Teknologi Bisa Mengubah Rawa Jadi Sumber Pangan
A
A
A
OPTIMALISASI lahan rawa lewat sentuhan teknologi dapat menjadi kunci keberhasilan pertanian dari sisi produksi. Langkah itu pula yang kini dikembangkan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Program Serasi (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani).
Kepala Badan Litbang Pertanian, Fadjry Jufry, mengatakan, Kementan telah mempersiapkan lahan rawa sebagai tulang punggung pertanian masa depan. Penerapan teknologi yang tepat akan meningkatkan produktivitas petani secara signifikan. Diharapkan hasilnya mampu memenuhi kebutuhan pangan 267 juta jiwa rakyat Indonesia.
”Kami sudah membuat model percontohan cara pengolahan lahan rawa yang benar, mulai dari penataan lahan, penataan air, termasuk inovasi teknologi yang ada di dalamnya,” tutur Fadjri saat acara panen raya perdana padi di Demfarm SERASI, Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu.
Dia mengaku Kementan telah mempersiapkan paket teknologi yang siap mendukung efektifitas dan efisiensi pertanian lahan rawa, dari proses olah tanah, tanam, hingga panen. Potret teknologi lahan rawa, bahkan dipamerkan melalui pengembangan Demfarm SERASI binaan Badan Litbang Kementan di Kabupaten tersebut.
Fadjry menambahkan, Demfarm dibangun untuk percepatan dan efektivitas adopsi teknologi oleh petani dalam upaya meningkatkan produksi pertanian dan kesejahteraan petani di lahan rawa.
“Teknologinya kami sudah punya, bagaimana mengatur tata airnya, di lahan rawa ini ada lapisan pirit namanya. Oleh karena itu, kami memperkenalkan traktor rawa berbentuk perahu, itu merupakan solusi bagaimana pengolahan tanah yang tepat di lahan rawa, karena menggunakan traktor biasa kedalaman pengolahanya itu lebih dari 30 cm, yang kami anjurkan itu kurang dari 30 cm. Mudah-mudahan dengan traktor model seperti itu bisa mempercepat pengolahan lahan,” ujar Fadjry.
Meski masih dalam tahap prototipe, traktor tersebut dapat mengolah satu hektare lahan dalam satu jam. Selain itu, pihaknya juga tengah memperkenalkan drone tanam berbasis GPS.
“Artinya, di Jakarta pun saya tidak perlu ke sini. Saya bisa menginstruksikan dari jauh, itu outonomous, bisa ada treknya,” ungkapnya dalam siara persnya.
Tidak hanya traktor perahu dan drone, Fadjry juga mengungkapkan ada teknologi mikroorganisme sebagai pemberat pada gabah yang ditebar, sehingga pada saat gabah tersebut masuk ke tanah bisa menyuburkan tanah sehingga daya tumbuhnya lebih baik.
“Selain itu, kami juga ada teknologi varietas unggul baru. Kami punya Inpara 1 hingga 7. Inpara itu Inbrida Padi Lahan Rawa. Ini yang banyak berkembang Inpara 4, potensinya bagus bisa sampai 6 ton kalau padi biasanya 2-3 ton saja,” ungkap Fadjry.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy mengungkapkan, Indonesia memiliki 34 juta hektare (ha) lahan rawa lebak, 10 juta hingga 17 juta ha di antaranya dapat dijadikan lahan produktif pertanian.
“Tahun ini, pemerintah membuat proyek percontohan lebih kurang 500.000 ha yang awalnya terdiri dari tiga Provinsi, yakni Kalsel seluas 200.000 ha, Sumsel 250.000 ha, dan Sulsel 50.000 ha,” tutur Sarwo Edhy.
Dalam perkembangannya, hasil validasi yang sudah diinventarisir dan dihimpun, Sumsel ternyata hanya mampu 200.000 ha, Kalsel 120.000 ha, dan sulsel 333.200 ha, sehingga kekurangannya itu ditawarkan ke provinsi lain.
“Sulteng siap 25.000 ha, kemudian Lampung 25.600 ha. Jadi, semua tetap lebih kurang 500.000 ha sebagai pilot project percontohan untuk 2019 ini,” tegas Sarwo Edhy.
Dia menambahkan, sentuhan teknologi lahan rawa mampu meningkatkan indeks pertanaman hingga produktivitas. Manfaatnya terasa, bahkan hingga pendapatan petani.
Jadi, optimalisasi lahan rawa ini bertujuan untuk meningkatkan indeks pertanaman dan meningkatkan produktivitas per hektarnya. Artinya, yang biasanya panen sekali, sekrang menjadi dua kali.
“Yang produkvitas per hektarnya biasanya hanya 2 ton, sekarang bisa di atas 5 ton. Aartinya, dari sisi penghasilan bisa naik dua kali, dari sisi pertanaman juga bisa dua kali. Jadi, untungnya berlipat-lipat,” ucap Sarwo Edhy.
Sementara itu, salah satu petani lahan rawa di Jejangkit sekaligus Ketua Kelompok Tani Karya Membangun, Zainal Hakim, menyatakan rasa terima kasih atas pengembangan teknologi yang diterapkan Kementan. Menurtunya, petani di wilayahnya sangat merasakan manfaat dari bantuan pemerintah lewat program SERASI.
“Kami sangat berterima kasih atas bantuan dari Kementerian Pertanian, baik dari sisi pertanian modern maupun pendampingannya. Kami dilatih bagaimana menjadi petani yang produktif. Dulu sebelum ada program ini, produktivitas kami paling banyak 3 ton per hektare, sekarang bisa mencapai 6 ton. Kami juga bisa tanam hingga dua kali setahun. Manfaatnya betul-betul terasa untuk kesejahteraan petani,“ tutur Zainal. (M Ridwan)
Kepala Badan Litbang Pertanian, Fadjry Jufry, mengatakan, Kementan telah mempersiapkan lahan rawa sebagai tulang punggung pertanian masa depan. Penerapan teknologi yang tepat akan meningkatkan produktivitas petani secara signifikan. Diharapkan hasilnya mampu memenuhi kebutuhan pangan 267 juta jiwa rakyat Indonesia.
”Kami sudah membuat model percontohan cara pengolahan lahan rawa yang benar, mulai dari penataan lahan, penataan air, termasuk inovasi teknologi yang ada di dalamnya,” tutur Fadjri saat acara panen raya perdana padi di Demfarm SERASI, Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu.
Dia mengaku Kementan telah mempersiapkan paket teknologi yang siap mendukung efektifitas dan efisiensi pertanian lahan rawa, dari proses olah tanah, tanam, hingga panen. Potret teknologi lahan rawa, bahkan dipamerkan melalui pengembangan Demfarm SERASI binaan Badan Litbang Kementan di Kabupaten tersebut.
Fadjry menambahkan, Demfarm dibangun untuk percepatan dan efektivitas adopsi teknologi oleh petani dalam upaya meningkatkan produksi pertanian dan kesejahteraan petani di lahan rawa.
“Teknologinya kami sudah punya, bagaimana mengatur tata airnya, di lahan rawa ini ada lapisan pirit namanya. Oleh karena itu, kami memperkenalkan traktor rawa berbentuk perahu, itu merupakan solusi bagaimana pengolahan tanah yang tepat di lahan rawa, karena menggunakan traktor biasa kedalaman pengolahanya itu lebih dari 30 cm, yang kami anjurkan itu kurang dari 30 cm. Mudah-mudahan dengan traktor model seperti itu bisa mempercepat pengolahan lahan,” ujar Fadjry.
Meski masih dalam tahap prototipe, traktor tersebut dapat mengolah satu hektare lahan dalam satu jam. Selain itu, pihaknya juga tengah memperkenalkan drone tanam berbasis GPS.
“Artinya, di Jakarta pun saya tidak perlu ke sini. Saya bisa menginstruksikan dari jauh, itu outonomous, bisa ada treknya,” ungkapnya dalam siara persnya.
Tidak hanya traktor perahu dan drone, Fadjry juga mengungkapkan ada teknologi mikroorganisme sebagai pemberat pada gabah yang ditebar, sehingga pada saat gabah tersebut masuk ke tanah bisa menyuburkan tanah sehingga daya tumbuhnya lebih baik.
“Selain itu, kami juga ada teknologi varietas unggul baru. Kami punya Inpara 1 hingga 7. Inpara itu Inbrida Padi Lahan Rawa. Ini yang banyak berkembang Inpara 4, potensinya bagus bisa sampai 6 ton kalau padi biasanya 2-3 ton saja,” ungkap Fadjry.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy mengungkapkan, Indonesia memiliki 34 juta hektare (ha) lahan rawa lebak, 10 juta hingga 17 juta ha di antaranya dapat dijadikan lahan produktif pertanian.
“Tahun ini, pemerintah membuat proyek percontohan lebih kurang 500.000 ha yang awalnya terdiri dari tiga Provinsi, yakni Kalsel seluas 200.000 ha, Sumsel 250.000 ha, dan Sulsel 50.000 ha,” tutur Sarwo Edhy.
Dalam perkembangannya, hasil validasi yang sudah diinventarisir dan dihimpun, Sumsel ternyata hanya mampu 200.000 ha, Kalsel 120.000 ha, dan sulsel 333.200 ha, sehingga kekurangannya itu ditawarkan ke provinsi lain.
“Sulteng siap 25.000 ha, kemudian Lampung 25.600 ha. Jadi, semua tetap lebih kurang 500.000 ha sebagai pilot project percontohan untuk 2019 ini,” tegas Sarwo Edhy.
Dia menambahkan, sentuhan teknologi lahan rawa mampu meningkatkan indeks pertanaman hingga produktivitas. Manfaatnya terasa, bahkan hingga pendapatan petani.
Jadi, optimalisasi lahan rawa ini bertujuan untuk meningkatkan indeks pertanaman dan meningkatkan produktivitas per hektarnya. Artinya, yang biasanya panen sekali, sekrang menjadi dua kali.
“Yang produkvitas per hektarnya biasanya hanya 2 ton, sekarang bisa di atas 5 ton. Aartinya, dari sisi penghasilan bisa naik dua kali, dari sisi pertanaman juga bisa dua kali. Jadi, untungnya berlipat-lipat,” ucap Sarwo Edhy.
Sementara itu, salah satu petani lahan rawa di Jejangkit sekaligus Ketua Kelompok Tani Karya Membangun, Zainal Hakim, menyatakan rasa terima kasih atas pengembangan teknologi yang diterapkan Kementan. Menurtunya, petani di wilayahnya sangat merasakan manfaat dari bantuan pemerintah lewat program SERASI.
“Kami sangat berterima kasih atas bantuan dari Kementerian Pertanian, baik dari sisi pertanian modern maupun pendampingannya. Kami dilatih bagaimana menjadi petani yang produktif. Dulu sebelum ada program ini, produktivitas kami paling banyak 3 ton per hektare, sekarang bisa mencapai 6 ton. Kami juga bisa tanam hingga dua kali setahun. Manfaatnya betul-betul terasa untuk kesejahteraan petani,“ tutur Zainal. (M Ridwan)
(nfl)