Pemerintah Akui hingga September Penerimaan Pajak Masih Berat
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak mengakui penerimaan pajak di September 2019 masih tertekan. Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, pelemahan ekonomi global membuat target penerimaan pajak sulit tercapai.
"Masih terasa berat, masih tertekan seperti Agustus (penerimaan September)," ujar Robert di Pusat Logistik Berikat (PLB), Jakarta, Jumamat (4/10/2019).
Robert menjelaskan, pelemahan ekonomi global sangat berdampak pada kinerja keuangan perusahaan-perusahaan dalam negeri, sehingga penerimaan pajak pun tak mampu digenjot. Hal ini membuat iklim bisnis terpengaruh kondisi eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, rendahnya harga komoditas, hingga persoalan geopolitik di berbagai wilayah.
"Kan sangat tergantung ekonomi (penerimaan pajak), kalau ekonominya buruk kami enggak bisa paksakan (bayar pajak). Kalau ekonominya ada tekanan, maka penerimaan pajak ada tekanan," jelas dia.
Meski mengalami tekanan, Robert menyebut penerimaan pajak hingga akhir September 2019 tetap mampu di angka single digit. "Masih tetap naiklah penerimaannya. Tumbuh, tapi single digit," ujarnya.
Sebagai informasi, Kemenkeu mencatat penerimaan pajak hingga akhir Agustus 2019 hanya mampu tumbuh 0,21% secara tahunan yakni mencapai Rp801,16 triliun. Padahal akhir Agustus 2018 penerimaan pajak mampu tumbuh 16,52%, berhasil mengumpulkan pajak sebesar Rp799,46 triliun.
Pada periode tersebut, seluruh jenis pajak utama mengalami tekanan. Pajak Penghasilan atau PPh 21 sebesar Rp102,13 triliun, hanya tumbuh 10,6%, jauh di bawah pertumbuhan akhir Agustus 2018 yang sebesar 16,46%.
Begitu juga untuk PPh 22 Impor yang sebesar Rp36,60 triliun, hanya mampu tumbuh 0,6% dari tahun sebelumnya yang mampu tumbuh 25,5%. PPh Orang Pribadi tercatat sebesar Rp8,91 triliun atau tumbuh 15,4%, padahal tahun lalu mampu tumbuh 21,1%.
Selain itu, PPh Badan hanya terkumpul Rp155,62 triliun atau tumbuh 0,6%, sedangkan di akhir Agustus 2018 mampu tumbuh 23,3%. Serta PPh final sebesar Rp76,05 triliun atau hanya mampu tumbuh 6,1% dari yang sebelumnya mampu tumbuh 11%.
PPh pasal 26 bahkan mengalami kontraksi, yakni tumbuh negatif 5,8% atau hanya terkumpul Rp36,29 triliun. Padahal pada akhir Agustus 2018 mampu tumbuh positif mencapai 28,5%.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri juga mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 6,5% atau hanya mampu terkumpul Rp167,63 triliun. Di mana pada tahun sebelumnya mampu tumbuh positif 9,2%. Selain itu PPN Impor terkumpul sebesar Rp111,2 triliun atau tumbuh negatif 6%dari tahun sebelumnya yang mampu tumbuh positif 27,4%.
"Masih terasa berat, masih tertekan seperti Agustus (penerimaan September)," ujar Robert di Pusat Logistik Berikat (PLB), Jakarta, Jumamat (4/10/2019).
Robert menjelaskan, pelemahan ekonomi global sangat berdampak pada kinerja keuangan perusahaan-perusahaan dalam negeri, sehingga penerimaan pajak pun tak mampu digenjot. Hal ini membuat iklim bisnis terpengaruh kondisi eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, rendahnya harga komoditas, hingga persoalan geopolitik di berbagai wilayah.
"Kan sangat tergantung ekonomi (penerimaan pajak), kalau ekonominya buruk kami enggak bisa paksakan (bayar pajak). Kalau ekonominya ada tekanan, maka penerimaan pajak ada tekanan," jelas dia.
Meski mengalami tekanan, Robert menyebut penerimaan pajak hingga akhir September 2019 tetap mampu di angka single digit. "Masih tetap naiklah penerimaannya. Tumbuh, tapi single digit," ujarnya.
Sebagai informasi, Kemenkeu mencatat penerimaan pajak hingga akhir Agustus 2019 hanya mampu tumbuh 0,21% secara tahunan yakni mencapai Rp801,16 triliun. Padahal akhir Agustus 2018 penerimaan pajak mampu tumbuh 16,52%, berhasil mengumpulkan pajak sebesar Rp799,46 triliun.
Pada periode tersebut, seluruh jenis pajak utama mengalami tekanan. Pajak Penghasilan atau PPh 21 sebesar Rp102,13 triliun, hanya tumbuh 10,6%, jauh di bawah pertumbuhan akhir Agustus 2018 yang sebesar 16,46%.
Begitu juga untuk PPh 22 Impor yang sebesar Rp36,60 triliun, hanya mampu tumbuh 0,6% dari tahun sebelumnya yang mampu tumbuh 25,5%. PPh Orang Pribadi tercatat sebesar Rp8,91 triliun atau tumbuh 15,4%, padahal tahun lalu mampu tumbuh 21,1%.
Selain itu, PPh Badan hanya terkumpul Rp155,62 triliun atau tumbuh 0,6%, sedangkan di akhir Agustus 2018 mampu tumbuh 23,3%. Serta PPh final sebesar Rp76,05 triliun atau hanya mampu tumbuh 6,1% dari yang sebelumnya mampu tumbuh 11%.
PPh pasal 26 bahkan mengalami kontraksi, yakni tumbuh negatif 5,8% atau hanya terkumpul Rp36,29 triliun. Padahal pada akhir Agustus 2018 mampu tumbuh positif mencapai 28,5%.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri juga mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 6,5% atau hanya mampu terkumpul Rp167,63 triliun. Di mana pada tahun sebelumnya mampu tumbuh positif 9,2%. Selain itu PPN Impor terkumpul sebesar Rp111,2 triliun atau tumbuh negatif 6%dari tahun sebelumnya yang mampu tumbuh positif 27,4%.
(fjo)