjamsul Nursalim tidak memiliki kuasa atau kendali apapun terhadap BDNI maupun aset-asetnya, semuanya sepenuhnya berada dalam penguasaan dan pengelolaan BPPN. Oleh karenanya kalau di kemudian hari dihapuskan ataupun dijual pemerintah sudah tidak mungkin bisa dikaitkan lagi kepada Sjamsul Nursalim," papar Otto.
Syarat dan ketentuan dalam MSAA juga disiapkan sepenuhnya oleh BPPN dan para konsultannya. Termasuk semua perhitungan aset dan kewajiban BDNI pada saat bank tersebut dibekukan operasinya pada 21 Agustus 1998. "Syamsul Nursalim hanya menerima semua kondisi yang ditetapkan dalam MSAA," tutupnya.
(ven)