Sri Mulyani Kaji Penerapan Bea Materai ke Dokumen Digital
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkaji penerapan bea materai terhadap semua dokumen, sehingga tidak hanya berbentuk fisik tetapi bisa juga non-fisik tanpa menggunakan kertas. Hal ini seiring perkembangan pesat era teknologi informasi, yang diusulkan masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menekankan, penerapan bea materai untuk dokumen digital ini dalam rangka mengikuti perkembangan teknologi saat ini. "Disitu disebutkan tidak hanya dokumen dalam bentuk kertas, tapi juga dokumen dalam bentuk digital. Paling penting bentuk esensi dokumen itu memiliki nilai value penyerahan uang. Jadi walaupun dalam bentuk digital, dia juga sama dengan non digital atau kertas, perlu diwajibkan memiliki meterai," ujar Menkeu di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan menyebutkan pembuatan aturan materai digital ini sudah disusun untuk masuk usulan dan sesuai aturan Undang-undang (UU) Bea Materai Nomor 13 tahun 1988. "Kalau existing kan hanya dokumen kertas yang menjadi objek bea materai, sehingga sekarang harusnya dokumen digital tentu saja dibuka kemungkinan. Sebenarnya sudah ada pasalnya yang dalam bentuk elektronik," jelasnya.
Dia pun menambahkan, pada nantinya materai yang ada bakal bervariasi dan tidak hanya materai tempel. "Bentuk materainya juga nanti dibuka pasal yang memungkinkan lebih variasi, bukan hanya harus meterai tempel. Mungkin pembayaran secara digital juga memungkinkan," ujar Robert.
Dalam UU No. 13/1985, dokumen didefinisikan sebagai kertas yang berisi tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, selama ini dokumen non-kertas belum bisa dikenakan bea meterai karena keterbatasan UU Bea Materai yang belum pernah direvisi sejak 1985 tersebut. Melalui RUU Bea Materai yang baru dibahas hari ini, objek bea meterai diperluas sehingga dokumen digital dan non-kertas juga bisa dikenakan bea meterai.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menekankan, penerapan bea materai untuk dokumen digital ini dalam rangka mengikuti perkembangan teknologi saat ini. "Disitu disebutkan tidak hanya dokumen dalam bentuk kertas, tapi juga dokumen dalam bentuk digital. Paling penting bentuk esensi dokumen itu memiliki nilai value penyerahan uang. Jadi walaupun dalam bentuk digital, dia juga sama dengan non digital atau kertas, perlu diwajibkan memiliki meterai," ujar Menkeu di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan menyebutkan pembuatan aturan materai digital ini sudah disusun untuk masuk usulan dan sesuai aturan Undang-undang (UU) Bea Materai Nomor 13 tahun 1988. "Kalau existing kan hanya dokumen kertas yang menjadi objek bea materai, sehingga sekarang harusnya dokumen digital tentu saja dibuka kemungkinan. Sebenarnya sudah ada pasalnya yang dalam bentuk elektronik," jelasnya.
Dia pun menambahkan, pada nantinya materai yang ada bakal bervariasi dan tidak hanya materai tempel. "Bentuk materainya juga nanti dibuka pasal yang memungkinkan lebih variasi, bukan hanya harus meterai tempel. Mungkin pembayaran secara digital juga memungkinkan," ujar Robert.
Dalam UU No. 13/1985, dokumen didefinisikan sebagai kertas yang berisi tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, selama ini dokumen non-kertas belum bisa dikenakan bea meterai karena keterbatasan UU Bea Materai yang belum pernah direvisi sejak 1985 tersebut. Melalui RUU Bea Materai yang baru dibahas hari ini, objek bea meterai diperluas sehingga dokumen digital dan non-kertas juga bisa dikenakan bea meterai.
(akr)