Pembangunan PLTA Batang Toru Harmonis dengan Lingkungan Simarboru
A
A
A
JAKARTA - Tidak selamanya pembangunan itu merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar. Bahkan tidak sedikit pembangunan yang harmonis dengan lingkungan serta masyarakat. Diantaranya pembangunan PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
Para tokoh adat di wilayah Sipirok, Marancar, Batang Toru alias Simarboru, menyambut baik pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan, yang diyakini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Karena itu, para tokoh adat Simarboru mengecam kampanye hitam LSM dan peneliti asing, bahwa pembangunan PLTA ini bisa mengganggu kehidupan masyarakat dan lingkungan, seperti keberadaan habitat orangutan. Kehidupan masyarakat dan habitat orangutan sudah harmonis sejak ratusan tahun.
Tokoh adat, Raja Luat Sipirok Sutan Parlindungan Suangkupon Edward Siregar, lantas mempertanyakan ihwal kampanye yang disebar LSM dan peneliti asing, soal pembangunan PLTA mengancam kelestarian orangutan. Bahkan, para tokoh adat mengajak LSM dan peneliti asing untuk berdialog ketimbang menyebar kampanye hitam.
"Kampanye LSM dan peneliti asing merupakan kaki tangan asing dengan menggiring isu lingkungan dan orangutan merupakan hoaks (bohong). Mereka menghalangi Indonesia soal kedaulatan energi," katanya dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Edward menyatakan pihak yang yang paling tahu bagaimana orangutan dan kondisi kehidupan masyarakat di Simarboru adalah warga setempat. Masyarakat Simarboru, kata Edward, sudah ratusan tahun hidup berdampingan dengan orangutan dan berbagi hasil kebun dengan satwa tersebut tanpa ada permasalahan apapun.
"LSM asing itu seharusnya berdialog dengan kami. Bukan malah teriak-teriak yang tidak benar di luar sana," katanya.
Edward melanjutkan, kehadiran LSM asing dan kampanye-kampanye bohong yang dilakukan justru telah memprovokasi masyarakat. Padahal mereka tidak memberi kontribusi aapun kepada orangutan yang ada di Simarboru.
"Kami sejak dulu memberi makan orangutan dari hasil kebun. Kami akan terus hidup berdampingan dan menjaga orangutan tanpa gangguan dari para orang dan LSM asing dengan kedok penelitian," tegas Edward.
Tokoh adat lainnya, Raja Adat Marancar Baginda Kali Rajo Yusuf Siregar, menyatakan masyarakat setempat berharap banyak pada pembangunan PLTA Batang Toru. Proyek listrik terbarukan yang menjadi bagian Proyek Strategis Nasional Presiden Joko Widodo itu diyakini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Menurut Yusuf, proyek PLTA itu akan membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat. Selain itu, PLTA Batang Toru juga akan menyediakan listrik secara berkesinambungan bagi masyarakat setempat.
"Masyarakat di Jawa sudah kerepotan saat listrik mati sebentar. Apalagi kami yang seringkali mati listrik. Kami berharap listrik yang tidak sering padam," katanya.
Yusuf menuturkan, ketersediaan listrik berarti masyarakat bisa menenun kain meski matahari sudah terbenam. Anak-anak Simarboru pun bisa belajar di malam hari. Akses informasi pun akan lebih terbuka karena ketersediaan listrik masyarakat bisa tersambung dengan dunia luar melalui internet. "Kami juga ingin anak-anak kami menjadi orang pintar," kata Yusuf.
PLTA Batang Toru merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. PLTA itu bisa menghasilkan listrik hingga 510 MW dan bertipe peaker untuk menyangga hingga 15% saat beban puncak Sumatra Utara.
Saat ini, defisit listrik di Sumatra Utara itu diisi oleh pembangkit listrik berbahan bakar solar yang disewa dari luar negeri.
Saat beroperasi tahun 2022, PLTA Batang Toru akan menghemat solar pembangkit listrik tenaga diesel hingga USD400 juta atau Rp5,6 triliun per tahun. Pembangkit itu juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 1,6 juta-2,2 juta metrik ton CO2 per tahun. Jumlah itu mencakup 4% dari target pengurangan emisi (GRK) secara nasional di sektor energi pada 2030.
Untuk menyuarakan dukungan masyarakat terhadap pembangunan PLTA Batang Toru, para tokoh adat sempat mendatangi Kantor Staf Presiden, pada Jumat (16/8/2019). Sebelumnya mereka juga menyambangi Kementerian Luar Negeri untuk meminta agar anggota LSM asing yang menggangu pembangunan PLTA demi kedaulatan listrik di Sumatra Utara, untuk ditegur bahkan dideportasi dari Indonesia.
Mereka pun mendatangi Kedutaan Besar Kerajaan Inggris dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda untuk meminta agar pemerintah kedua negara itu menertibkan waraga negaranya yang kerap melakukan provokasi terkait pembangunan PLTA Batang Toru.
Para tokoh adat di wilayah Sipirok, Marancar, Batang Toru alias Simarboru, menyambut baik pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan, yang diyakini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Karena itu, para tokoh adat Simarboru mengecam kampanye hitam LSM dan peneliti asing, bahwa pembangunan PLTA ini bisa mengganggu kehidupan masyarakat dan lingkungan, seperti keberadaan habitat orangutan. Kehidupan masyarakat dan habitat orangutan sudah harmonis sejak ratusan tahun.
Tokoh adat, Raja Luat Sipirok Sutan Parlindungan Suangkupon Edward Siregar, lantas mempertanyakan ihwal kampanye yang disebar LSM dan peneliti asing, soal pembangunan PLTA mengancam kelestarian orangutan. Bahkan, para tokoh adat mengajak LSM dan peneliti asing untuk berdialog ketimbang menyebar kampanye hitam.
"Kampanye LSM dan peneliti asing merupakan kaki tangan asing dengan menggiring isu lingkungan dan orangutan merupakan hoaks (bohong). Mereka menghalangi Indonesia soal kedaulatan energi," katanya dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Edward menyatakan pihak yang yang paling tahu bagaimana orangutan dan kondisi kehidupan masyarakat di Simarboru adalah warga setempat. Masyarakat Simarboru, kata Edward, sudah ratusan tahun hidup berdampingan dengan orangutan dan berbagi hasil kebun dengan satwa tersebut tanpa ada permasalahan apapun.
"LSM asing itu seharusnya berdialog dengan kami. Bukan malah teriak-teriak yang tidak benar di luar sana," katanya.
Edward melanjutkan, kehadiran LSM asing dan kampanye-kampanye bohong yang dilakukan justru telah memprovokasi masyarakat. Padahal mereka tidak memberi kontribusi aapun kepada orangutan yang ada di Simarboru.
"Kami sejak dulu memberi makan orangutan dari hasil kebun. Kami akan terus hidup berdampingan dan menjaga orangutan tanpa gangguan dari para orang dan LSM asing dengan kedok penelitian," tegas Edward.
Tokoh adat lainnya, Raja Adat Marancar Baginda Kali Rajo Yusuf Siregar, menyatakan masyarakat setempat berharap banyak pada pembangunan PLTA Batang Toru. Proyek listrik terbarukan yang menjadi bagian Proyek Strategis Nasional Presiden Joko Widodo itu diyakini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Menurut Yusuf, proyek PLTA itu akan membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat. Selain itu, PLTA Batang Toru juga akan menyediakan listrik secara berkesinambungan bagi masyarakat setempat.
"Masyarakat di Jawa sudah kerepotan saat listrik mati sebentar. Apalagi kami yang seringkali mati listrik. Kami berharap listrik yang tidak sering padam," katanya.
Yusuf menuturkan, ketersediaan listrik berarti masyarakat bisa menenun kain meski matahari sudah terbenam. Anak-anak Simarboru pun bisa belajar di malam hari. Akses informasi pun akan lebih terbuka karena ketersediaan listrik masyarakat bisa tersambung dengan dunia luar melalui internet. "Kami juga ingin anak-anak kami menjadi orang pintar," kata Yusuf.
PLTA Batang Toru merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. PLTA itu bisa menghasilkan listrik hingga 510 MW dan bertipe peaker untuk menyangga hingga 15% saat beban puncak Sumatra Utara.
Saat ini, defisit listrik di Sumatra Utara itu diisi oleh pembangkit listrik berbahan bakar solar yang disewa dari luar negeri.
Saat beroperasi tahun 2022, PLTA Batang Toru akan menghemat solar pembangkit listrik tenaga diesel hingga USD400 juta atau Rp5,6 triliun per tahun. Pembangkit itu juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 1,6 juta-2,2 juta metrik ton CO2 per tahun. Jumlah itu mencakup 4% dari target pengurangan emisi (GRK) secara nasional di sektor energi pada 2030.
Untuk menyuarakan dukungan masyarakat terhadap pembangunan PLTA Batang Toru, para tokoh adat sempat mendatangi Kantor Staf Presiden, pada Jumat (16/8/2019). Sebelumnya mereka juga menyambangi Kementerian Luar Negeri untuk meminta agar anggota LSM asing yang menggangu pembangunan PLTA demi kedaulatan listrik di Sumatra Utara, untuk ditegur bahkan dideportasi dari Indonesia.
Mereka pun mendatangi Kedutaan Besar Kerajaan Inggris dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda untuk meminta agar pemerintah kedua negara itu menertibkan waraga negaranya yang kerap melakukan provokasi terkait pembangunan PLTA Batang Toru.
(ven)