Making Indonesia 4.0 Jalan Menuju 10 Negara Ekonomi Terkuat Dunia

Selasa, 08 Oktober 2019 - 20:18 WIB
Making Indonesia 4.0...
Making Indonesia 4.0 Jalan Menuju 10 Negara Ekonomi Terkuat Dunia
A A A
PADANG - Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahyjono, menyatakan pihaknya telah menyusun sejumlah langkah strategis dalam menumbuhkan perekonomian melalui lima sektor manufaktur dalam negeri yang menjadi prioritas implementasi industri 4.0.

Menurutnya, langkah tersebut sudah tertuang dalam road map atau peta jalan Making Indonesia 4.0 yang dipastikan mampu mewujudkan visi Indonesia menjadi negara 10 besar dengan perekonomian terkuat di dunia pada 2030 mendatang.

"Tentu kami sangat optimistis, implementasi industri 4.0 akan mengoptimalkan potensi-potensi lainnya seperti penambahan pertumbuhan ekonomi sekitar 1%-2%," ungkapnya dalam Workshop Pendalaman Kebijakan Industri dengan Wartawan terkait penyiapan SDM Industri dan Peran INDI 4.0 dalam penerapan Industri 4.0 di Padang, Sumatra Barat, Selasa (8/10/2019).

Tidak hanya itu, implementasi road map Making Indonesia 4.0 dapat meningkatkan kontribusi sektor industri terhadap PDB hingga 25% pada 2030 dan net export hingga 10%, serta mampu mengisi kebutuhan tenaga kerja yang melek digital hingga 17 juta orang.

"Tentunya hal itu juga dapat mendorong peningkatan nilai tambah terhadap PDB nasional hingga USD150 miliar pada 2025," katanya.

Ia juga menjelaskan lima sektor manufaktur itu yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, kimia, otomotif, serta elektronika dipilih berdasarkan evaluasi yang berdampak ekonomi.

"Juga kriteria kelayakan implementasi yang mencakup kontribusi PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar," katanya.

Ia menambahkan lima sektor manufaktur yang menjadi andalan tersebut dianggap mampu memberikan kontribusi signfikan hingga lebih dari 60% terhadap share ke PDB, nilai ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.

"Sehingga kalau kelima sektor ini kita garap bersama-sama, tentunya akan men-trigger pertumbuhan ekonomi kita lebih signifikan," ujarnya.

Terkait dengan itu ia memaparkan, industri makanan dan minuman, dalam kurun lima tahun terakhir kinerjanya konsisten positif melampaui dari pertumbuhan ekonomi.

"Sektor ini tumbuh rata-rata di atas 8%-9%. Jadi, kalau industri makanan dan minuman ini kita berikan upaya-upaya peningkatan yang lebih besar lagi melalui industri 4.0, tentu pertumbuhannya bisa double-digit," katanya.

Bahkan, selama ini industri makanan dan minuman berperan penting dalam peningkatan nilai tambah bahan baku di dalam negeri. Sektor ini memang mempunyai nilai tambah paling tinggi, karena seluruh komponen bahan bakunya sebagian besar itu berasal dari dalam negeri.

"Apalagi, sektor ini didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) sehingga bisa mewujudkan ekonomi yang inklusif," tandasnya.

Meski demikian dari lima sektor tersebut, industri kimia hingga saat ini masih kurang kinerjanya, maka dari itu pihaknya mulai gencar menarik investasi untuk memperkuat struktur manufaktur di dalam negeri.

"Karena sejak 1998, belum ada investasi yang besar khususnya di industri petrokimia. Padahal produksi dari sektor tersebut banyak dibutuhkan untuk memasok kebutuhan bagi sektor lainnya," jelasnya.

Maka dari itu, dengan memprioritaskan pengembangan industri di sektor kimia, pemerintah juga ikut mendorong agar dapat menghasilkan produk substitusi impor sehingga bisa menaikan defisit neraca perdagangan.

"Namun investasi-investasi yang sedang kita upayakan masuk itu dipastikan industrinya sudah mengaplikasikan teknologi industri 4.0, dengan tujuan meningkatkan produktivitas secara efisien," imbuhnya.

Selanjutnya, terkait industri tekstil dan pakaian, ia mengemukakan, sektor ini merupakan yang tertua struktur manufakturnya di Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan program restrukturisasi mesin produksi yang lebih modern sehingga dapat memacu produktivitas dan daya saingnya.

"Potensi kita, industri tesktil dan pakaian ini sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir. Kalau didorong dengan penerapan industri 4.0, kami optimistis bisa mengejar kapasitas produksi dari negara-negara kompetitor," lanjutnya.

Kemudian pada industri elektronika, pihaknya juga sedang mendongkrak kinerjanya melalui peningkatan investasi. Sebab, Indonesia masih memerlukan investasi yang cukup besar khususnya di sektor hulu.

"Yang bisa menghasilkan berbagai komponen untuk memasok kebutuhan bagi sektor-sektor lainnya seperti industri otomotif," tandasnya.

Sedangkan dalam sektor industri otomotif, menurutnya baru mulai bergerak naik signifikan dibanding 20 tahun lalu. Tentunya, kata dia, ini sejalan dengan terjadinya peningkatan investasi di dalam negeri, di mana sejumlah produsen global menjadikan Indonesia basis produksinya untuk mengisi pasar ekspor.

"Saat ini perkembangan teknologinya pun terus berkembang, seperti pada pengaruh mesinnya terhadap lingkungan. Maka itu, pengembangan kendaraan listrik menjadi prioritas ke depannya. Jadi, nanti ada aturan mengenai PPnBM yang didasarkan pada emisi yang dikeluarkan. Kalau emisinya rendah, PPnBM-nya akan rendah," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian. Ngakan Timur Antara, mengatakan langkah strategis yang sudah dilakukan dalam progres implementasi making Indonesia 4.0 sejak tahun lalu hingga 2019.

"Sejak diluncurkan road Making Indonesia 4.0 oleh Presiden pada April 2018 lalu, hingga saat ini kita telah menjalankan langkah-langkah strategis untuk mendukung percepatan adopsi industri 4.0, antara lain meluncurkan Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) atau indikator penilaian tingkat kesiapan industri di Indonesia dalam menerapkan teknologi era industri 4.0," ungkapnya.

Selanjutnya, kata Ngakan, Indonesia ditunjuk menjadi official partner country pada Hannover Messe 2020 yang merupakan platform strategis untuk mengkampanyekan Making Indonesia 4.0 secara global.

"Beberapa waktu lalu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto turut melaksanakan Kick-off pameran teknologi terbesar dunia tersebut yang akan diselenggarakan enam bulan dari sekarang," ungkapnya.

Kemudian, pihaknya juga mendorong tumbuhnya bisnis rintisan melalui program Making Indonesia 4.0 Start-Up yang bertujuan menggali ide-ide inovasi dari perusahaan-perusahaan start-up berbasis teknologi yang dapat mendukung pelaku IKM maupun menyuplai teknologi bagi para investor.

"Bahkan, untuk memanfaatkan peluang bonus demografi di era industri 4.0, pemerintah berkomitmen menyiapkan SDM industri melalui beragam fasilitas, seperti insentif pajak super melalui Peraturan Pemerintah No. 45/2019 yang memberikan potongan pajak hingga 200% untuk investasi terkait pengembangan pendidikan vokasi, 300% untuk RnD, serta 60% untuk industri padat karya," paparnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0752 seconds (0.1#10.140)