Panel Surya Atap Jadi Solusi Ketahanan Energi Negara Khatulistiwa
A
A
A
JAKARTA - Atap bangunnan yang sebagian besar hanya dipakai untuk berteduh maupun pelindung, ternyata mempunyai manfaat lain yakni memproduksi listrik dengan cara memasang panel surya atap. Dengan melakukan pemasangan panel surya atap, maka mampu menyediakan energi listrik secara mandiri bagi kebutuhan harian bahkan lebih efisien.
Tak hanya itu, pemasangan solar cell tersebut juga mendukung pemerintah meningkatkan bauran energi berbasis energi terbarukan. Bahkan beberapa waktu lalu, sejumlah pengusaha tanah air terlibat dalam mendukung Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA).
Keterlibatan tersebut diwujudkan dengan memasang sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap yang difasilitasi oleh Xurya, sebuah startup lokal penyedia jasa PLTS atap. Penggunaan surya atap di kalangan dunia usaha berpotensi untuk menurunkan emisi gas buang CO2.
Menurut Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi yang dirilis oleh Kementerian ESDM pada tahun 2016, emisi CO2 yang dihasilkan oleh sektor industri dan komersial adalah 36%. Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk menghindari krisis energi dan mengurangi emisi CO2 adalah dengan mendorong dan mempercepat pembangunan PLTS atap di perumahan, fasilitas umum, gedung perkantoran dan pemerintahan, bangunan komersial dan kompleks industri.
Apabila berhasil memasang 5 MW saja bisa mengurangi emisi CO2 sampai 5.000 ton dari udara. MIT Technology Review menyatakan, bahwa energi yang dipancarkan matahari dalam satu jam itu lebih besar dari yang dibutuhkan bumi dalam setahun. Hal itu sangat menguntungkan bagi negara yang terletak di garis khatulistiwa seperti Indonesia.
Adapun potensi energi matahari di Indonesia mencapai 1.400 megawatt (MW), tapi pemanfaatan belum maksimal jika dibandingkan negara lain. Seluruh dunia setiap tahun menghasilkan 90.000 MW dari energi surya dengan kontribusi terbesar dari China, Jepang dan India.
“Sedangkan di Indonesia baru mampu menhasilkan 90-100 kilowatt peak (kWp). Jauh jika dibandingkan Thailand sudah mencapai 5.000 MW,” ujar Managing Director Xurya Eka Himawan saat berbincang dengan SINDO di Jakarta baru-baru ini.
Sebab itu, akan menjadi mubazir jika energi surya tidak secara maksimal dimanfaatkan. Agar energi surya dapat dimanfaatkan dengan maksimal, pihaknya memperkenalkan Xurya Lease, sebuah skema di mana calon pengguna sistem PLTS atap mendapatkan opsi untuk dibebaskan dari kewajiban pembayaran di awal. “Biasanya consumer memang berat biaya di awal. Sebab itu kita tawarkan, kami yang bangun nanti sharing saving,” kata dia.
Untuk itu, Himawan mengajak para pelaku sektor industri dan komersial lainnya untuk mulai menggunakan PLTS atap. Jika dihitung dan dioperasikan dengan seksama, besar penghematan bagi bisnis dan industri bisa mencapai 30%. Pengguna sistem PLTS atap dengan skema Xurya Lease dapat merasakan langsung efisiensi sistem ini pada bulan pertama hingga satu tahun.
Namun efisiensi tersebut tergantung luasan atap bangunan yang dipasang panel surya. Misalnya kilen memasang 200 kWp, maka dalam kurun waktu setahun dapat menghemat sampai Rp100 per tahun. “Untuk itu, melalui skema Xurya Lease ini, kami ingin membantu pemerintah mewujudkan sejuta surya atap. Harapannya dengan gerakan ini setiap tahunnya bisa terus di upadate,” tandasnya.
Sementara itu Direktur Teknologi Xurya Edwin Widjonarko optimistis dengan potensi yang ada surya atap di Indonesia akan berkembang pesat. Untuk menarik consumer memasang panel surya, pihaknya memberikan garansi hingga 25 tahun. “Garansi panelnya itu 25 tahun. Panel dibeli dari lokal dengan kualitas yang terbaik,” kata dia.
Hal senada juga dikatakan VP of Operation Philip Effendy. Menurutnya kualitas, kelayakan dan keamanan menjadi prioritas bisnis surya atap. “Ada standar yang harus kita miliki. Kita memlih partner dengan kualitas terbaik yang kita mau,” ucapnya.
Sebagai informasi, Xurya merupakan perusahaan startup lokal yang bergerak di bidang pemanfaatan energi surya. Didirikan pada tahun 2018, Xurya fokus pada pengadaan, operasional serta pemeliharaan instalasi sistem PLTS atap di Indonesia. Xurya fokus mendorong pemanfaatan potensi energi surya, khususnya oleh pelaku sektor industri dan komersial.
Tak hanya itu, pemasangan solar cell tersebut juga mendukung pemerintah meningkatkan bauran energi berbasis energi terbarukan. Bahkan beberapa waktu lalu, sejumlah pengusaha tanah air terlibat dalam mendukung Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA).
Keterlibatan tersebut diwujudkan dengan memasang sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap yang difasilitasi oleh Xurya, sebuah startup lokal penyedia jasa PLTS atap. Penggunaan surya atap di kalangan dunia usaha berpotensi untuk menurunkan emisi gas buang CO2.
Menurut Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi yang dirilis oleh Kementerian ESDM pada tahun 2016, emisi CO2 yang dihasilkan oleh sektor industri dan komersial adalah 36%. Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk menghindari krisis energi dan mengurangi emisi CO2 adalah dengan mendorong dan mempercepat pembangunan PLTS atap di perumahan, fasilitas umum, gedung perkantoran dan pemerintahan, bangunan komersial dan kompleks industri.
Apabila berhasil memasang 5 MW saja bisa mengurangi emisi CO2 sampai 5.000 ton dari udara. MIT Technology Review menyatakan, bahwa energi yang dipancarkan matahari dalam satu jam itu lebih besar dari yang dibutuhkan bumi dalam setahun. Hal itu sangat menguntungkan bagi negara yang terletak di garis khatulistiwa seperti Indonesia.
Adapun potensi energi matahari di Indonesia mencapai 1.400 megawatt (MW), tapi pemanfaatan belum maksimal jika dibandingkan negara lain. Seluruh dunia setiap tahun menghasilkan 90.000 MW dari energi surya dengan kontribusi terbesar dari China, Jepang dan India.
“Sedangkan di Indonesia baru mampu menhasilkan 90-100 kilowatt peak (kWp). Jauh jika dibandingkan Thailand sudah mencapai 5.000 MW,” ujar Managing Director Xurya Eka Himawan saat berbincang dengan SINDO di Jakarta baru-baru ini.
Sebab itu, akan menjadi mubazir jika energi surya tidak secara maksimal dimanfaatkan. Agar energi surya dapat dimanfaatkan dengan maksimal, pihaknya memperkenalkan Xurya Lease, sebuah skema di mana calon pengguna sistem PLTS atap mendapatkan opsi untuk dibebaskan dari kewajiban pembayaran di awal. “Biasanya consumer memang berat biaya di awal. Sebab itu kita tawarkan, kami yang bangun nanti sharing saving,” kata dia.
Untuk itu, Himawan mengajak para pelaku sektor industri dan komersial lainnya untuk mulai menggunakan PLTS atap. Jika dihitung dan dioperasikan dengan seksama, besar penghematan bagi bisnis dan industri bisa mencapai 30%. Pengguna sistem PLTS atap dengan skema Xurya Lease dapat merasakan langsung efisiensi sistem ini pada bulan pertama hingga satu tahun.
Namun efisiensi tersebut tergantung luasan atap bangunan yang dipasang panel surya. Misalnya kilen memasang 200 kWp, maka dalam kurun waktu setahun dapat menghemat sampai Rp100 per tahun. “Untuk itu, melalui skema Xurya Lease ini, kami ingin membantu pemerintah mewujudkan sejuta surya atap. Harapannya dengan gerakan ini setiap tahunnya bisa terus di upadate,” tandasnya.
Sementara itu Direktur Teknologi Xurya Edwin Widjonarko optimistis dengan potensi yang ada surya atap di Indonesia akan berkembang pesat. Untuk menarik consumer memasang panel surya, pihaknya memberikan garansi hingga 25 tahun. “Garansi panelnya itu 25 tahun. Panel dibeli dari lokal dengan kualitas yang terbaik,” kata dia.
Hal senada juga dikatakan VP of Operation Philip Effendy. Menurutnya kualitas, kelayakan dan keamanan menjadi prioritas bisnis surya atap. “Ada standar yang harus kita miliki. Kita memlih partner dengan kualitas terbaik yang kita mau,” ucapnya.
Sebagai informasi, Xurya merupakan perusahaan startup lokal yang bergerak di bidang pemanfaatan energi surya. Didirikan pada tahun 2018, Xurya fokus pada pengadaan, operasional serta pemeliharaan instalasi sistem PLTS atap di Indonesia. Xurya fokus mendorong pemanfaatan potensi energi surya, khususnya oleh pelaku sektor industri dan komersial.
(akr)