Percobaan Penempatan Pekerja Migran ke Arab Saudi Diharapkan Mulai September
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) berharap pada September tahun ini sudah bisa dilakukan percobaan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi dengan sistem satu kanal yang sudah disepakati kedua pemerintah.
Ketum Apjati Ayub Basalamah di sela pertemuan bisnis dengan mitra 11 perusahaan syarikah dari Arab Saudi di Jakarta mengatakan, potensi penempatan sangat besar, tetapi untuk tahap awal akan dilakukan selektif. "Untuk tahap awal kita akan menempatkan eks-Saudi yang secara kompetensi sudah memenuhi syarat," kata Ayub di Jakarta, Senin (22/7/2019).
Menurut dia, banyak pihak mengharapkan proyek percontohan ini bisa sukses agar bisa menjadi contoh bagi penempatan ke negara Timur Tengah lainnya. Sebelumnya, Indonesia menghentikan sementara (moratorium) penempatan ke Saudi dan sejumlah negara di Timur Tengah lainnya sejak 2011.
Sementara, Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Andri Hardi mengatakan, momen ini sudah lama ditunggu sejak Indonesia memutuskan moratorium penempatan sejak 2011.
"Meski penempatan satu kanal masih uji coba tapi langkah yang baik diharapkan akan menghasilkan sistem yang lebih baik," ucap dia. Dia menjelaskan bahwa data PBB yang mencatat 258 juta orang melakukan migrasi antarnegara pada 2017 dan jauh lebih banyak dibanding tahun 2000 yang sebanyak 173 juta orang.
Salah satu pendorong migrasi adalah ketenagakerjaan (labor migrasi), seperti Indonesia yang melimpah pekerja dan Saudi yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Kementerian Luar Negeri pun menegaskan dukungannya atas penempatan dalam satu kanal. "Proses hulu dan hilir adalah suatu mata rantai yang tidak terpisah, karena itu pendekatannya harus komprehensif," ujar Andri.
Data di Kementerian Luar Negeri pada 2017-2018 terdapat 23.092 permasalahan, 64,2% (14.759 kasus) menyangkut pekerja migran dan mayoritas (7.935 kasus) terjadi di Timur Tengah.
Sementara, Menaker Hanif Dhakiri dalam sambutannya yang dibacakan Plt Dirjen Binapenta Edi Purnomo mengatakan dasar hukum penempatan satu kanal adalah Kepmenaker No 291 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal.
Menteri Hanif mengingatkan sistem penempatan satu kanal adalah proyek percontohan yang disepakati Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi untuk kurun waktu, wilayah dan jabatan tertentu. Penempatan ini tidak mencabut pelarangan (moratorium) penempatan ke Saudi dan sejumlah negara di Timur Tengah lainnya.
Kedua negara punya pengawasan penuh atas penempatan satu kanal ini. Karena itu perusahaan yang terlibat juga dibatasi jumlahnya, dimana di Indonesia terseleksi 57 perusahaan dan 11 syarikah yang dipilih Kerajaan Saudi.
"Jika, hasil evaluasi berjalan baik dan tak kendala berarti maka akan diteruskan dan mungkin akan diadopsi ke penempatan negara Timur Tengah lain," ujar Hanif.
Ahmad, mewakili syarikah Saudi mengatakan perusahaan mereka terpercaya, sangat peduli pada perlindungan, hingga menghadirkan pengacara jika dibutuhkan. "Setiap pekerja mendapat telepon seluler yang setiap saat bisa terhubung dengan konsuler Indonesia," tuturnya. Dia juga menyatakan syarikah berkomitmen dan taat pada regulasi yang sudah ditentukan.
Ketum Apjati Ayub Basalamah di sela pertemuan bisnis dengan mitra 11 perusahaan syarikah dari Arab Saudi di Jakarta mengatakan, potensi penempatan sangat besar, tetapi untuk tahap awal akan dilakukan selektif. "Untuk tahap awal kita akan menempatkan eks-Saudi yang secara kompetensi sudah memenuhi syarat," kata Ayub di Jakarta, Senin (22/7/2019).
Menurut dia, banyak pihak mengharapkan proyek percontohan ini bisa sukses agar bisa menjadi contoh bagi penempatan ke negara Timur Tengah lainnya. Sebelumnya, Indonesia menghentikan sementara (moratorium) penempatan ke Saudi dan sejumlah negara di Timur Tengah lainnya sejak 2011.
Sementara, Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Andri Hardi mengatakan, momen ini sudah lama ditunggu sejak Indonesia memutuskan moratorium penempatan sejak 2011.
"Meski penempatan satu kanal masih uji coba tapi langkah yang baik diharapkan akan menghasilkan sistem yang lebih baik," ucap dia. Dia menjelaskan bahwa data PBB yang mencatat 258 juta orang melakukan migrasi antarnegara pada 2017 dan jauh lebih banyak dibanding tahun 2000 yang sebanyak 173 juta orang.
Salah satu pendorong migrasi adalah ketenagakerjaan (labor migrasi), seperti Indonesia yang melimpah pekerja dan Saudi yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Kementerian Luar Negeri pun menegaskan dukungannya atas penempatan dalam satu kanal. "Proses hulu dan hilir adalah suatu mata rantai yang tidak terpisah, karena itu pendekatannya harus komprehensif," ujar Andri.
Data di Kementerian Luar Negeri pada 2017-2018 terdapat 23.092 permasalahan, 64,2% (14.759 kasus) menyangkut pekerja migran dan mayoritas (7.935 kasus) terjadi di Timur Tengah.
Sementara, Menaker Hanif Dhakiri dalam sambutannya yang dibacakan Plt Dirjen Binapenta Edi Purnomo mengatakan dasar hukum penempatan satu kanal adalah Kepmenaker No 291 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal.
Menteri Hanif mengingatkan sistem penempatan satu kanal adalah proyek percontohan yang disepakati Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi untuk kurun waktu, wilayah dan jabatan tertentu. Penempatan ini tidak mencabut pelarangan (moratorium) penempatan ke Saudi dan sejumlah negara di Timur Tengah lainnya.
Kedua negara punya pengawasan penuh atas penempatan satu kanal ini. Karena itu perusahaan yang terlibat juga dibatasi jumlahnya, dimana di Indonesia terseleksi 57 perusahaan dan 11 syarikah yang dipilih Kerajaan Saudi.
"Jika, hasil evaluasi berjalan baik dan tak kendala berarti maka akan diteruskan dan mungkin akan diadopsi ke penempatan negara Timur Tengah lain," ujar Hanif.
Ahmad, mewakili syarikah Saudi mengatakan perusahaan mereka terpercaya, sangat peduli pada perlindungan, hingga menghadirkan pengacara jika dibutuhkan. "Setiap pekerja mendapat telepon seluler yang setiap saat bisa terhubung dengan konsuler Indonesia," tuturnya. Dia juga menyatakan syarikah berkomitmen dan taat pada regulasi yang sudah ditentukan.
(fjo)