CORE: Pertumbuhan Utang Luar Negeri Swasta Perlu Dikontrol
A
A
A
JAKARTA - Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2019 tercatat sebesar USD395,3 miliar, terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD197,5 miliar, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar USD197,8 miliar.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, dalam menganalisis utang luar negeri sebaiknya harus dipisahkan antara ULN pemerintah dengan ULN swasta.
"Utang bank adalah bagian dari utang swasta dimana kontribusi utang bank relatif kecil terhadap total utang ULN swasta," kata Piter saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Menurut dia, ULN pemerintah sejauh ini masih aman karena jumlah akumulasi dan pertumbuhan utang pemerintah dibatasi oleh undang-undang. Apalagi untuk utang luar negeri dimana kebijakan pemerintah lebih mengutamakan utang domestik. Namun, pemerintah tidak bisa sembarangan menambah utang, utamanya ULN. "Yang berbahaya adalah perkembangan ULN swasta khususnya yang non bank yang pertumbuhannya cukup tinggi dari tahun ke tahun," ujar dia.
Piter melanjutkan, ULN swasta perlu dikontrol pertumbuhannya. Namun permasalahnnya, swasta tidak mempunyai banyak pilihan sumber pembiayaan. Selama di domestik masih terjadi keketatan likuiditas swasta akan terdorong untuk meminjam ke luar negeri sekaligus meningkatkan risiko.
"Kenyataannya likuiditas dalam negeri masih sangat terbatas yang kemudian berdampak kepada suku bunga kredit sangat tinggi," imbuhnya.
Daya tarik pinjaman luar negeri salah satunya adalah suku bunga yang rendah. Selama kondisinya masih sama, kata Piter, swasta kalau ada kesempatan akan terus berhutang ke luar negeri.
"Maka dari itu, yang harus dilakukan adalah longgarkan likuiditas. Kurangi insentif bagi swasta untuk berhutang ke luar negeri," pungkasnya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, dalam menganalisis utang luar negeri sebaiknya harus dipisahkan antara ULN pemerintah dengan ULN swasta.
"Utang bank adalah bagian dari utang swasta dimana kontribusi utang bank relatif kecil terhadap total utang ULN swasta," kata Piter saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Menurut dia, ULN pemerintah sejauh ini masih aman karena jumlah akumulasi dan pertumbuhan utang pemerintah dibatasi oleh undang-undang. Apalagi untuk utang luar negeri dimana kebijakan pemerintah lebih mengutamakan utang domestik. Namun, pemerintah tidak bisa sembarangan menambah utang, utamanya ULN. "Yang berbahaya adalah perkembangan ULN swasta khususnya yang non bank yang pertumbuhannya cukup tinggi dari tahun ke tahun," ujar dia.
Piter melanjutkan, ULN swasta perlu dikontrol pertumbuhannya. Namun permasalahnnya, swasta tidak mempunyai banyak pilihan sumber pembiayaan. Selama di domestik masih terjadi keketatan likuiditas swasta akan terdorong untuk meminjam ke luar negeri sekaligus meningkatkan risiko.
"Kenyataannya likuiditas dalam negeri masih sangat terbatas yang kemudian berdampak kepada suku bunga kredit sangat tinggi," imbuhnya.
Daya tarik pinjaman luar negeri salah satunya adalah suku bunga yang rendah. Selama kondisinya masih sama, kata Piter, swasta kalau ada kesempatan akan terus berhutang ke luar negeri.
"Maka dari itu, yang harus dilakukan adalah longgarkan likuiditas. Kurangi insentif bagi swasta untuk berhutang ke luar negeri," pungkasnya.
(ind)