Blok Masela Masuk Babak Baru, Eksplorasi Migas Disebut Penuh Risiko

Selasa, 18 Juni 2019 - 17:57 WIB
Blok Masela Masuk Babak...
Blok Masela Masuk Babak Baru, Eksplorasi Migas Disebut Penuh Risiko
A A A
BANDUNG - Keseriusan pemerintah dalam pengembangan lapangan hulu minyak dan gas bumi (migas) Blok Masela di Kepulauan Tanimbar, Laut Arafuru, Maluku mendapatkan apresiasi dari Pengurus Besar Persatuan Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).

Diketahui, pengembangan Blok Masela akan segera menemui babak baru setelah ditandatanganinya Head of Agreement (HoA) pengembangan Blok Masela oleh Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK) Migas Dwi Sutjipto dan Inpex Corporation selaku Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS.

"PB HMI mengapresiasi Head of Agreement terkait pengembangan Blok Masela," tegas Ketua PB HMI Muhammad Ichsan di Bandung.

Ichsan menyatakan, ketahanan energi (energy resilience) menentukan ketersediaan energi yang akan menentukan kemajuan suatu bangsa. Menurut dia, tanpa ketahanan energi, tidak mungkin suatu bangsa bisa menjadi besar, maju, dan makmur.

"Eksplorasi migas memang hal yang penuh resiko. Selain padat modal, juga padat teknologi. Oleh karenanya, kegiatan eksplorasi dan produksi migas diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi industri penunjang, agar menghasilkan multiplier effect (efek ganda) bagi kegiatan ekonomi lain," papar Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan PB HMI itu.

Meski begitu, Ichsan menyesalkan tambahan waktu selama 7 tahun masa kerja sama yang diberikan kepada Inpex Corporation sesuai yang tercantum dalam perjanjian Plant of Development (PoD). Padahal, waktu tambahan kontrak kerja sama yang diajukan investor tersebut adalah 10 tahun.

Dengan keputusan tersebut, lanjut Ichsan, investor terpaksa harus memperbesar ukuran (size) kilang terapung (FLNG) untuk menjaga net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR) tetap menarik bagi pemberi pinjaman (lender).

"Dulu tahun 2008 kalau tidak salah pernah juga PoD Blok Masela disetujui dengan FLNG size 2,5 juta ton per tahun (Mtpa). Lalu tahun 2010 juga pernah disetujui FLNG 4,5 Mtpa. Nah, itu juga proyek yang jalan di tempat karena tidak ada pembeli LNG-nya," imbuhnya seraya mengatakan, semakin besar kapasitas kilang, maka biaya produksi pun semakin besar.

Menurunya PoD migas bukan hanya sekedar euforia nasionalisme semata. Singkatnya, kata Ichsan, dengan PoD FLNG size 7,5 Mtpa yang diberikan kepada Inpex Corporation, jangka waktu kontrak kerja sama idealnya 10 tahun.

"Sekarang pemerintah memberikan waktu hanya 7 tahun. Justru ini akan merugikan masyarakat sekitar wilayah eksplorasi migas serta industri penunjang migas dalam memberikan nilai tambah yang semakin jauh akibat biaya produksi meningkat. Saya akhirnya mengutip dari statement beberapa pakar migas bahwa LNG tidak ada pembeli, proyek macet, investor pun pergi," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0809 seconds (0.1#10.140)