Ekonomi Digital Indonesia Terpesat di Asia Tenggara
A
A
A
JAKARTA - Ekonomi digital di Indonesia terus menunjukkan tren yang membaik. Pertumbuhannya bahkan tercatat yang terbesar di wilayah Asia Tenggara. Perdagangan elektronik (e-commerce) menjadi sektor penyokong utama pertumbuhan tersebut.
Tingginya pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia terungkap dari Google, Temasek Holdings Pte, dan Bain & Co. Laporan itu juga mengungkapkan ekonomi digital Asia Tenggara sesuai perkiraan mencapai lebih dari USD100 miliar (Rp1.416 triliun) pada tahun ini. Pada 2025 peningkatannya diproyeksikan akan mencapai tiga kali lipat.
Dengan data ini, artinya Asia Tenggara menjadi satu di antara wilayah dengan pertumbuhan terpesat di dunia untuk perdagangan online. Kondisi ini juga didukung banyaknya populasi pemuda yang semakin lekat dengan smartphone. "Pada 2019 ekonomi digital Indonesia mencapai USD40 miliar (Rp567 triliun) dan pada 2025 sebesar USD133 miliar (Rp1.883 triliun)," ungkap laporan itu.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengatakan, laporan regional pada 2019 mencakup lima sektor, yakni e-commerce, media online, transportasi online, wisata dan perjalanan, serta jasa keuangan digital. Dari lima sektor, e-commerce memiliki pertumbuhan paling pesat di antara empat sektor lainnya.
Sektor e-commerce di Indonesia diperkirakan mencapai USD21 miliar pada tahun ini. Angka ini tumbuh 12 kali lipat sejak 2015 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 88%. Ke depan e-commerce diperkirakan mengalam pertumbuhan mencapai USD82 miliar pada 2025.
“Dalam empat tahun ke depan, laporan memprediksi pertumbuhan 12 kali lipat untuk sektor e-commerceIndonesia dan pertumbuhan enam kali lipat untuk transportasi online,” ucap Randy dalam paparan di Kantor Google Indonesia, Jakarta, kemarin.
Pertumbuhan ekonomi digital di Thailand masih kalah dengan Indonesia yakni sebesar USD16 miliar. Nilainya diproyeksikan akan menjadi USD50 miliar pada 2025. Singapura membukukan USD12 miliar pada 2019 dan target USD27 miliar pada 2025. Vietnam mencatat USD12 miliar pada 2019 dan USD43 miliar pada 2025.
Malaysia di angka USD11 miliar pada 2019 dan USD26 miliar pada 2025. Filipina mencatat total USD7 miliar pada 2019 dan USD25 miliar pada 2025. E-commerce menjadi sektor tercerah dalam ekonomi digital Asia Tenggara. Hal itu dibantu dengan berbagai festival online untuk menarik pembeli, hiburan dalam aplikasi, dan pengiriman paket yang semakin cepat.
Sektor ini diproyeksikan akan naik empat kali lipat dari USD38,2 miliar pada 2019 menjadi USD153 miliar pada 2025. “Pertumbuhan besar itu akan muncul dari Indonesia, tempat pasar e-commerce akan tumbuh dari USD21 miliar menjadi USD82 miliar,” ungkap laporan tersebut, dilansir Bloomberg.
Besarnya pengguna internet di Asia Tenggara turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital. “Nilai transaksi digital di berbagai bidang, mulai dari ritel internet hingga taksi online dapat mencapai USD300 miliar pada 2025, berkat populasi pengguna internet saat ini yang mencapai 360 juta orang,” ungkap hasil riset itu.
Kawasan Asia Tenggara yang menjadi basis bagi Grab dan situs e-commerce Lazada milik Alibaba Group Holding berada di jajaran 10 besar dalam kategori waktu yang digunakan pengguna online. Empat negara yang sangat diperhitungkan di Asia Tenggara adalah Indonesia, Thailand, Filipina, dan Malaysia.
Indonesia dengan populasi paling padat keempat di dunia sebanyak 264 juta jiwa akan menjadi yang paling cerah dalam pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara. Pasar ride-hailing Asia Tenggara diproyeksikan mencapai USD40 miliar pada 2025 dari USD12,7 miliar pada 2019, didorong oleh para pemimpin sektor itu, yakni Grab dan GoJek.
Dua perusahaan itu menganggap pengiriman makanan sebagai penggerak utama pertumbuhan dan keuntungan. Persaingan pun semakin ketat dengan sejumlah perusahaan pengiriman makanan seperti Foodpanda dan Deliveroo yang turut bertarung.
Vietnam pun muncul sebagai negara paling digital dibandingkan negara lain di Asia Tenggara dengan nilai produk bruto ekonomi digital mencakup lebih dari 5% dari produk domestik bruto (PDB) Vietnam pada 2019. Jumlah tersebut sama dengan 3,7% pangsa pasar untuk Asia Tenggara.
E-commerce juga menjadi penggerak utama di balik kebangkitan ekonomi digital di Vietnam yang menjadi tempat lahirnya marketplace seperti Sendo dan Tiki yang bersaing dengan pemain regional, termasuk Lazada dan Shopee yang didukung Tencent Holdings Ltd.
Pembayaran digital kini semakin menjadi tren utama dan diperkirakan mencapai lebih dari USD1 triliun pada 2025. Dari 400 juta orang dewasa di Asia Tenggara, sebanyak 98 juta dalam posisi “under banked” atau seseorang memiliki rekening bank, tapi aksesnya terbatas untuk layanan lain seperti kredit. Adapun 198 juta orang lainnya hanya memiliki sedikit bantuan untuk mendanai kebutuhannya.
Tren pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara membuat banyak investor semakin tertarik. “Berbagai perusahaan digital Asia Tenggara telah mengumpulkan investasi USD7,6 miliar pada semester I tahun ini, naik dari USD7,1 miliar pada tahun sebelumnya,” ungkap laporan itu. Randy Jusuf menyatakan, negara-negara di Asia Tenggara terus membayangi negara maju seperti Amerika Serikat.
Perusahaan-perusahaan ride hailing seperti Grab dan GoJek telah mengumpulkan lebih dari USD14 miliar selama empat tahun terakhir. Adapun berbagai perusahaan e-commerce, termasuk Tokopedia, telah menarik investasi hampir USD10 miliar. Tahap terbaru pendanaan untuk Grab dan GoJek menjadi yang terbesar untuk jenis perusahaan itu secara global.
Sumber Ekonomi Baru
Membaiknya perkembangan ekonomi digital ini membuat Bank Indonesia (BI) berharap bidang ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Ada tiga strategi utama sistem pembayaran untuk memacu ekonomi di era ekonomi digital. Pertama, menetapkan Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Kedua, mendorong peningkatan elektronifikasi transaksi pembayaran. Ketiga, mendorong program persiapan pemasaran online UMKM (on boarding UMKM) ke ekonomi digital.
"Hal tersebut dapat dicapai melalui sinergi yang baik antara Bank Indonesia dengan otoritas terkait dan dengan pelaku industri sehingga dapat mendukung kemajuan dan keunggulan Indonesia," ucap Deputi Gubernur BI Sugeng dalam seminar yang diselenggarakan IDX Channel yang bekerja sama dengan Bank Indonesia bertema Menuju Indonesia Unggul melalui Keuangan Digital di Jakarta kemarin.
Sugeng optimistis Indonesia bisa memanfaatkan ekonomi digital sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Ini dipengaruhi jumlah penduduk yang semakin banyak kaum milenial. Selain itu, akses terhadap teknologi juga relatif belum merata meski animo masyarakat menggunakan layanan teknologi cukup tinggi. Pengguna telepon seluler (ponsel) di Tanah Air saat ini mencapai 371,4 juta pengguna atau 142% dari total populasi sebanyak 262 juta jiwa.
Namun, penetrasi internet di Indonesia masih relatif rendah. Karena itu, BI mendorong perkembangan ekonomi digital agar dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Kehadiran ekonomi digital di dalam negeri semakin terlihat dengan banyaknya fintech. Saat ini praktik shadowbanking atau lembaga keuangan nonbank yang menjalankan bisnis layaknya bank bahkan terus marak.
Direktur IDX Channel Apreyvita Wulansari mengakui, ekonomi digital terus mengalami perkembangan yang pesat, terutama bidang e-commerce dan fintech. Pada 2018 pengguna media sosial aktif sebanyak 130 juta, pengguna ponsel sebanyak 177.9 juta, dan pengguna sosial ponsel aktif sebanyak 120 juta. "Tentunya ini menjadi peluang dalam perkembangan ekonomi digital," katanya.
Tingginya pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia terungkap dari Google, Temasek Holdings Pte, dan Bain & Co. Laporan itu juga mengungkapkan ekonomi digital Asia Tenggara sesuai perkiraan mencapai lebih dari USD100 miliar (Rp1.416 triliun) pada tahun ini. Pada 2025 peningkatannya diproyeksikan akan mencapai tiga kali lipat.
Dengan data ini, artinya Asia Tenggara menjadi satu di antara wilayah dengan pertumbuhan terpesat di dunia untuk perdagangan online. Kondisi ini juga didukung banyaknya populasi pemuda yang semakin lekat dengan smartphone. "Pada 2019 ekonomi digital Indonesia mencapai USD40 miliar (Rp567 triliun) dan pada 2025 sebesar USD133 miliar (Rp1.883 triliun)," ungkap laporan itu.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengatakan, laporan regional pada 2019 mencakup lima sektor, yakni e-commerce, media online, transportasi online, wisata dan perjalanan, serta jasa keuangan digital. Dari lima sektor, e-commerce memiliki pertumbuhan paling pesat di antara empat sektor lainnya.
Sektor e-commerce di Indonesia diperkirakan mencapai USD21 miliar pada tahun ini. Angka ini tumbuh 12 kali lipat sejak 2015 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 88%. Ke depan e-commerce diperkirakan mengalam pertumbuhan mencapai USD82 miliar pada 2025.
“Dalam empat tahun ke depan, laporan memprediksi pertumbuhan 12 kali lipat untuk sektor e-commerceIndonesia dan pertumbuhan enam kali lipat untuk transportasi online,” ucap Randy dalam paparan di Kantor Google Indonesia, Jakarta, kemarin.
Pertumbuhan ekonomi digital di Thailand masih kalah dengan Indonesia yakni sebesar USD16 miliar. Nilainya diproyeksikan akan menjadi USD50 miliar pada 2025. Singapura membukukan USD12 miliar pada 2019 dan target USD27 miliar pada 2025. Vietnam mencatat USD12 miliar pada 2019 dan USD43 miliar pada 2025.
Malaysia di angka USD11 miliar pada 2019 dan USD26 miliar pada 2025. Filipina mencatat total USD7 miliar pada 2019 dan USD25 miliar pada 2025. E-commerce menjadi sektor tercerah dalam ekonomi digital Asia Tenggara. Hal itu dibantu dengan berbagai festival online untuk menarik pembeli, hiburan dalam aplikasi, dan pengiriman paket yang semakin cepat.
Sektor ini diproyeksikan akan naik empat kali lipat dari USD38,2 miliar pada 2019 menjadi USD153 miliar pada 2025. “Pertumbuhan besar itu akan muncul dari Indonesia, tempat pasar e-commerce akan tumbuh dari USD21 miliar menjadi USD82 miliar,” ungkap laporan tersebut, dilansir Bloomberg.
Besarnya pengguna internet di Asia Tenggara turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital. “Nilai transaksi digital di berbagai bidang, mulai dari ritel internet hingga taksi online dapat mencapai USD300 miliar pada 2025, berkat populasi pengguna internet saat ini yang mencapai 360 juta orang,” ungkap hasil riset itu.
Kawasan Asia Tenggara yang menjadi basis bagi Grab dan situs e-commerce Lazada milik Alibaba Group Holding berada di jajaran 10 besar dalam kategori waktu yang digunakan pengguna online. Empat negara yang sangat diperhitungkan di Asia Tenggara adalah Indonesia, Thailand, Filipina, dan Malaysia.
Indonesia dengan populasi paling padat keempat di dunia sebanyak 264 juta jiwa akan menjadi yang paling cerah dalam pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara. Pasar ride-hailing Asia Tenggara diproyeksikan mencapai USD40 miliar pada 2025 dari USD12,7 miliar pada 2019, didorong oleh para pemimpin sektor itu, yakni Grab dan GoJek.
Dua perusahaan itu menganggap pengiriman makanan sebagai penggerak utama pertumbuhan dan keuntungan. Persaingan pun semakin ketat dengan sejumlah perusahaan pengiriman makanan seperti Foodpanda dan Deliveroo yang turut bertarung.
Vietnam pun muncul sebagai negara paling digital dibandingkan negara lain di Asia Tenggara dengan nilai produk bruto ekonomi digital mencakup lebih dari 5% dari produk domestik bruto (PDB) Vietnam pada 2019. Jumlah tersebut sama dengan 3,7% pangsa pasar untuk Asia Tenggara.
E-commerce juga menjadi penggerak utama di balik kebangkitan ekonomi digital di Vietnam yang menjadi tempat lahirnya marketplace seperti Sendo dan Tiki yang bersaing dengan pemain regional, termasuk Lazada dan Shopee yang didukung Tencent Holdings Ltd.
Pembayaran digital kini semakin menjadi tren utama dan diperkirakan mencapai lebih dari USD1 triliun pada 2025. Dari 400 juta orang dewasa di Asia Tenggara, sebanyak 98 juta dalam posisi “under banked” atau seseorang memiliki rekening bank, tapi aksesnya terbatas untuk layanan lain seperti kredit. Adapun 198 juta orang lainnya hanya memiliki sedikit bantuan untuk mendanai kebutuhannya.
Tren pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara membuat banyak investor semakin tertarik. “Berbagai perusahaan digital Asia Tenggara telah mengumpulkan investasi USD7,6 miliar pada semester I tahun ini, naik dari USD7,1 miliar pada tahun sebelumnya,” ungkap laporan itu. Randy Jusuf menyatakan, negara-negara di Asia Tenggara terus membayangi negara maju seperti Amerika Serikat.
Perusahaan-perusahaan ride hailing seperti Grab dan GoJek telah mengumpulkan lebih dari USD14 miliar selama empat tahun terakhir. Adapun berbagai perusahaan e-commerce, termasuk Tokopedia, telah menarik investasi hampir USD10 miliar. Tahap terbaru pendanaan untuk Grab dan GoJek menjadi yang terbesar untuk jenis perusahaan itu secara global.
Sumber Ekonomi Baru
Membaiknya perkembangan ekonomi digital ini membuat Bank Indonesia (BI) berharap bidang ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Ada tiga strategi utama sistem pembayaran untuk memacu ekonomi di era ekonomi digital. Pertama, menetapkan Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Kedua, mendorong peningkatan elektronifikasi transaksi pembayaran. Ketiga, mendorong program persiapan pemasaran online UMKM (on boarding UMKM) ke ekonomi digital.
"Hal tersebut dapat dicapai melalui sinergi yang baik antara Bank Indonesia dengan otoritas terkait dan dengan pelaku industri sehingga dapat mendukung kemajuan dan keunggulan Indonesia," ucap Deputi Gubernur BI Sugeng dalam seminar yang diselenggarakan IDX Channel yang bekerja sama dengan Bank Indonesia bertema Menuju Indonesia Unggul melalui Keuangan Digital di Jakarta kemarin.
Sugeng optimistis Indonesia bisa memanfaatkan ekonomi digital sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Ini dipengaruhi jumlah penduduk yang semakin banyak kaum milenial. Selain itu, akses terhadap teknologi juga relatif belum merata meski animo masyarakat menggunakan layanan teknologi cukup tinggi. Pengguna telepon seluler (ponsel) di Tanah Air saat ini mencapai 371,4 juta pengguna atau 142% dari total populasi sebanyak 262 juta jiwa.
Namun, penetrasi internet di Indonesia masih relatif rendah. Karena itu, BI mendorong perkembangan ekonomi digital agar dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Kehadiran ekonomi digital di dalam negeri semakin terlihat dengan banyaknya fintech. Saat ini praktik shadowbanking atau lembaga keuangan nonbank yang menjalankan bisnis layaknya bank bahkan terus marak.
Direktur IDX Channel Apreyvita Wulansari mengakui, ekonomi digital terus mengalami perkembangan yang pesat, terutama bidang e-commerce dan fintech. Pada 2018 pengguna media sosial aktif sebanyak 130 juta, pengguna ponsel sebanyak 177.9 juta, dan pengguna sosial ponsel aktif sebanyak 120 juta. "Tentunya ini menjadi peluang dalam perkembangan ekonomi digital," katanya.
(don)