Naikkan Cukai 22%, Petani Tembakau Protes Menkeu di Depan Istana
A
A
A
JAKARTA - Belasan perwakilan petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menggelar aksi damai di depan Istana Negara, Kamis (24/10/2019).
Aksi damai dilatari oleh terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 152 /PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
"Kami datang dari Temanggung ke Jakarta walaupun jumlahnya sedikit akan tetapi ini sebagai simbol jeritan petani. Para perwakikan petani ke istana untuk menyampaikan keberatan atas kenaikan cukai sebesar 22%," kata ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji.
Kalangan petani tembakau tak lupa mengucapkan selamat atas terpilihnya kembali Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, berserta menteri yang baru saja dilantik.
Agus Parmuji bilang, bahwa petani tembakau mayoritas pemilih Jokowi pada Pemilihan Presiden 2019. Karena itu, petani tembakau yang tetap setia bersama Jokowi, merasa keberatan atas kenaikan cukai rokok yang terlalu tinggi yang diumumkan melalui diterbitkannya PMK 152/2019 tentang tarif cukai tembakau.
"Kenaikan cukai dan HJE yang terlalu tinggi ini berdampak langsung pada keberlangsungan dan kesejahteraan petani tembakau kami," tegas Agus Parmuji.
Sekretaris APTI, Agus Setiawan meminta Jokowi-Ma'ruf agar melindungi petani tembakau sehingga hajat hidup terjaga, dan tidak ditabrak oleh pelbagai regulasi yang mematikan sektor tembakau.
Terbitnya PMK 152/2019 yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 19 Oktober 2019, seakan-akan petani tembakau itu anak kecil yang dilimpekne (alih perhatian) dengan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019 lalu.
"Kami kecewa dengan ibu Sri Mulyani. Pasalnya, PMK 152/2019 berakibat buruk terhadap kelangsungan petani tembakau," cetusnya.
Agus Setiawan menegaskan, tembakau saat ini hanya bisa ditampung oleh pabrikan rokok. Pemerintah tidak memiliki teknologi apapun yang mampu membeli tembakau petani.
"Kami panen tembakau hanya pabrikan rokok yang bisa menampung kami. Belum ada teknologi manapun yang sanggup membeli tembakau," tegasnya.
Agus Setiawan mengatakan, kenaikan cukai yang luar biasa pada awal Januari 2020 ini benar-benar membuat petani terkena tsunami dahsyat.
"Silakan ada kenaikan asal terjangkau oleh masyarakat Indonesia. Jangan dibandingkan dengan negara-negara luar yang pendapatannya lebih dibandingkan masyarakat Indonesia," tegasnya.
Menurut Agus, kenaikan cukai pada akhirnya petani tembakau yang akan menjadi korban pertama. Oleh karena itu, petani tembakau memohon agar Presiden Jokowi melalui Menkeu Sri Mulyani meninjau ulang PMK 152/2019.
"Mohon kiranya Presiden Jokowi mengakomodir semua kepentingan kami tanpa mengurangi rasa hormat dari pihak-pihak yang tidak suka tembakau," pungkasnya.
Aksi damai dilatari oleh terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 152 /PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
"Kami datang dari Temanggung ke Jakarta walaupun jumlahnya sedikit akan tetapi ini sebagai simbol jeritan petani. Para perwakikan petani ke istana untuk menyampaikan keberatan atas kenaikan cukai sebesar 22%," kata ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji.
Kalangan petani tembakau tak lupa mengucapkan selamat atas terpilihnya kembali Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, berserta menteri yang baru saja dilantik.
Agus Parmuji bilang, bahwa petani tembakau mayoritas pemilih Jokowi pada Pemilihan Presiden 2019. Karena itu, petani tembakau yang tetap setia bersama Jokowi, merasa keberatan atas kenaikan cukai rokok yang terlalu tinggi yang diumumkan melalui diterbitkannya PMK 152/2019 tentang tarif cukai tembakau.
"Kenaikan cukai dan HJE yang terlalu tinggi ini berdampak langsung pada keberlangsungan dan kesejahteraan petani tembakau kami," tegas Agus Parmuji.
Sekretaris APTI, Agus Setiawan meminta Jokowi-Ma'ruf agar melindungi petani tembakau sehingga hajat hidup terjaga, dan tidak ditabrak oleh pelbagai regulasi yang mematikan sektor tembakau.
Terbitnya PMK 152/2019 yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 19 Oktober 2019, seakan-akan petani tembakau itu anak kecil yang dilimpekne (alih perhatian) dengan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019 lalu.
"Kami kecewa dengan ibu Sri Mulyani. Pasalnya, PMK 152/2019 berakibat buruk terhadap kelangsungan petani tembakau," cetusnya.
Agus Setiawan menegaskan, tembakau saat ini hanya bisa ditampung oleh pabrikan rokok. Pemerintah tidak memiliki teknologi apapun yang mampu membeli tembakau petani.
"Kami panen tembakau hanya pabrikan rokok yang bisa menampung kami. Belum ada teknologi manapun yang sanggup membeli tembakau," tegasnya.
Agus Setiawan mengatakan, kenaikan cukai yang luar biasa pada awal Januari 2020 ini benar-benar membuat petani terkena tsunami dahsyat.
"Silakan ada kenaikan asal terjangkau oleh masyarakat Indonesia. Jangan dibandingkan dengan negara-negara luar yang pendapatannya lebih dibandingkan masyarakat Indonesia," tegasnya.
Menurut Agus, kenaikan cukai pada akhirnya petani tembakau yang akan menjadi korban pertama. Oleh karena itu, petani tembakau memohon agar Presiden Jokowi melalui Menkeu Sri Mulyani meninjau ulang PMK 152/2019.
"Mohon kiranya Presiden Jokowi mengakomodir semua kepentingan kami tanpa mengurangi rasa hormat dari pihak-pihak yang tidak suka tembakau," pungkasnya.
(ven)