Target Berat Penerimaan Pajak

Jum'at, 25 September 2020 - 06:00 WIB
loading...
Target Berat Penerimaan...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) memberikan tekanan hebat terhadap sektor perpajakan tahun ini. Sejumlah upaya ektensifikasi seperti pengenaan pajak terhadap perusahaan asing penyedia layanan berbasis internet tampaknya belum menunjukkan hasil signifikan.

Per 31 Agustus lalu, realisasi penerimaan pajak tercatat baru mencapai Rp676,9 triliun atau 56,5% terhadap target Anggaran Pendapaan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang sudah diubah sesuai Perpres No 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun. Sebelumnya, pada APBN 2020 target penerimaan pajak ditetapkan Rp1.577,6 trilun. (Baca: Alasan Febri Mengundurkan Diri, Kondisi KPK Sudah Berubah)

Angka penerimaan pajak pada tahun ini jauh menurun dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp802,5 triliun. Dengan demikian, terjadi konstraksi penerimaan pajak sebesar 15,6%. Realisasi penerimaan pajak pada tahun ini berasal dari PPh Migas sebeasr Rp21,6 triliun, dan Pajak Nonmigas Rp655,3 triliun.

Adapun realisasi penerimaan bea cukai hingga 31 Agustus 2020 tercatat Rp121,2 triliun atau 58,9% dari target Rp205,7 triliun. Realisasi ini mencatatkan pertumbuhan 1,8% dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp119,0 triliun. Dengan demikian
realisasi penerimaan perpajakan hingga Agustus 2020 tercatat senilai Rp798,1 triliun atau 56,8% dari target Rp1.404,5 triliun.

“Ini mencatatkan kontraksi 13,4% dibandingkan realisasi akhir Agustus 2019 senilai Rp921,5 triliun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta baru-baru ini.

Turunnya penerimaan pajak hingga delapan bulan pertama 2020 itu tentu saja bukan kabar baik. Pasalnya, apabila penerimaan minim, maka kebutuhan pendanaan pada APBN bakal membengkak. Hal ini untuk menutup kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi dan kesehatan yang terdampak Covid-19.

Di sisi lain, penurunan penerimaan pajak dinilai wajar karena hampir semua sektor usaha mengalami perlambatan. Imbasnya, penerimaan dari sejumlah sektor seperti industri pengolahan, perdagangan, konstruksi dan real estate terkontraksi di atas 15%. Penurunan terbesar dialami sektor pertambangan sebesar 35%. Sementara sektor transportasi turun 10,4%. (Baca juga: Siapa yang Berhak Memandikan Jenazah Perempuan?)

Sementara itu, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutan, defisit APBN 2020 per 31 Agustus lalu mencapai Rp500,5 triliun atau 48,2% dari patokan dalam APBN 2020 senilai Rp1.039,2 triliun. Realisasi defisit anggaran itu setara dengan 3,05% produk domestik bruto (PDB).

Defisit ini disumbang dari pendapatan negara mencapai Rp1.034,1 triliun atau mengalami pertumbuhan negatif 13,1% dibandingkan realisasi tahun lalu sampai Agustus 2019. Sedangkan untuk belanja negara tercatat lebih besar hingga Rp1.534,7 triliun.

Menurut Sri Mulyani, merosotnya pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan sektor perpajakan dan PNBP mengalami kontraksi secara berturut-turut sebesar 13,39% dan 13,48% (yoy). "Komponen pendapatan negara dari perpajakan dan PNBP masing-masing capaian realisasinya terhadap APBN Perpres 72/2020 tercatat mencapai 56,82% dan 78,90%," katanya
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1262 seconds (0.1#10.140)