Kementan Jamin Tak Ada Kartel dan Monopoli dalam Penerbitan RIPH
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian ( Kementan ) membantah tudingan dari pihak-pihak tertentu yang menyebut adanya praktik pengaturan kuota, kartel bahkan monopoli dalam penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Semua prosedur dilakukan secara transparan dan fair.
"Yang jelas, praktik-praktik seperti monopoli, kartel dan pengaturan kuota sebagaimana yang telah diberitakan adalah tidak benar dan tidak pernah terjadi dalam proses penerbitan RIPH di Kementan," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Menurut pria yang akrab dipanggil Anton tersebut, pihaknya terus menyempurnakan pelaksanaan peraturan terkait RIPH. "Sesuai ketentuan, kami hanya menerbitkan rekomendasi. Sementara untuk persetujuan dan volume impornya bukan menjadi domain Kementan, namun berkoordinasi dengan institusi lain. Semua proses penerbitan RIPH dilakukan secara transparan. Selama seluruh ketentuan dipenuhi, pasti RIPH akan dikeluarkan," ujarnya. (Baca juga: Kukuhkan Tiga Profesor Riset, Mentan Dorong Varietas Baru dan Bertani Efektif )
Kementan sangat menjaga dan memperhatikan persyaratan teknis seperti keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), hasil analisis risiko organism pengganggu tumbuhan dari Badan Karantina Pertanian serta sertifikat Good Agricultural Practices (GAP) berstandar internasional. Selain itu Kementan juga memastikan registrasi bangsal panen dari negara asal dan data kapasitas produksi dari kebun atau lahan yang telah diregistrasi di negara asal.
"Substansi dari persyaratan-persyaratan tersebut adalah untuk memudahkan penelusuran balik, memastikan produk hortikultura impor berkualitas dan aman dikonsumsi serta mengamankan kekayaan plasma nutfah nasional kita," terangnya.
Ditambahkan Anton, semua proses pengajuan RIPH dilakukan secara online sehingga tidak perlu bertemu petugas langsung. Rekomendasi yang telah diterbitkan akan disampaikan kepada Kementerian Perdagangan melalui portal Indonesia National Single Window (INSW). Selanjutnya diproses melalui portal Inatrade, sebagai syarat diterbitkannya Surat Persetujuan Impor (SPI).
Kementan sendiri terus melakukan berbagai pembenahan dalam sistem penyediaan kebutuhan bahan pangan nasional. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo seusai dilantik menyatakan komitmennya memacu kemandirian pangan dan sedapat mungkin menghindari impor jika tidak mendesak. (Baca juga: Kementan-Bappenas Siap Wujudkan Pertanian Berkelanjutan )
Selain itu Kementan bertekad menyediakan produk pertanian dalam negeri yang berkualitas dengan harga terjangkau. Pembenahan data pangan dan perizinan impor menjadi prioritas awal, tak terkecuali untuk komoditas bawang putih.
Anton mengatakan, pihaknya masih terus memacu produksi bawang putih di dalam negeri. Berdasarkan data BPS, produksi dalam negeri tahun 2018 lalu mencapai 39.000 ton. Naik 101% dari tahun sebelumnya yang hanya 19.000 ton. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bawang putih yang cukup tinggi, sebagian besar masih harus mengandalkan impor.
"Hasil panen 2018 dan 2019 masih kita fokuskan untuk menjadi benih untuk musim tanam tahun berikutnya sehingga belum banyak mengisi pasar konsumsi. Nah, sembari kita pacu produksi dalam negeri, rekomendasi impor bawang putih juga perlu diatur dan dibenahi agar petani tetap bergairah menanam,” tandasnya.
Untuk mendukung peningkatan produksi bawang putih di dalam negeri pihaknya telah dan akan terus merangkul para pelaku usaha atau importir bawang putih. Semua stakeholder dilibatkan. Mulai dari Dinas Pertanian, petani, penangkar, kementerian terkait hingga importir bawang putih. Semua diajak untuk berpartisipasi meningkatkan produksi bawang putih dalam negeri.
“Bentuknya dengan menanam dan memproduksi bawang putih melalui skema kemitraan dengan kelompok tani atau secara swakelola. Untuk importir, mekanisme teknisnya akan terus kita evaluasi dan perbaiki," ujarnya.
"Yang jelas, praktik-praktik seperti monopoli, kartel dan pengaturan kuota sebagaimana yang telah diberitakan adalah tidak benar dan tidak pernah terjadi dalam proses penerbitan RIPH di Kementan," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Menurut pria yang akrab dipanggil Anton tersebut, pihaknya terus menyempurnakan pelaksanaan peraturan terkait RIPH. "Sesuai ketentuan, kami hanya menerbitkan rekomendasi. Sementara untuk persetujuan dan volume impornya bukan menjadi domain Kementan, namun berkoordinasi dengan institusi lain. Semua proses penerbitan RIPH dilakukan secara transparan. Selama seluruh ketentuan dipenuhi, pasti RIPH akan dikeluarkan," ujarnya. (Baca juga: Kukuhkan Tiga Profesor Riset, Mentan Dorong Varietas Baru dan Bertani Efektif )
Kementan sangat menjaga dan memperhatikan persyaratan teknis seperti keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), hasil analisis risiko organism pengganggu tumbuhan dari Badan Karantina Pertanian serta sertifikat Good Agricultural Practices (GAP) berstandar internasional. Selain itu Kementan juga memastikan registrasi bangsal panen dari negara asal dan data kapasitas produksi dari kebun atau lahan yang telah diregistrasi di negara asal.
"Substansi dari persyaratan-persyaratan tersebut adalah untuk memudahkan penelusuran balik, memastikan produk hortikultura impor berkualitas dan aman dikonsumsi serta mengamankan kekayaan plasma nutfah nasional kita," terangnya.
Ditambahkan Anton, semua proses pengajuan RIPH dilakukan secara online sehingga tidak perlu bertemu petugas langsung. Rekomendasi yang telah diterbitkan akan disampaikan kepada Kementerian Perdagangan melalui portal Indonesia National Single Window (INSW). Selanjutnya diproses melalui portal Inatrade, sebagai syarat diterbitkannya Surat Persetujuan Impor (SPI).
Kementan sendiri terus melakukan berbagai pembenahan dalam sistem penyediaan kebutuhan bahan pangan nasional. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo seusai dilantik menyatakan komitmennya memacu kemandirian pangan dan sedapat mungkin menghindari impor jika tidak mendesak. (Baca juga: Kementan-Bappenas Siap Wujudkan Pertanian Berkelanjutan )
Selain itu Kementan bertekad menyediakan produk pertanian dalam negeri yang berkualitas dengan harga terjangkau. Pembenahan data pangan dan perizinan impor menjadi prioritas awal, tak terkecuali untuk komoditas bawang putih.
Anton mengatakan, pihaknya masih terus memacu produksi bawang putih di dalam negeri. Berdasarkan data BPS, produksi dalam negeri tahun 2018 lalu mencapai 39.000 ton. Naik 101% dari tahun sebelumnya yang hanya 19.000 ton. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bawang putih yang cukup tinggi, sebagian besar masih harus mengandalkan impor.
"Hasil panen 2018 dan 2019 masih kita fokuskan untuk menjadi benih untuk musim tanam tahun berikutnya sehingga belum banyak mengisi pasar konsumsi. Nah, sembari kita pacu produksi dalam negeri, rekomendasi impor bawang putih juga perlu diatur dan dibenahi agar petani tetap bergairah menanam,” tandasnya.
Untuk mendukung peningkatan produksi bawang putih di dalam negeri pihaknya telah dan akan terus merangkul para pelaku usaha atau importir bawang putih. Semua stakeholder dilibatkan. Mulai dari Dinas Pertanian, petani, penangkar, kementerian terkait hingga importir bawang putih. Semua diajak untuk berpartisipasi meningkatkan produksi bawang putih dalam negeri.
“Bentuknya dengan menanam dan memproduksi bawang putih melalui skema kemitraan dengan kelompok tani atau secara swakelola. Untuk importir, mekanisme teknisnya akan terus kita evaluasi dan perbaiki," ujarnya.
(poe)