Simpang Siur Label Halal Daging Impor, Ini Respons GINSI
A
A
A
JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyatakan, perizinan halal pada importasi komoditas daging dan sejenisnya selama ini berada pada Kementerian Pertanian (Kementan), bukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Sekjen BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan mengatakan, asosiasinya berkeyakinan bahwa pencabutan labeling halal pada komoditas itu oleh Kemendag, mustahil dilakukan.
Dia mengatakan, GINSI telah menerima informasi langsung dari Kemendag yang menegaskan bahwa kewajiban label halal tidak diatur dalam Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, lantaran sesungguhnya ada persyaratan rekomendasi dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan).
"Dalam Permentan inilah yang mewajibkan ketentuan halal pada daging impor, bukan Permendag," ujar Taufan, di Jakarta, dalam keterangan resminya (18/9/2019).
Sebagai asosiasi importir nasional, GINSI menyatakan perlu meluruskan persoalan tersebut supaya tidak menjadi polemik yang bisa membingungkan masyarakat. Dia menegaskan, soal labelling halal yang telah diatur di Kementan, makanya Kemendag tidak perlu mengatur lagi supaya tidak terjadi regulasi ganda.
"Karena kalau sudah ada kementerian yang mengatur akan suatu hal, maka kementerian lain tidak perlu mengatur kembali. Oleh sebab itu, terkait hal ini, GINSI men-support Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag untuk mengklarifikasi persoalan ini," ucap Taufan.
Dia juga mengimbau pemerintah untuk melibatkan GINSI selaku asosiasi importir nasional menjadi mitra strategis dalam rencana pengambilan keputusan atau terkait regulasi importasi.
"Kordinasi dengan stakeholders terkait sebelum menerbitkan regulasi importasi itu perlu dilakukan supaya tepat sasaran. Apalagi kita ingin cost logistik nasional efisien, maka kebijakan apapun yang akan diterbitkan pemerintah kita akan terus pantau," tutur Taufan.
Kemendag diketahui menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.
Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, terjadi simpang-siur di publik yang mengira aturan ini tak mewajibkan impor hewan dan produk hewan tak wajib berlabel halal.
Kesimpangsiuran tersebut, kata dia, karena membandingkan aturan baru tersebut dengan Permendag Nomor 59 Tahun 2016. Di Permendag ini diatur kewajiban label halal. Tapi ada kesalahan tafsir di mana yang diatur di Permendag 59 adalah peredarannya di dalam negeri bukan saat produk masuk ke Indonesia.
Berdasarkan salinan aturan tersebut, Permendag 29 ditujukan untuk lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan ekspor dan impor hewan dan produk hewan, maka Kemendag perlu melakukan pengaturan kembali ketentuan ekspor dan impor tersebut.
Dia menjelaskan, kewajiban label halal tak diatur dalam Permendag 29, karena sebenarnya ada persyaratan rekomendasi dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) di mana Permentan ini mewajibkan ketentuan halal.
"Artinya, sebenarnya tak ada perbedaan pada kedua aturan tersebut. Intinya label halal tidak dihilangkan. Kalau masuk harus sudah ada label halal. Untuk produk yang diwajibkan halal harus berlabel halal," pungkasnya.
Sekjen BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan mengatakan, asosiasinya berkeyakinan bahwa pencabutan labeling halal pada komoditas itu oleh Kemendag, mustahil dilakukan.
Dia mengatakan, GINSI telah menerima informasi langsung dari Kemendag yang menegaskan bahwa kewajiban label halal tidak diatur dalam Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, lantaran sesungguhnya ada persyaratan rekomendasi dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan).
"Dalam Permentan inilah yang mewajibkan ketentuan halal pada daging impor, bukan Permendag," ujar Taufan, di Jakarta, dalam keterangan resminya (18/9/2019).
Sebagai asosiasi importir nasional, GINSI menyatakan perlu meluruskan persoalan tersebut supaya tidak menjadi polemik yang bisa membingungkan masyarakat. Dia menegaskan, soal labelling halal yang telah diatur di Kementan, makanya Kemendag tidak perlu mengatur lagi supaya tidak terjadi regulasi ganda.
"Karena kalau sudah ada kementerian yang mengatur akan suatu hal, maka kementerian lain tidak perlu mengatur kembali. Oleh sebab itu, terkait hal ini, GINSI men-support Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag untuk mengklarifikasi persoalan ini," ucap Taufan.
Dia juga mengimbau pemerintah untuk melibatkan GINSI selaku asosiasi importir nasional menjadi mitra strategis dalam rencana pengambilan keputusan atau terkait regulasi importasi.
"Kordinasi dengan stakeholders terkait sebelum menerbitkan regulasi importasi itu perlu dilakukan supaya tepat sasaran. Apalagi kita ingin cost logistik nasional efisien, maka kebijakan apapun yang akan diterbitkan pemerintah kita akan terus pantau," tutur Taufan.
Kemendag diketahui menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.
Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, terjadi simpang-siur di publik yang mengira aturan ini tak mewajibkan impor hewan dan produk hewan tak wajib berlabel halal.
Kesimpangsiuran tersebut, kata dia, karena membandingkan aturan baru tersebut dengan Permendag Nomor 59 Tahun 2016. Di Permendag ini diatur kewajiban label halal. Tapi ada kesalahan tafsir di mana yang diatur di Permendag 59 adalah peredarannya di dalam negeri bukan saat produk masuk ke Indonesia.
Berdasarkan salinan aturan tersebut, Permendag 29 ditujukan untuk lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan ekspor dan impor hewan dan produk hewan, maka Kemendag perlu melakukan pengaturan kembali ketentuan ekspor dan impor tersebut.
Dia menjelaskan, kewajiban label halal tak diatur dalam Permendag 29, karena sebenarnya ada persyaratan rekomendasi dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) di mana Permentan ini mewajibkan ketentuan halal.
"Artinya, sebenarnya tak ada perbedaan pada kedua aturan tersebut. Intinya label halal tidak dihilangkan. Kalau masuk harus sudah ada label halal. Untuk produk yang diwajibkan halal harus berlabel halal," pungkasnya.
(fjo)