Pengajuan Peremajaan Sawit Kini Bisa dengan Online
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan hingga saat ini komitmen melakukan peremajaan sawit rakyat (PSR) sampai tahun 2022 mendatang. Guna merealisasikan target PSR pada tahun ini, pemerintah akan melakukan sejumlah percepatan. Salah satunya usulan bisa melalui sistem online.
Percepatan PSR itu di antaranya adalah dengan memangkas persyaratan petani dalam mengajukan PSR dari 14 syarat menjadi delapan syarat. “Delapan persyaratan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah birokrasi dalam pelaksanaan PSR,” kata Kasubdit Kelapa Sawit, Ditjen Perkebunan Kementan, Edi Subiantoro di Jakarta.
Beberapa persyaratan untuk bisa melakukan PSR di antaranya, petani harus punya kelembagaan, dalam satu pengusul minimal 50 hektare dengan radius 10 Km ditunjukkan dalam peta berkoordinat. Selain itu, petani yang mengajukan PSR harus bisa menunjukkan KTP, KK atau surat keterangan dari Dinas Kependukan dan Catatat Sipil, rekening bank aktif, Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) atau surat kesanggupan penyelesaian STDB.
“Kepemilikan lahan yang diajukan dalam PSR tidak dalam sengketa, legalitas lahan (sertifikat, girik, leter c), dan ada SK Bupati atau kepala dinas atas nama bupati calon penerima dan calon lokasi (CPCL),” tambah Edi.
Bahkan untuk mempermudah petani melakukan PSR, Edi mengatakan, pengajuan permohonan PSR yang sebelumnya harus melalui delapan tahapan saat ini dipangkas menjadi satu pengajuan usulan secara online. “Sekarang pengajuan usulan melalui aplikasi online dan diverifikasi oleh tim terintegrasi pusat, provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Edi.
Menurut Edi, berdasaran verifikasi terintegrasi melalui online, per Juni 2019 sudah ada rekomtek (rekomendasi teknis) sebanyak 15.882,52 hektare. Melalui percepatan tersebut, Kementan melalui Ditjenbun optimis bisa menyelesaikan target PSR tahun ini secara periodik. Diharapkan pada Juli bisa tercapai 30.000 hektare, Agustus 30.000 hektare, September 30.000 hektare, Oktober 40.000 hektare, dan November 40.000 hektare.
Sedangkan pola pelaksanaan peremajaan (Permentan No.7 tahun 2019) bisa dilakukan oleh pekebun secara mandiri/swadaya melalui kelembagaan pekebun. Bisa juga oleh pekebun melalui kelembagaan pekebun bekerjasama dengan mitra kerja, atau mitra kerja pekebun. “Sedangkan peran perusahaan adalah membantu pengumpulan dokumen persyaratan, seperti KTP dan KK pekebun, legalitas pekebun, kelembagaan, dan peta koordinat,” ujar Edi.
Edi menyebutkan, pola pelaksanaan peremajaan bisa juga melalui kelembagaan pekebun bersama mitra kerja, yang wajib diketahui bupati/kepala dinas. “Pelaksanananya bisa juga diserahkan ke mitra kerja yang diketahui bupati atau kepala dinas,” kata Edi.
Edi mengungkapkan, areal sawit rakyat pada tahun 2017 seluas 5,61 juta hektare. Dari luas sawit rakyat ini setidaknya sebanyak 2,4 juta hektare perlu diremajakan. Dari luas lahan sawit yang diremajakan itu, sebanyak 2,12 juta hektare adalah sawit swadaya, kemudian Plasma Pirbun seluas 153,39 ribu hektare, dan Plasma PIR-Trans seluas 136,78 ribu hektare.
Data Ditjenbun Kementan menyebutkan pada tahun 2017 dari target PSR seluas 20.780 hektare yang dilakukan di tujuh provinsi/20 kabupaten, realiasasinya masih rendah, yakni hanya seluas 14.796 hektare (71,20 persen).
Kemudian, pada tahun 2018 dari target 185.000 hektare yang dikembangkan di 16 provinsi/45 kabupaten, realisasinya hanya seluas 33.842 hektare (18,29 persen). Bahkan, per 25 Juni 2019, PSR yang ditargekan 200.000 hektare di 21 provinsi/107 kabupaten, realisasisinya juga masih rendah, yakni seluas 20.379 hektare (10,19 persen).
Edi berharap, dengan PSR tersebut nantinya bisa meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat. Karena itu, Kementan menargetkan PSR dari tahun 2017-2022 secara periodik. Target kebun sawit rakyat yang diremajakan tahun 2017 seluas 20.780 hektare, tahun 2018 (185.000 hektare), tahun 2019 (200.000 hektare), tahun 2020 (500.000 hektare), tahun 2021 (750.000 hektare) dan tahun 2022 seluas 830.000 hektare.
“Kita berharap dengan sistem online pendaftaran, peserta pelaksana peremajaan sawit rakyat akan terus meningkat,” ujarnya.
Percepatan PSR itu di antaranya adalah dengan memangkas persyaratan petani dalam mengajukan PSR dari 14 syarat menjadi delapan syarat. “Delapan persyaratan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah birokrasi dalam pelaksanaan PSR,” kata Kasubdit Kelapa Sawit, Ditjen Perkebunan Kementan, Edi Subiantoro di Jakarta.
Beberapa persyaratan untuk bisa melakukan PSR di antaranya, petani harus punya kelembagaan, dalam satu pengusul minimal 50 hektare dengan radius 10 Km ditunjukkan dalam peta berkoordinat. Selain itu, petani yang mengajukan PSR harus bisa menunjukkan KTP, KK atau surat keterangan dari Dinas Kependukan dan Catatat Sipil, rekening bank aktif, Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) atau surat kesanggupan penyelesaian STDB.
“Kepemilikan lahan yang diajukan dalam PSR tidak dalam sengketa, legalitas lahan (sertifikat, girik, leter c), dan ada SK Bupati atau kepala dinas atas nama bupati calon penerima dan calon lokasi (CPCL),” tambah Edi.
Bahkan untuk mempermudah petani melakukan PSR, Edi mengatakan, pengajuan permohonan PSR yang sebelumnya harus melalui delapan tahapan saat ini dipangkas menjadi satu pengajuan usulan secara online. “Sekarang pengajuan usulan melalui aplikasi online dan diverifikasi oleh tim terintegrasi pusat, provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Edi.
Menurut Edi, berdasaran verifikasi terintegrasi melalui online, per Juni 2019 sudah ada rekomtek (rekomendasi teknis) sebanyak 15.882,52 hektare. Melalui percepatan tersebut, Kementan melalui Ditjenbun optimis bisa menyelesaikan target PSR tahun ini secara periodik. Diharapkan pada Juli bisa tercapai 30.000 hektare, Agustus 30.000 hektare, September 30.000 hektare, Oktober 40.000 hektare, dan November 40.000 hektare.
Sedangkan pola pelaksanaan peremajaan (Permentan No.7 tahun 2019) bisa dilakukan oleh pekebun secara mandiri/swadaya melalui kelembagaan pekebun. Bisa juga oleh pekebun melalui kelembagaan pekebun bekerjasama dengan mitra kerja, atau mitra kerja pekebun. “Sedangkan peran perusahaan adalah membantu pengumpulan dokumen persyaratan, seperti KTP dan KK pekebun, legalitas pekebun, kelembagaan, dan peta koordinat,” ujar Edi.
Edi menyebutkan, pola pelaksanaan peremajaan bisa juga melalui kelembagaan pekebun bersama mitra kerja, yang wajib diketahui bupati/kepala dinas. “Pelaksanananya bisa juga diserahkan ke mitra kerja yang diketahui bupati atau kepala dinas,” kata Edi.
Edi mengungkapkan, areal sawit rakyat pada tahun 2017 seluas 5,61 juta hektare. Dari luas sawit rakyat ini setidaknya sebanyak 2,4 juta hektare perlu diremajakan. Dari luas lahan sawit yang diremajakan itu, sebanyak 2,12 juta hektare adalah sawit swadaya, kemudian Plasma Pirbun seluas 153,39 ribu hektare, dan Plasma PIR-Trans seluas 136,78 ribu hektare.
Data Ditjenbun Kementan menyebutkan pada tahun 2017 dari target PSR seluas 20.780 hektare yang dilakukan di tujuh provinsi/20 kabupaten, realiasasinya masih rendah, yakni hanya seluas 14.796 hektare (71,20 persen).
Kemudian, pada tahun 2018 dari target 185.000 hektare yang dikembangkan di 16 provinsi/45 kabupaten, realisasinya hanya seluas 33.842 hektare (18,29 persen). Bahkan, per 25 Juni 2019, PSR yang ditargekan 200.000 hektare di 21 provinsi/107 kabupaten, realisasisinya juga masih rendah, yakni seluas 20.379 hektare (10,19 persen).
Edi berharap, dengan PSR tersebut nantinya bisa meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat. Karena itu, Kementan menargetkan PSR dari tahun 2017-2022 secara periodik. Target kebun sawit rakyat yang diremajakan tahun 2017 seluas 20.780 hektare, tahun 2018 (185.000 hektare), tahun 2019 (200.000 hektare), tahun 2020 (500.000 hektare), tahun 2021 (750.000 hektare) dan tahun 2022 seluas 830.000 hektare.
“Kita berharap dengan sistem online pendaftaran, peserta pelaksana peremajaan sawit rakyat akan terus meningkat,” ujarnya.
(alf)