Kenaikan Cukai Pengaruhi Ekosistem Industri Hasil Tembakau
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok pada 2020 diperkirakan akan memberikan dampak terhadap ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).
"Kami menilai kenaikan ini mengejutkan dan akan mengganggu ekosistem industri hasil tembakau nasional,” tegas Direktur PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) Troy Modlin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (14/9/2019).
Menurut Troy, pihaknya belum mendapatkan rincian aturan kebijakan cukai tersebut. Namun, lanjut dia, Sampoerna memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah terkait kebijakan tarif cukai ke depan.
Pertama, jika pemerintah bermaksud untuk memberlakukan kebijakan cukai yang dapat mendukung kelangsungan penyerapan tenaga kerja, Sampoerna merekomendasikan agar pemerintah menutup celah cukai pada sigaret buatan mesin sesegera mungkin.
"Yakni dengan menggabungkan volume produksi Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) menjadi 3 miliar batang per tahun," ujarnya.
Kedua, memastikan tarif cukai SKM dan SPM lebih tinggi secara signifikan dari tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT).
"Terakhir, kami meminta kepada Pemerintah untuk mempertahankan batasan produksi untuk SKT golongan 2 sebesar maksimal 2 miliar batang per tahun,” ujar Troy.
Troy menegaskan, Pemerintah akan mencapai tujuannya melalui rekomendasi tersebut sekaligus menciptakan lingkungan persaingan yang adil bagi para pelaku industri.
Sebelumnya, sejumlah pihak mengungkapkan formula penggabungan SKM dan SPM dapat menutup celah kebijakan yang dimanfaatkan pabrikan besar dalam membayar tarif cukai murah.
Aturan yang ada saat ini memunculkan ketidakadilan dan persaingan yang tidak sehat, dimana pabrikan besar berhadapan dengan pabrikan kecil dan sama-sama membayar tarif cukai murah.
Tidak hanya itu, Pemerintah diminta mempertimbangkan untuk memperlebar jarak tarif cukai untuk segmen SKT dari rokok mesin SKM atau SPM. Melalui penggabungan batasan produksi rokok mesin SPM dan SKM, maka produk-produk rokok mesin, khususnya dari pabrikan besar, tidak bersaing langsung dengan rokok tangan SKT.
Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% serta harga jual eceran menjadi 35%.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan, kebijakan itu bertujuan sebagai pengendalian konsumsi. "Pengendalian konsumsi ini erat kaitannya dengan kesehatan," katanya.
Alasan kedua bertujuan menjaga keberlangsungan industri rokok. Termasuk petani tembakau, petani cengkeh dan pelaku usaha, serta pekerja di industri rokok.
"Tahun ini kita tidak menaikkan tarif sehingga hitung-hitungannya di 2020," ungkapnya.
"Kami menilai kenaikan ini mengejutkan dan akan mengganggu ekosistem industri hasil tembakau nasional,” tegas Direktur PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) Troy Modlin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (14/9/2019).
Menurut Troy, pihaknya belum mendapatkan rincian aturan kebijakan cukai tersebut. Namun, lanjut dia, Sampoerna memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah terkait kebijakan tarif cukai ke depan.
Pertama, jika pemerintah bermaksud untuk memberlakukan kebijakan cukai yang dapat mendukung kelangsungan penyerapan tenaga kerja, Sampoerna merekomendasikan agar pemerintah menutup celah cukai pada sigaret buatan mesin sesegera mungkin.
"Yakni dengan menggabungkan volume produksi Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) menjadi 3 miliar batang per tahun," ujarnya.
Kedua, memastikan tarif cukai SKM dan SPM lebih tinggi secara signifikan dari tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT).
"Terakhir, kami meminta kepada Pemerintah untuk mempertahankan batasan produksi untuk SKT golongan 2 sebesar maksimal 2 miliar batang per tahun,” ujar Troy.
Troy menegaskan, Pemerintah akan mencapai tujuannya melalui rekomendasi tersebut sekaligus menciptakan lingkungan persaingan yang adil bagi para pelaku industri.
Sebelumnya, sejumlah pihak mengungkapkan formula penggabungan SKM dan SPM dapat menutup celah kebijakan yang dimanfaatkan pabrikan besar dalam membayar tarif cukai murah.
Aturan yang ada saat ini memunculkan ketidakadilan dan persaingan yang tidak sehat, dimana pabrikan besar berhadapan dengan pabrikan kecil dan sama-sama membayar tarif cukai murah.
Tidak hanya itu, Pemerintah diminta mempertimbangkan untuk memperlebar jarak tarif cukai untuk segmen SKT dari rokok mesin SKM atau SPM. Melalui penggabungan batasan produksi rokok mesin SPM dan SKM, maka produk-produk rokok mesin, khususnya dari pabrikan besar, tidak bersaing langsung dengan rokok tangan SKT.
Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% serta harga jual eceran menjadi 35%.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan, kebijakan itu bertujuan sebagai pengendalian konsumsi. "Pengendalian konsumsi ini erat kaitannya dengan kesehatan," katanya.
Alasan kedua bertujuan menjaga keberlangsungan industri rokok. Termasuk petani tembakau, petani cengkeh dan pelaku usaha, serta pekerja di industri rokok.
"Tahun ini kita tidak menaikkan tarif sehingga hitung-hitungannya di 2020," ungkapnya.
(ind)