Perkantoran di Jakarta Didominasi Co-Working

Rabu, 23 Oktober 2019 - 14:56 WIB
Perkantoran di Jakarta...
Perkantoran di Jakarta Didominasi Co-Working
A A A
MEMASUKI triwulan ketiga tahun 2019 properti di Jakarta khususnya kawasan Central Bussiness District (CBD) semakin menarik. Keberadaan Co-Working menguasai 89% di kawasan CBD di Jakarta.

Wilayah CBD di Jakarta sebut saja Sudirman, Rasuna Said, Kuningan Epicentrum serta ditambah wilayah yang dilalui MRT Fatmawati-Bundaran HI.

Lembaga riset Jones Lang LaSalle (JLL), perusahaan layanan manajemen real estate dan investasi bahwa penyerapan ruang perkantoran di triwulan ketiga ini mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.

"Total penyerapan selama tahun 2019 menjadi sebesar 174.000 m2 di kawasan CBD. Namun, harga sewa masih mengalami penurunan sebesar 1% untuk bangunan kelas A," ungkap James Taylor, Head of Researcher JLL dalam keterangan tertulisnya.

Co-working di Jakarta diisi 78% oleh perusahan teknologi seperti marketplace, fintech, online game dan travel booking. Taylor menambahkan, perkembangan perusahaan berbasis teknologi ini tidak terlepas dari peran operator coworking yang masih aktif melakukan ekspansi di gedung kelas A di CBD.

Beberapa gedung baru sudah mulai beroperasi di kuartal ketiga ini yaitu Sudirman 7.8, Office One, Graha Makmur dan Menara Binakarsa.

Operator co-working yang aktif yakni CoHive yang memiliki 20.000 m2 disusul Wework 15.000 m2. Total co-working space di Jakarta 50.000 m2 dengan 28 operator di 57 lokasi. Mereka berada di perkantoran paling besar di wilayah Kuningan, Jakarta Selatan seluas 30.000 m2.

Co-working juga menyasar wilayah lain selain CBD, terluas berada di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Berbeda dengan yang terjadi di kawasan CBD, penyerapan di kawasan non CBD hanya sebesar 4.000 m2. Terdapat satu gedung yang baru saja beroperasi di triwulan ini, yaitu Midpoint Place.

Riset JLL juga menyoroti kondisi ritel yang memang bergejolak. James menjelaskan, departemen store banyak yang tutup namun tenant lain masih tetap eksis. Tidak ragu riset tersebut mengatakan sektor ritel tetap stabil dengan tingkat okupansi hampir 90% dan harga sewa mall kelas menengah keatas yang mengalami peningkatan sebesar 1.2%.

Mal kelas atas dicontohkan seperti Central Park, Pasific Place dan Kemang Village. Departemen store di ketiga mall tersebut tutup namun ritel lain seperti Ace Hardware, The Food Hall, Rock Star Gym dan Uniqlo masih didatangi pengunjung mall. Pasar ritel di triwulan ketiga ini masih cukup aktif dari sektor fashion dan F&B yang mencoba untuk menawarkan peritel baru dan promosi yang menarik kepada konsumen.

Sementara itu menyangkut okupansi ritel, hampir mencapai 90% karena pasokan yang terbatas tetapi pengembang properti m terkemuka masih aktif dalam mengembangkan konsep retail mixed use yang terhubung dengan perkantoran Dan kondominium. "Dari sisi tenant secara keseluruhan juga mulai bergeser dari departemen store menjadi mini anchor," ujarnya.

Untuk sektor kondominium, Vivin Harsanto, Head of Advisory JLL menegaskan, aktivitas yang dilakukan oleh pengembang belum menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini ditandai dengan hanya terdapat satu proyek kondominium yang diluncurkan di triwulan ini.

Sedikitnya jumlah produk yang diluncurkan membuat tingkat penjualan meningkat Ke angka 64%. "Aktivitas penjualan kondominium pun belum mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, kami melihat para pengembang, tidak hanya pihak
swasta lokal dan asing tetapi juga BUMN, tetap aktif mempersiapkan produk-produk mereka sembari menunggu momen yang tepat untuk meluncurkannya." jelas Vivin.

Realisasi investasi asing dan lokal diharapkan kembali meningkat seusai penyelenggaraan pemilihan umum presiden. Selain itu, topik pemindahan ibukota negara telah menjadi bahan perbincangan di kalangan pengembang dan investor asing baik lokal maupun asing, sembari menunggu rencana selanjutnya yang akan dijalankan oleh pemerintah.

Dari segi ekonomi GDP naik 5,05% pada triwulan kedua tahun ini, inflasi 3,39% pada September jauh di bawah ekspektasi. Hal senada diungkapkan pengamat property Panangian Simanungkalit mengatakan, triwulan ketiga ini properti di Jakarta masih stagnan karena pertumbuhan ekonomi belum bergerak. Efek penurunan BI rate terhadap KPR juga belum terlihat.

"Setelah pengumuman kabinet diharapkan memberikan efek positif. Baru bisa terlihat triwulan pertama tahun depan. Sebab kabinet juga akan berjalan 3 bulan dari sekarang. Pasar melihat ini secara optimis," ujarnya.

Mengenai perkantoran di Jakarta, menurutnya terjadi over supply. Sebab memang supply tidak bisa ditahan sementara itu tiga tahun lalu masif permintaan. Demand-nya tertahan hingga 5 persen, tidak ada tambahan permintaan. Akibatnya harga sewa kantor akan anjlok walaupun begitu belum banyak juga perusahaan yang ingin berinvestasi dalam waktu dekat ini. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1096 seconds (0.1#10.140)