CAD Membengkak, Gubernur BI Salahkan Perang Dagang
A
A
A
JAKARTA - Kabar buruk diakhir pekan. Bank Indonesia mengumumkan bahwa defisit transaksi berjalan (CAD) pada kuartal II 2019 mencapai USD8,44 miliar atau 3,04% dari PDB.
Angka CAD ini membengkak dibandingkan kuartal I 2019 sebesar USD7 miliar (2,6%), bahkan CAD kuartal II 2018 yang sebesar USD7,9 miliar atau 3,01% dari PDB. Bila dirunut ke belakang, posisi CAD pada kuartal II 2019 merupakan yang terburuk dalam lima tahun atau sejak 2014.
Terkait memburuknya angka CAD, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan hal tersebut akibat situasi eksternal. Salah satunya, perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang seolah tidak ada hentinya, sehingga mempengaruhi kinerja perdagangan.
"Risiko perang dagang kian menguat setelah AS menambah tarif impor 10% bagi barang impor China dan dibalas dengan devaluasi yuan oleh China," ujar Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Jumat (9/8/2019).
Perry menerangkan bahwa untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, maka pemerintah harus intensif melakukan ekspor ke AS. Khususnya, produk-produk substitusi China yang selama ini diekspor ke AS.
"Pemerintah harus juga menangkap peluang relokasi investasi dari China ke Indonesia. Ini penting sebagai peluang Penanaman Modal Asing (PMA)," jelas dia.
Pemerintah mengatakan pembengkakan CAD kuartal II 2019 disebabkan oleh beberapa faktor seperti, repatriasi dividen, pembayaran bunga utang luar negeri, melemahnya kinerja ekspor, dampak perlambatan ekonomi dunia, dan melemahnya harga komoditas.
Ekspor non migas pada kuartal II 2019 tercatat USD37,2 miliar, turun dibandingkan capaian kuartal sebelumnya USD38,2 miliar. Defisit neraca perdagangan migas juga meningkat menjadi USD3,2 miliar dari USD2,2 miliar pada kuartal sebelumnya, seiring kenaikan harga minyak global dan peningkatan permintaan musiman impor migas terkait hari raya Idul Fitri dan libur sekolah.
Angka CAD ini membengkak dibandingkan kuartal I 2019 sebesar USD7 miliar (2,6%), bahkan CAD kuartal II 2018 yang sebesar USD7,9 miliar atau 3,01% dari PDB. Bila dirunut ke belakang, posisi CAD pada kuartal II 2019 merupakan yang terburuk dalam lima tahun atau sejak 2014.
Terkait memburuknya angka CAD, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan hal tersebut akibat situasi eksternal. Salah satunya, perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang seolah tidak ada hentinya, sehingga mempengaruhi kinerja perdagangan.
"Risiko perang dagang kian menguat setelah AS menambah tarif impor 10% bagi barang impor China dan dibalas dengan devaluasi yuan oleh China," ujar Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Jumat (9/8/2019).
Perry menerangkan bahwa untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, maka pemerintah harus intensif melakukan ekspor ke AS. Khususnya, produk-produk substitusi China yang selama ini diekspor ke AS.
"Pemerintah harus juga menangkap peluang relokasi investasi dari China ke Indonesia. Ini penting sebagai peluang Penanaman Modal Asing (PMA)," jelas dia.
Pemerintah mengatakan pembengkakan CAD kuartal II 2019 disebabkan oleh beberapa faktor seperti, repatriasi dividen, pembayaran bunga utang luar negeri, melemahnya kinerja ekspor, dampak perlambatan ekonomi dunia, dan melemahnya harga komoditas.
Ekspor non migas pada kuartal II 2019 tercatat USD37,2 miliar, turun dibandingkan capaian kuartal sebelumnya USD38,2 miliar. Defisit neraca perdagangan migas juga meningkat menjadi USD3,2 miliar dari USD2,2 miliar pada kuartal sebelumnya, seiring kenaikan harga minyak global dan peningkatan permintaan musiman impor migas terkait hari raya Idul Fitri dan libur sekolah.
(ven)