Pengawas Perikanan KKP Musnahkan Alat Tangkap Benih Lobster
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Benoa, Bali, memusnahkan 20 unit alat tangkap benih lobster milik nelayan Puger, Rabu (7/8/2019).
Pemusnahan yang dilaksanakan di Pantai Pancer, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Jawa Timur, dipimpin oleh Kepala Pangkalan PSDKP Benoa, Ndaru Ismiarto dan dihadiri Kasat Polair Polres Jember AKP Hari Pramuji serta perwakilan nelayan setempat.
Hal tersebut dilakukan setelah Pangkalan PSDKP Benoa bersama-sama Satpolair Polres Jember melaksanakan sosialiasi kepada nelayan setempat mengenai peraturan penangkapan dan/atau pengeluaran Lobster dari wilayah NKRI.
Setelah dilaksanakan sosialiasi, nelayan secara sukarela menyerahkan alat tangkap lobster kepada Pengawas Perikanan untuk dimusnahkan. Nelayan juga menyatakan komitmen bersama untuk menggunakan alat tangkap yang tidak merusak sumber daya ikan.
Plt Direktur Jenderal PSDKP Agus Suherman menuturkan, upaya yang dilakukan tersebut merupakan komitmen Pengawas Perikanan KKP untuk meningkatkan kepatuhan nelayan terhadap peraturan yang berlaku serta untuk menjaga keberadaan dan ketersediaan populasi sumber daya lobster di tanah air.
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Perikanan serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) dari wilayah NKRI.
“Dalam peraturan menteri tersebut diatur bahwa penangkapan dan/atau pengeluaran Lobster dari wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan tidak dalam kondisi bertelur dan berukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per ekor,” jelas Agus melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
“Alat yang digunakan oleh nelayan Puger menangkap lobster yang dengan ukuran panjang karapas kurang dari 8 cm, dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambahnya.
Terkait dengan penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API), KKP telah menerbitkan Permen KP Nomor 71 tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan API di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Dalam Permen KP tersebut dijelaskan, API yang mengganggu dan merusak adalah API yang apabila dioperasikan dapat mengakibatkan kepunahan biota, kehancuran habitat, dan membahayakan keselamatan pengguna.
API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan dilarang dioperasikan pada semua jalur penangkapan ikan di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI).
Pemusnahan yang dilaksanakan di Pantai Pancer, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Jawa Timur, dipimpin oleh Kepala Pangkalan PSDKP Benoa, Ndaru Ismiarto dan dihadiri Kasat Polair Polres Jember AKP Hari Pramuji serta perwakilan nelayan setempat.
Hal tersebut dilakukan setelah Pangkalan PSDKP Benoa bersama-sama Satpolair Polres Jember melaksanakan sosialiasi kepada nelayan setempat mengenai peraturan penangkapan dan/atau pengeluaran Lobster dari wilayah NKRI.
Setelah dilaksanakan sosialiasi, nelayan secara sukarela menyerahkan alat tangkap lobster kepada Pengawas Perikanan untuk dimusnahkan. Nelayan juga menyatakan komitmen bersama untuk menggunakan alat tangkap yang tidak merusak sumber daya ikan.
Plt Direktur Jenderal PSDKP Agus Suherman menuturkan, upaya yang dilakukan tersebut merupakan komitmen Pengawas Perikanan KKP untuk meningkatkan kepatuhan nelayan terhadap peraturan yang berlaku serta untuk menjaga keberadaan dan ketersediaan populasi sumber daya lobster di tanah air.
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Perikanan serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) dari wilayah NKRI.
“Dalam peraturan menteri tersebut diatur bahwa penangkapan dan/atau pengeluaran Lobster dari wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan tidak dalam kondisi bertelur dan berukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per ekor,” jelas Agus melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
“Alat yang digunakan oleh nelayan Puger menangkap lobster yang dengan ukuran panjang karapas kurang dari 8 cm, dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambahnya.
Terkait dengan penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API), KKP telah menerbitkan Permen KP Nomor 71 tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan API di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Dalam Permen KP tersebut dijelaskan, API yang mengganggu dan merusak adalah API yang apabila dioperasikan dapat mengakibatkan kepunahan biota, kehancuran habitat, dan membahayakan keselamatan pengguna.
API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan dilarang dioperasikan pada semua jalur penangkapan ikan di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI).
(ind)