Bantah Anggapan Belum Swasembada Pangan, Pakar: Salah Analisis
A
A
A
JAKARTA - Anggapan yang mengatakan bahwa Indonesia sampai kini belum mampu mencapai swasembada pangan dinilai merupakan analisis kurang tepat.
"Bicara swasembada, kedaulatan, ketahanan, kebutuhan, stabilisasi pangan itu semua harus dipisahkan analisisnya. Jangan disatukan, dicampur," ucap pakar pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Profesor Luthfi Fatah, Kamis (5/9/2019).
Menurut Luthfi, jika ingin bicara swasembada, maka era Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, soal itu dirasakan telah dapat tercapai hasilnya. Luthfi mencontohkan, dengan mampunya surplus beras tahun 2018 dan komoditas lainnya.
Oleh sebab itu, Luthfi menjelaskan, surplus beras salah satunya dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan Amran Sulaiman melakukan swasembada pangan. Sebab hasilnya mampu di atas target yang ditetapkan.
"Indonesia kan bisa swasembada beras. Di atas rata-rata dibuat Amran. Bahkan jumlahnya lebih besar dibandingkan yang terjadi tahun 1984 dengan penduduk lebih banyak juga sekarang," ujar Luthfi.
Lalu menyoal kedaulatan pangan, Luthfi menjelaskan, peningkatan ekspor komoditas selama masa Amran Sulaiman menunjukkan Indonesia telah berdaulat pangan. Alasannya, dari produk pertanian Indonesia ternyata mampu memenuhi kebutuhan dunia.
"Lalu kenapa masih kurang kebutuhan pangan di pasaran, masih impor, itu berbeda bicaranya. Itu menyangkut apakah hasil pertanian kita yang surplus bisa memenuhi permintaan pasar supaya harga stabil. Itu analisis yang lain di luar swasembada," kata Luthfi.
Sebelumnya, pada suatu diskusi yang digelar sebuah ormas, mengkritisi kinerja pertanian Indonesia yang dianggap belum pernah mencapai swasembada pangan selama era reformasi.
Dalam diskusi yang berlangsung mengemuka pembahasan juga bahwa sampai masa Mentan sekarang, belum berhasil menciptakan kedaulatan serta ketahanan pangan di Indonesia. Termasuk pertanian nasional masih kurang jelas arahnya.
"Bicara swasembada, kedaulatan, ketahanan, kebutuhan, stabilisasi pangan itu semua harus dipisahkan analisisnya. Jangan disatukan, dicampur," ucap pakar pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Profesor Luthfi Fatah, Kamis (5/9/2019).
Menurut Luthfi, jika ingin bicara swasembada, maka era Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, soal itu dirasakan telah dapat tercapai hasilnya. Luthfi mencontohkan, dengan mampunya surplus beras tahun 2018 dan komoditas lainnya.
Oleh sebab itu, Luthfi menjelaskan, surplus beras salah satunya dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan Amran Sulaiman melakukan swasembada pangan. Sebab hasilnya mampu di atas target yang ditetapkan.
"Indonesia kan bisa swasembada beras. Di atas rata-rata dibuat Amran. Bahkan jumlahnya lebih besar dibandingkan yang terjadi tahun 1984 dengan penduduk lebih banyak juga sekarang," ujar Luthfi.
Lalu menyoal kedaulatan pangan, Luthfi menjelaskan, peningkatan ekspor komoditas selama masa Amran Sulaiman menunjukkan Indonesia telah berdaulat pangan. Alasannya, dari produk pertanian Indonesia ternyata mampu memenuhi kebutuhan dunia.
"Lalu kenapa masih kurang kebutuhan pangan di pasaran, masih impor, itu berbeda bicaranya. Itu menyangkut apakah hasil pertanian kita yang surplus bisa memenuhi permintaan pasar supaya harga stabil. Itu analisis yang lain di luar swasembada," kata Luthfi.
Sebelumnya, pada suatu diskusi yang digelar sebuah ormas, mengkritisi kinerja pertanian Indonesia yang dianggap belum pernah mencapai swasembada pangan selama era reformasi.
Dalam diskusi yang berlangsung mengemuka pembahasan juga bahwa sampai masa Mentan sekarang, belum berhasil menciptakan kedaulatan serta ketahanan pangan di Indonesia. Termasuk pertanian nasional masih kurang jelas arahnya.
(ven)