Setuju Cukai Naik, Gabungan Perusahaan Rokok Tetap Tolak Simplifikasi

Rabu, 14 Agustus 2019 - 19:49 WIB
Setuju Cukai Naik, Gabungan...
Setuju Cukai Naik, Gabungan Perusahaan Rokok Tetap Tolak Simplifikasi
A A A
JAKARTA - Pengusaha dan pengelola perusahaan rokok yang tergabung dalam Gaperoma (Gabungan Pengusaha Rokok Malang) mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo menolak simplifikasi penerapan tarif cukai dari 10 tier menjadi 5 tier. Sebab simplifikasi akan membuat banyak perusahaan rokok gulung tikar dan puluhan ribu tenaga kerja industri hasil tembakau (IHT) kehilangan pekerjaanmya.

Gaperoma pun menyatakan menerima rencana pemerintah menaikan cukai rokok di tahun 2020. Syaratnya, tidak melebihi angka inflasi. “Simplikasi itu penyederhaan sistem tier cukai dari yang semula 10 menjadi 5 tier. Hal ini memberatkan perusahaan rokok, terutama rokok rakyat dan berpotensi mematikan (industri) rokok rakyat. Karena itu, kami mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo yang menghentikan simplikasi penerapan cukai,” papar Ketua Umum Gaperoma, Johni, dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Rabu (14/8/2019).

Menurut Johni, rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan menerapkan simplifikasi penarikan cukai hanya menguntungkan monopoli pemasaran rokok oleh perusahaan besar. Sehingga mematikan industri rokok di dalam negeri yang akhirnya menciptakan monopoli usaha di bidang industri hasil tembakau.

Dia sendiri sangsi kebijakan simplifikasi akan meningkatkan pendapatan negara. Yang pasti regulasi itu hanya akan menguntungkan perusahaan dan produsen rokok besar. “Kami minta, Kemenkeu menghentikan rencana penerapan kebijakan simplifikasi tarif cukai. Hal tersebut akan mematikan banyak perusahaan perusahaan rokok nasional, terutama rokok rakyat. Dan menciptakan monopoli usaha dan industri rokok oleh kelompok usaha tertentu. Ini berbahaya bagi perekonomian negara dan masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang,” analisis Johni.

Jika Kementerian Keuangan tetap memaksa penerapan simplifikasi, kata dia, selain mematikan perusahaan perusahaan dan pabrik rokok, juga menimbulkan jutaan tenaga kerja di industri hasil tembakau kehilangan lapangan pekerjaan. Mereka akan menganggur. Jika kondisi ini terjadi bukan hanya pengusaha rokok yang dirugikan, tetapi juga seluruh masyarakat, juga pemerintah pusat dan daerah.

Menurut Johni, organisasi yang dipimpinnya Gaperoma, saat ini menaungi 18 pabrikan sebagai anggota dengan jumlah tenaga kerja formal tak kurang dari 22.000 orang. Jika kebijakan simplifikasi cukai jadi diterapkan, puluhan ribu tenaga kerja di pabrik rokok milik anggota Gaperoma, terancam kehilangan pekerjaan.

“Pemerintah dan masyarakat harus melihat industri rokok itu secara keseluruhan. Bukan hanya dari kacamata pemerintah pusat. Majunya industri rokok bukan hanya menguntungkan pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah juga ikut terdongkrak naik,” klaimya.

Nah kalau simplikasi diterapkan, sambung dia, banyak perusahaan rokok yang mati, bukan hanya pengusaha dan pekerja industr rokok yang kehilangan pekerjaan. Pekerja dan pengusaha sektor usaha lainnya juga kehilangan mata pencaharian. “Pemerintah pusat dan daerah juga kehilangan pendapatan baik dari cukai maupun pajak petambahan nilai atau PPN dan pajak penghasilan lainnya,” tegas Johni.

Menurut Johni para pemilik dan pengelola perusahaan rokok meminta pemerintah khususnya Kemenkeu guna menghentikan rencana penerapan kebijakan simplikasi cukai rokok. Imbasnya, Jika industri rokok mati, maka sektor usaha UMKM (usaha menengah kecil dan mikro) juga akan mati. Jutaan pekerja akan kehilangan lapangan pekerjaannya.

“Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan kebijakan, menghapus simplifikasi dalam rangka menyelamatkan perekonomian masyarakat. Karena itu, seharusnya Kementrian Keuangan juga mengikuti kebijakan dan keputusan Presiden, untuk tidak lagi mengada ada dengan menghidupkan kembali rencana simplikasi penarikan cukai yang akan merugikan industrI rokok dalam negeri dan usaha kecil menengah dan mikro. Kementerian keuangan harusnya sejalan dengan kebijakan Presiden. Kementerian keuangan harus melindungi UMKM di sektor industri rokok dan turunannya,” papar Johni.

Tergantung Presiden


Di tempat yang sama, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Berli Martawardaya berpendapat, jadi atau tidaknya kebijakan simplifikasi penarikan cukai diterapkan tahun depan, tergantung dari persetujuan Presiden yang memimpin organisasi pemerintah Termasuk di dalamnya adalah Kementrian Keuangan.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) setelah melakukan kajian soal simplifikasi penarikan cukai rokok menyerahkan kebijakannya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menteri keuangan sebelum menerapkan kebijakan tersebut tentunya akan berkonsultasi dengan Presiden.

“Dalam sistem organisasi pemerintahan, meskipun Kementerian Keuangan mendukung dan sudah melakukan berbagai kajian, keputusan ada di tangan presiden. Presidenlah yang akan menentukan apakah simplikasi jadi atau tidak jadi diterapkan,” papar Dosen FEB UI Berli Martawardaya.

Menanggapi hal tersebut, Johni menegaskan, Presiden Joko Widodo sudah menolak dan menghentikan rencana Simplifikasi cukai. Kebijakan Presiden sudah sangat bijaksana untuk keadilan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Jadi sudah sepantasnya Kementerian mengikuti arahan dan kebijakan Presiden untuk kebaikan bersama.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0989 seconds (0.1#10.140)