Target Infrastruktur, Pemerintah Bangun 2.500 Km Jalan Tol Baru
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan infrastruktur jalan tol dipastikan terus dilakukan. Tak tanggung-tanggung, pemerintah menargetkan 2.500 km jalan tol akan dibangun hingga 2024 mendatang.
Target itu terbilang cukup ambisius di tengah upaya pemerintah meningkatkan konektivitas antarwilayah untuk lebih memeratakan pembangunan di Tanah Air. Hanya saja perlu upaya ekstra agar target tersebut bisa terealisasi. Pemerintah harus bisa meyakinkan investor agar tertarik mengembangkan jalur-jalur tol baru.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menegaskan pembangunan ribuan kilometer jalan tol baru dalam lima tahun ke depan sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan tambahan 2.500 km tersebut, total jalan tol yang akan dioperasikan menjadi 5.200 km.
"Di Sumatera saja sudah 2.000 km. Kemudian tol lainnya 500 km. Jadi idealnya 2.500 km," kata Kepala BPJT Danang Parikesit dalam acara diskusi di Menara Kadin, Jakarta, kemarin.
Menurut Danang, hingga akhir tahun nanti ada sekitar 2.200 km jalan tol yang akan beroperasi. Angka tersebut di atas yang ditargetkan pemerintah adalah 1.500 km jalan tol. "Sampai akhir tahun ini sekitar 2.200 km. Jika lihat historinya enggak ada apa-apanya dibandingkan China. Tapi selama lima tahun terakhir kita membangun hampir 1.500 km dalam waktu lima tahun," ujarnya.
Dia menjelaskan, dengan target yang ditetapkan sebesar itu, diperlukan pemain-pemain baru di sektor jalan tol. Hal ini karena untuk membangun lebih dari 2.500 km jalan tol dibutuhkan pembiayaan yang cukup besar.
Sebagai gambaran pada lima tahun yang lalu, dengan target 1.500 km jalan tol yang terbangun dibutuhkan dana sekitar Rp1.000 triliun lebih. Artinya setiap kilometer jalan tolnya membutuhkan dana sekitar Rp100 miliar.
"Kalau kita punya target 2.500 km saja, dengan pemain yang ada kita belum cukup mencapainya. Kita perlu pemain baru,” sebutnya.
Danang juga menyatakan pemain baru ini bukan sebuah ancaman bagi perusahaan lama yang sudah lebih dulu eksis. Justru, kata Danang, para pemain lama akan membutuhkan investor baru untuk bekerja sama.
"Adanya pemain baru bukan ancaman pemain lama. Mereka butuh mitra karena target kita (membangun) 2.700 km hingga 5.200 km jalan beroperasi di 2024,” ucapnya.
Menurutnya, skema kemitraan ini tidak hanya terkait dengan kerja sama pembiayaan dan pendanaan, tetapi juga dari sisi transfer teknologi karena dalam lima tahun ke depan medan jalan tol yang akan dibangun jauh lebih sulit.
"Ini bukan soal uang, tapi teknologi. Kemudian teman-teman merancang sistem kontrak yang bagus kita juga butuhkan,” tuturnya.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa menyatakan pembangunan tol yang dilakukan secara masif oleh pemerintah selama lima tahun terakhir patut diapresiasi. Namun, menurut dia, yang perlu digarisbawahi adalah biaya investasinya yang saat ini kebanyakan masih ditanggung Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Oleh karena itu, lanjut Erwin, Kadin berharap ada ruang bagi swasta untuk bisa ikut dalam pendanaan infrastruktur. "Dengan target 5.000 km lebih, dibutuhkan pendanaan yang besar," ujar dia.
Dia berharap ke depan akan ada kebijakan yang memberi kepastian ke pelaku usaha. Selain itu harus ada skema pendanaan murah untuk membangun jalan tol.
Erwin menyebut pembangunan jalan tol masih memiliki banyak tantangan. Di antaranya pembebasan lahan dan pendanaan. Kedua faktor tersebut akan sangat menentukan cepat atau lambatnya progres sebuah jalan tol dikerjakan.
"Tantangan lain adalah trafik lalu lintas harian setelah tol dioperasikan. Kan tidak ada jaminan lalu lintas harian rata-rata (LHR)," ujar dia.
Erwin menambahkan, pembangunan jalan tol sebaiknya bukan hanya untuk konektivitas wilayah, tetapi juga harus menjadi pengungkit tumbuhnya kawasan perekonomian baru, mulai dari industri hingga perumahan. Selain itu tol juga harus berfungsi memindahkan kawasan padat seperti di Jabodetabek ke daerah lain yang masih tertinggal dan membutuhkan investasi besar. (Heru Febrianto/Okezone)
Target itu terbilang cukup ambisius di tengah upaya pemerintah meningkatkan konektivitas antarwilayah untuk lebih memeratakan pembangunan di Tanah Air. Hanya saja perlu upaya ekstra agar target tersebut bisa terealisasi. Pemerintah harus bisa meyakinkan investor agar tertarik mengembangkan jalur-jalur tol baru.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menegaskan pembangunan ribuan kilometer jalan tol baru dalam lima tahun ke depan sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan tambahan 2.500 km tersebut, total jalan tol yang akan dioperasikan menjadi 5.200 km.
"Di Sumatera saja sudah 2.000 km. Kemudian tol lainnya 500 km. Jadi idealnya 2.500 km," kata Kepala BPJT Danang Parikesit dalam acara diskusi di Menara Kadin, Jakarta, kemarin.
Menurut Danang, hingga akhir tahun nanti ada sekitar 2.200 km jalan tol yang akan beroperasi. Angka tersebut di atas yang ditargetkan pemerintah adalah 1.500 km jalan tol. "Sampai akhir tahun ini sekitar 2.200 km. Jika lihat historinya enggak ada apa-apanya dibandingkan China. Tapi selama lima tahun terakhir kita membangun hampir 1.500 km dalam waktu lima tahun," ujarnya.
Dia menjelaskan, dengan target yang ditetapkan sebesar itu, diperlukan pemain-pemain baru di sektor jalan tol. Hal ini karena untuk membangun lebih dari 2.500 km jalan tol dibutuhkan pembiayaan yang cukup besar.
Sebagai gambaran pada lima tahun yang lalu, dengan target 1.500 km jalan tol yang terbangun dibutuhkan dana sekitar Rp1.000 triliun lebih. Artinya setiap kilometer jalan tolnya membutuhkan dana sekitar Rp100 miliar.
"Kalau kita punya target 2.500 km saja, dengan pemain yang ada kita belum cukup mencapainya. Kita perlu pemain baru,” sebutnya.
Danang juga menyatakan pemain baru ini bukan sebuah ancaman bagi perusahaan lama yang sudah lebih dulu eksis. Justru, kata Danang, para pemain lama akan membutuhkan investor baru untuk bekerja sama.
"Adanya pemain baru bukan ancaman pemain lama. Mereka butuh mitra karena target kita (membangun) 2.700 km hingga 5.200 km jalan beroperasi di 2024,” ucapnya.
Menurutnya, skema kemitraan ini tidak hanya terkait dengan kerja sama pembiayaan dan pendanaan, tetapi juga dari sisi transfer teknologi karena dalam lima tahun ke depan medan jalan tol yang akan dibangun jauh lebih sulit.
"Ini bukan soal uang, tapi teknologi. Kemudian teman-teman merancang sistem kontrak yang bagus kita juga butuhkan,” tuturnya.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa menyatakan pembangunan tol yang dilakukan secara masif oleh pemerintah selama lima tahun terakhir patut diapresiasi. Namun, menurut dia, yang perlu digarisbawahi adalah biaya investasinya yang saat ini kebanyakan masih ditanggung Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Oleh karena itu, lanjut Erwin, Kadin berharap ada ruang bagi swasta untuk bisa ikut dalam pendanaan infrastruktur. "Dengan target 5.000 km lebih, dibutuhkan pendanaan yang besar," ujar dia.
Dia berharap ke depan akan ada kebijakan yang memberi kepastian ke pelaku usaha. Selain itu harus ada skema pendanaan murah untuk membangun jalan tol.
Erwin menyebut pembangunan jalan tol masih memiliki banyak tantangan. Di antaranya pembebasan lahan dan pendanaan. Kedua faktor tersebut akan sangat menentukan cepat atau lambatnya progres sebuah jalan tol dikerjakan.
"Tantangan lain adalah trafik lalu lintas harian setelah tol dioperasikan. Kan tidak ada jaminan lalu lintas harian rata-rata (LHR)," ujar dia.
Erwin menambahkan, pembangunan jalan tol sebaiknya bukan hanya untuk konektivitas wilayah, tetapi juga harus menjadi pengungkit tumbuhnya kawasan perekonomian baru, mulai dari industri hingga perumahan. Selain itu tol juga harus berfungsi memindahkan kawasan padat seperti di Jabodetabek ke daerah lain yang masih tertinggal dan membutuhkan investasi besar. (Heru Febrianto/Okezone)
(nfl)