Lahirnya UU EBT Akan Jamin Kepastian Investasi
A
A
A
JAKARTA - Pelaku industri yang tergabung dalam Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mendorong lahirnya Undang-undang (UU) Energi Baru Terbarukan (EBT). Untuk saat ini DPR tengah menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT). Keberadaan UU EBT diharapkan mampu menjamin kepastian hukum berinvestasi di Indonesia.
“METI mendorong lahirnya UU EBT. Kepastian hukum harus segera diwujudkan supaya pengembangannya tidak berjalan lambat. Itulah perlunya RUU EBT disusun dan disahkan sebagai kepastian hukum yang perlu ditempatkan pada posisi lebih tinggi,” ujar Ketua Umum METI Surya Darma di sela acara launching pameran Indi EBTKE CoNex 2019 di Gedung Ditjen EBTKE, Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Sementara Anggota Komisi VII DPR-RI Ridwan Hisyam menerangkan, lahirnya UU EBT nantinya akan menjadi langkah maju untuk segera meninggalkan ketergantungan terhadap energi fosil, dan beralih ke energi baru terbarukan. Untuk saat ini materi RUU EBT tersebut sudah masuk Prolegnas dan diharapkan sudah mulai dibahas oleh anggota DPR baru pada Oktober nanti.
Pihaknya menargetkan RUU EBT dapat sidahkan dalam kurun waktu satu tahun. “Sebelum UU EBT disahkan, Kementerian ESDM dapat terus meningkatkan program-program guna mendorong peningkataan pengembangan EBT di dalam negeri,” jelas dia.
Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI Herman Khaeron menambahkan, lahirnya UU EBT diyakini mampu meningkatkan investasi EBT diharapkan menjadi langkah nyata mengurangi impor bahan bakar minyak sehingga membantu pemerintah dalam mempersempit defisit migas. “RUU EBT diharapkan dapat mengurangi impor minyak yang saat ini menjadi beban pemerintah. Sebab itu perlu adanya payung hukum berupa UU yang mengatur, yakni UU EBT,” tandas dia.
Terpisah, Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Sripeni Inten Cahyani mendukung penyusunan RUU EBT. Pihaknya berharap aturan yang dibuat diharapkan mampu memberikan langkah positif bagi pengembangan EBT di dalam negeri serta mampu mengakomodir seluruh pihak termasuk harga dan tarif listriknya. “Tapi yang jelas nanti kita pelajari dulu isinya seperti apa? Namun tentunya kami mendukung langkah positif pemerintah dan DPR terkait RUU EBT,” kata dia.
Inten menjelaskan bahwa proses implementasi aturan perundang-undangan terbilang panjang. Pasalnya sifat aturan UU masih bersifat umum sehingga perlu aturaun turunan dari kementerian/lembaga terkait.
“Setelah adanya UU kemudian diturunkan ke kementerian teknis dalam hal ini Kementerian ESDM dalam bentuk Permen dan satu lagi dari sisi komersialnya dalam hal ini Kementerian Keuangan. Dari sisi kementerian teknis, mengatur bagaimana dari sisi intermitennya dan mencari solusi risiko lainnya seperti eksplorasi dan lainnya. Begitu juga dari sisi komersialnya misalnya bagaimana mengatur terkait mekanisme insentif dan sebagainya,” tutur Inten.
“METI mendorong lahirnya UU EBT. Kepastian hukum harus segera diwujudkan supaya pengembangannya tidak berjalan lambat. Itulah perlunya RUU EBT disusun dan disahkan sebagai kepastian hukum yang perlu ditempatkan pada posisi lebih tinggi,” ujar Ketua Umum METI Surya Darma di sela acara launching pameran Indi EBTKE CoNex 2019 di Gedung Ditjen EBTKE, Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Sementara Anggota Komisi VII DPR-RI Ridwan Hisyam menerangkan, lahirnya UU EBT nantinya akan menjadi langkah maju untuk segera meninggalkan ketergantungan terhadap energi fosil, dan beralih ke energi baru terbarukan. Untuk saat ini materi RUU EBT tersebut sudah masuk Prolegnas dan diharapkan sudah mulai dibahas oleh anggota DPR baru pada Oktober nanti.
Pihaknya menargetkan RUU EBT dapat sidahkan dalam kurun waktu satu tahun. “Sebelum UU EBT disahkan, Kementerian ESDM dapat terus meningkatkan program-program guna mendorong peningkataan pengembangan EBT di dalam negeri,” jelas dia.
Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI Herman Khaeron menambahkan, lahirnya UU EBT diyakini mampu meningkatkan investasi EBT diharapkan menjadi langkah nyata mengurangi impor bahan bakar minyak sehingga membantu pemerintah dalam mempersempit defisit migas. “RUU EBT diharapkan dapat mengurangi impor minyak yang saat ini menjadi beban pemerintah. Sebab itu perlu adanya payung hukum berupa UU yang mengatur, yakni UU EBT,” tandas dia.
Terpisah, Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Sripeni Inten Cahyani mendukung penyusunan RUU EBT. Pihaknya berharap aturan yang dibuat diharapkan mampu memberikan langkah positif bagi pengembangan EBT di dalam negeri serta mampu mengakomodir seluruh pihak termasuk harga dan tarif listriknya. “Tapi yang jelas nanti kita pelajari dulu isinya seperti apa? Namun tentunya kami mendukung langkah positif pemerintah dan DPR terkait RUU EBT,” kata dia.
Inten menjelaskan bahwa proses implementasi aturan perundang-undangan terbilang panjang. Pasalnya sifat aturan UU masih bersifat umum sehingga perlu aturaun turunan dari kementerian/lembaga terkait.
“Setelah adanya UU kemudian diturunkan ke kementerian teknis dalam hal ini Kementerian ESDM dalam bentuk Permen dan satu lagi dari sisi komersialnya dalam hal ini Kementerian Keuangan. Dari sisi kementerian teknis, mengatur bagaimana dari sisi intermitennya dan mencari solusi risiko lainnya seperti eksplorasi dan lainnya. Begitu juga dari sisi komersialnya misalnya bagaimana mengatur terkait mekanisme insentif dan sebagainya,” tutur Inten.
(akr)